Pandemi Covid-19 di Indonesia sudah berlangsung hampir dua tahun lamanya sejak Maret 2020. Upaya mitigasi oleh pemerintah telah banyak dilakukan. Pada awalnya wacana lockdown diserukan oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) untuk melindungi dan menghentikan sesegera mungkin kasus Covid-19. Namun, lockdown terlalu berat bagi bangsa ini karena konsekwensi lockdown adalah masyarakat tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari terutama dalam mencari nafkah dan negara juga akan bangkrut bila harus memberikan tunjangan kepada penduduk Indonesia yang begitu banyak. Â
Akhirnya kebijakan yang lebih ringan diberlakukan mulai awal April 2020 dengan sebutan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Kebijakan PSBB ini sempat menutup secara total mall-mall, bioskop, restoran, kegiatan ibadah, kegiatan olah-raga bersama, tempat hiburan, tempat wisata, Â salon, moda transportasi, dan lain-lain. Akibat terhentinya aktifitas secara besar-besaran ini maka kondisi perekonomian bangsa Indonesia kembali terancam.Â
Oleh sebab itu pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yang lebih fleksibel yaitu PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) pada awal tahun 2021. Kebjikan PPKM ini lebih bersifat lokal dan tingkat pembatasannya disesuaikan dengan kondisi daerah tersebut. Diharapkan dengan kebijakan PPKM yang lebih fleksibel ini laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat kembali naik. Artikel ini akan membahas apakah PPKM memang dapat menekan angka kasus covid-19 secara bermakna.
Gelombang Covid-19 di Indonesia
Di Indonesia terjadi lonjakan kasus yang cukup besar yaitu gelombang pertama pada Januari 2021 dengan angka tertinggi 14.500 kasus perhari dan  gelombang kedua pada Juli 2021 dengan angka tertinggi 44.700 kasus perhari. Lonjakan kasus gelombang kedua di akhir Juni hingga Juli membuat semua pihak kewalahan. Faskes dan Rumah Sakit tidak sanggup menampung banyaknya kasus Covid-19 di Indonesia.Â
Banyak korban jiwa karena tidak mendapatkan pertolongan dengan segera. Kita dapat melihat pemandangan dimana-mana IGD penuh, kamar di Rumah Sakit tidak mencukupi, puskesmas, klinik, dan tempat isolasi terpadu juga kewalahan dalam menangani jumlah kasus Covid-19 yang begitu banyak. Dan dari fakta lapangan yang saya cermati, banyak sekali kasus suspek Covid-19 yang tidak dilaporkan dan tidak dicatat. Sebagai praktisi kesehatan, saya memperkirakan data kasus baru Covid-19 pada gelombang kedua yang tercatat hanya sebagian kecil dari angka kasus baru yang sesungguhnya (fenomena gunung es).
Apakah Indonesia Sudah Terbentuk Herd Immunity?
Herd immunity atau kekebalan komunal adalah kekebalan yang timbul terhadap infeksi vektor penyakit oleh karena sebagian besar penduduk sudah memiliki antibodi (kekebalan) yang terbentuk baik secara alami maupun dengan vaksinasi. Apabila sebuah populasi telah terbentuk kekebalan (herd immunity) maka virus tidak lagi memiliki tempat (host) untuk berkembang biak sehingga angka kasus baru akan turun drastis mendekati nol.
Di Indonesia, dampak gelombang kedua pada bulan Juli 2021 telah mengakibatkan terbentuknya herd immunity. Grafik angka kasus baru menunjukkan penurunan yang drastis mendekati nol setelah bulan Agustus 2021. Dari sini saya berasumsi bahwa  penduduk Indonesia yang sudah terinfeksi Covid-19 bisa mencapai 50% lebih disertai juga dengan cakupan vaksinasi yang jumlahnya besar. Hal inilah yang menyebabkan terbentuknya herd immunity.
