Wonderkid Series adalah kumpulan artikel berisikan pemain sepakbola muda di bawah usia 19 tahun, yang telah mendapatkan waktu bermain reguler di klubnya. Seri artikel ini akan mencoba memberikan referensi calon pemain-pemain bintang dunia di masa depan dari semua posisi bermain di lapangan.
Musim 2023/2024, tidak mudah untuk mencari Wonderkid yang diberi kesempatan bermain secara reguler di tim Serie A. Terkenal dengan liga yang sangat mengedepankan taktik dan pertahanan, banyak pemain uzur yang bahkan bertahan sebagai pemain inti. Tidak hanya di posisi bertahan, lini serang tim-tim Serie A juga masih andalkan nama-nama senior seperti Olivier Giroud, Antonio Candreva dan Henrikh Mkhitaryan.
Maka dari itu, tidak jarang pemain-pemain belia yang minim jam terbang di klub besar memutuskan untuk dipinjamkan ke klub yang lebih kecil. Sebuah hal yang wajar dilakukan dua tim besar, yakni Juventus dan Inter Milan.Â
Pemain muda ini ada yang hanya dipinjamkan untuk menambah jam terbang, ada juga yang dibagi 2 kepemilikannya dengan klub peminjam dan ada yang pindah permanen dengan klausul buyback yang murah. Dalam dua opsi terakhir itu, biasanya pemain akan lebih senang karena ada kepastian untuk menjadi pemain reguler di klub baru.
Namun untuk opsi peminjaman semusim, tentu pemuda ini ingin kembali berkontribusi untuk klub induknya di masa mendatang, Bisa jadi karena ikatan emosional karena itu merupakan klub idolanya, dan ada juga yang ingin buktikan diri karena ia adalah produk asli akademi. Satu pemain yang berharap dapat kembali lagi dalam masa pinjamannya musim ini dengan gemilang, adalah Valentin Carboni.
Profil
Valentin Carboni lahir di Bueno Aires, Argentina, pada 5 Maret 2005. Ia kini menginjak usia 18 tahun, dan bermain untuk klub AC Monza sebagai pemain pinjaman dari Inter Milan. Berposisi sebagai gelandang tengah atau penyerang lubang, pemain kidal ini di awal musim 23/24 tidak terlalu mendapat kepercayaan pelatih Raffaele Palladino yang lebih sering mainkan Andrea Colpani dan Dany Mota di posisi dua pemain di belakang striker tunggal.Â
Hingga akhirnya medio November ia mulai bisa buktikan diri, terlebih dengan sebuah gol yang memperkecil kekalahan melawan tim kuat, Juventus. Carboni lalu dapatkan menit bermain yang lebih banyak dengan berduet dengan Andrea Colpani, dan Raffaele Palladino mendorong Dany Mota sebagai striker tunggalnya.Â
Puncak permainan brilian pemain setinggi 185 cm ini ditunjukkan dengan sebuah gol dan sebuah assist dalam partai full-match pertamanya saat AC Monza menang 3-2 melawan tuan rumah Frosinone (7/1).
Alur cerita dramatis mengiringi kariernya dari Argentina ke Italia. Ezequiel Carboni, sang ayah yang pernah bermain di RB Salzburg dan Catania, memutuskan untuk membuka sebuah akademi sepakbola di Lanus, Argentina, selepasnya pensiun. Di akademi itu, kedua anaknya yakni Valentin dan kakaknya Franco (lebih tua 3 tahun) menimba ilmu sepakbola. Keduanya juga dikabarkan sampai membawa persaingan kemampuan sepakbolanya hingga ke dalam rumah.Â