Resurjensi Striker di Senjakala Messi-Ronaldo
Usia pun tidak bisa dibohongi oleh kedua GOAT tersebut. Guna mengakomodir level kebugarannya, Ronaldo menetapkan diri menjadi penyerang tengah, dan Messi menjadi seorang false-nine. Tujuannya jelas, agar mereka tidak terlalu banyak berlari di sisi lapangan. Di sinilah persaingan sempurna dengan para striker pun terjadi.
Lewandowski, Luis Suarez, Benzema dan Harry Kane kemudian mengemuka di tahun 2020. Messi dan Ronaldo yang sebelumnya bisa cetak 40 hingga 50 gol semusim mendapat saingan untuk kategori Topskor dari nama-nama tersebut. Inilah yang menjadi cikal bakal munculnya generasi striker terbaik penerus kejayaan tahun 1990 sampai 2000-an.
Para striker di akademi yang mempunyai postur tinggi besar tidak merasa inferior lagi di hadapan winger-winger cepat bernomor punggung 10. Mereka juga tidak sungkan lagi untuk menyelesaikan sebuah peluang alih-alih mengoper balik kepada pemain sayap untuk sebuah assist.
Meski belum serempak, banyak klub yang sudah putar balik menggunakan formasi dua penyerang lagi sebagai andalannya. Son Heung-min-Harry Kane, Lautaro Martinez-Lukaku, Federico Chiesa-Dusan Vlahovic, dan Vinicius jr-Benzema adalah contohnya.
Klub-klub tersebut memilih hanya kehilangan dua pemain yang "tidak perlu bertahan" alih-alih mengakomodir trisula yang tidak melakukan transisi negatif (transisi menyerang ke bertahan).Â
Para pemain sayap juga kembali ke habitusnya sebagai pelayan striker, dengan Bernardo Silva, Riyad Mahrez, Hakim Ziyech, Vinicius jr, dan Jamal Musiala berlomba menjadi pengumpan terbaik bersama Kevin De Bruyne, Bruno Fernandes dan Toni Kroos dari poros tengah.
Pada akhirnya pecinta sepakbola akan mengalami lagi variasi karakter striker di era baru ini. Sepakbola akan menjadi panggung terbuka (lagi) baga para atlet untuk menunjukkan jati dirinya masing-masing untuk menjadi yang terbaik. Terimakasih Lionel Messi-Cristiano Ronaldo. Selamat datang era Striker dan Bomber haus gol.
Salam olahraga.