Perbandingan Grafik Kasus Baru Covid-19 di Indonesia, Malaysia, dan Singapura
Setalah lonjakan kasus Covid-19 varian delta di India secara besar-besaran, Malaysia terlebih dahulu mengalami kenaikan kasus baru. Namun Malaysia segera memberlakukan lockdown ketat pada bulan Maret dan grafik kasus barunya tetap relatif rendah hingga bulan Juli. Indonesia mengalami lonjakan kasus secara tiba-tiba pada akhir Juni 2021.Â
PPKM tidak mampu membendung lonjakan kasus yang mulai terjadi akhir Juni 2021. Hampir seluruh penduduk kota di Indonesia terinfeksi Covid-19 dan banyak menelan korban jiwa akibat penuhnya Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan. Pada bulan Juli Malaysia mulai melakukan pelonggaran lockdown, dan apa akibatnya? Angka kasus barunya mengalami lonjakan dengan angka tertinggi pada bulan September 2021.Â
Dari grafik ini dapat disimpulkan bahwa lockdown di Malaysia mampu mencegah lonjakan kasus baru Covid-19, sedangkan PPKM di Indonesia tidak dapat membendung lonjakan kasus baru Covid-19. Pada bulan Juli 2021 Malaysia melakukan pelonggaran lockdown maka kasus menjadi naik lagi dan mencapai puncaknya di bulan September. Mengapa angka kasus baru di Indonesia sudah mendekati nol sedangkan di Malaysia masih tinggi? Karena Indonesia sudah terbentuk kekebalan komunal (herd immunity) sedangkan Malaysia masih belum terbentuk herd immunity karena lockdown yang lebih ketat.
Grafik Singapura saya bandingkan dengan grafik DKI Jakarta karena wilayah Singapura relatif kecil dan jumlah penduduknya sedikit. Angka kasus baru di Singapura sangat sedikit oleh karena aturan karantina dan lockdown yang ketat. Namun begitu lockdown dilonggarkan pada bulan Oktober 2021 maka angka kasus baru Covid-19 naik secara drastis hampir mencapat 4000 kasus baru perhari. Â
DKI Jakarta pada bulan Oktober ini hanya mencatatkan kasus baru kurang dari 100 perhari. Mengapa sekarang DKI Jakarta kasus baru nya jauh lebih rendah dari Singapura? Jawabannya adalah karena populasi penduduk DKI Jakarta sudah mengalami kekebalan komunal (herd immunity), sedangkan penduduk Singapura masih banyak yang belum terinfeksi Covid-19.
Prediksi Lonjakan Kasus Gelombang Ketiga
Akankah terjadi lagi lonjakan kasus gelombang ketiga? Beberapa ahli memprediksikan akan terjadi lagi lonjakan kasus pada bulan Desember 2021-Januari 2022 akibat liburan akhir tahun. Beberapa negara seperti Singapura dan Inggris sedang mengalami peningkatan angka kasus baru covid-19. Hal ini membuat pemerintah Indonesia kembali akan memperketat PPKM.Â
Akankah terjadi gelombang ketiga? Dan seberapa besar pengaruh PPKM? Dari grafik data yang kita dapatkan, kemungkinan besar Indonesia sudah mengalami herd immunity sehingga baik ada PPKM maupun tidak, kasus covid-19 tidak akan lagi mengalami lonjakan besar. Demikianlah ini menjadi doa kita bersama dengan tetap menjalankan protokol kesehatan. Kasus Covid-19 bisa saja meningkat kembali oleh karena terjadinya reinfeksi dan orang yang sudah vaksinpun juga dapat terinfeksi, namun diharapkan kasus berat dan kematian  (case fatality rate) menjadi sangat kecil jumlahnya.
Kesimpulannya, kebijakan memperketat PPKM tidak dapat mencegah lonjakan kasus pada gelombang kedua sehingga banyak sekali penduduk yang terinfeksi covid-19 dan angka kematian meningkat. Angka kasus baru yang menurun drastis paska gelombang kedua mengindikasikan telah terbentuknya kekebalan komunal (herd immunity) bukan karena efek PPKM. Prediksi timbulnya gelombang ketiga sudah tidak relevan lagi oleh karena populasi di Indonesia sudah mengalami kekebalan komunal (herd immunity) dan cakupan vaksin sudah cukup besar di Indonesia.
Dr. Gregory Budiman, M.Biomed
PNS Staf Pengajar FKUI (2000-2012)
Praktek Dokter Umum di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Pengamat Pandemi Covid-19
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H