Mohon tunggu...
Gregorius Sukoco
Gregorius Sukoco Mohon Tunggu... -

semua pasti mati, tetapi paling tidak matilah sebagai seorang pemberani dan berguna

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perjalanan Si Mandor Mesum [Part I]

30 Juni 2016   14:11 Diperbarui: 23 Juni 2020   14:20 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebayang gak sih misalnya dokter itu mempunyai cewek manja yang cengeng. kebanyakan cowok akan memeluk ceweknya lalu bertanya “kenapa beb? Kamu gak apa-apa kan? Aku salah ya? Ya udah maafin aku ya beb, makan yuk di PH (Pizza Hut)”. Misalnya dokter ini berada di posisi cowok itu, melihat ceweknya menangis, dia pun menghampiri ceweknya lalu membelai rambutnya dengan lembut dan berkata  “sakitnya apa mbak, bisa tolong di jelaskan? Bagian mana saja yang sakit, coba saya periksa”.

Malam itu saya menceritakan segala keluh-kesah saya mulai dari gangguan pada tenggorokan sampai gangguan mahkluk gaib yang sering menampakkan dirinya saat tanggal-tanggal tua, dan baru-baru ini saya sadar bahwa mahkluk tersebut adalah ibu kost, yang kerap kali meminta tunggak an kamar kost. 

Dokter itu pun menulis beberapa resep dan beberapa nomer para normal lalu dia meminta ku untuk menukarkan resep itu di apotekernya, lalu aku pun berterimakasih dan keluardari ruang praktiknya, saat keluar kulihat ibu tua itu masih tetap dengan gerakan break dancenya, tanpa memperdulikannya lagi aku pun menghampiri apoteker dan menukarkan resep tersebut dan membayar resep itu dengan beberapa lembar uang. 

Dengan berat hati aku melepas uang itu. Malam itu aku mengayuh spedah balap ku dengan ringan dan tanpa beban beberapa kali angin mencoba untuk menerbangkan rambut ikal dan dompet ku, untung saja rambut ku menganut hukum kekekalan energi, dimana energi tidak dapat di musnahkan atau di hilangkan begitu pula rambutku sekuat apapun angin menerpa rambut ku tetap saja mereka akan tetap kembali lagi.  

Bukan hal sulit untuk mengendarai sepedah angin di tengah ramainya kota Yogyakarta, di Yogyakarta semua orang menghargai pejalan kaki dan orang yang mengendarai sepedah angin, itu membuat gerakan spedah balapku semakin lancar, banyaknya jalan tikus di kota itu membuat pejalan kaki dan pengendara spedah lebih cepat sampai ke tujuan.

Kuliah di kota pariwisata tidak membuat tujuan ku rapuh, Yogyakarta terkenal akan kebebasannya, bebas nongkrong di mana saja selama ada angkringan di situ ada tempat nongkrong, angkringan adalah nama lain dari gerobak dorong yang di dalamnya terdapat banyak nasi kusing, sate, gorengan lengkap beserta minyaknya yang dapat di peras dan di jual kembali, anekaragam minuman ringan, dan kopi.

Yang istimewa adalah mereka tidak menggunakan kompor gas atau minya, melainkan menggunakan anglo dengan arang sebagai bahan bakarnya, dan selama ada trotoar di situ ada anak muda berkumpul dan bernyanyi, bebas berbudaya.

Di sana ada banyak sekali pendatang dan mengenalkan budaya mereka masing-masing, mulai dari Sabang sampai Merauke dan budaya luar negeri, bebas menghabiskan uang hanya jika kalian punya uang,  dan tempat-tempat wisatanya yang menarik.

Sebenarnya itu semua adalah musuh utama para perantau, dimana mereka terkadang lupa akan tujuannya dan terlena akan ke bebasan itu lalu mereka akan kembali ke kampungnya tanpa mendapat apapun selain penyesalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun