Mohon tunggu...
gregorius winarno
gregorius winarno Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Suka jalan-jalan, menggeluti pendidikan, dan pemerhati humaniora

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Liburan Tanpa Batas: Kaum Difabel Menikmati Keindahan Singapura (Bagian II)

9 Januari 2025   10:00 Diperbarui: 9 Januari 2025   07:35 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Grab sudah. MRT sudah. Bagaimana dengan naik bus? Tentu saja pengalaman ini menarik juga. Mengawali tahun baru 2025, kami putuskan naik bus menuju gereja di Kawasan Bukit Batok  untuk merayakan awal tahun baru. Jadwal bus pukul 10 pagi. Kami pastikan datang lebih awal. Bus datang tepat waktu.  Kami sudah bersiap di halte yang ditentukan. Bus menepi. Uncle driver turun menuju pintu tengah yang bertanda akses difabel. Pintu terbuka dan dengan cekatan Uncle driver membuka papan yang menjadi jembatan antara trotoar dan bus. Dengan demikian, kursi roda bisa lancar masuk bus. Begitu sudah masuk. Tidak lupa tapping in bus card. Uncle driver kembalikan papan tadi tadi ke tempat semula. Baru membuka pintu lain buat penumpang lain yang tertib antre menunggu giliran masuk bus. Di bagian tengah bus, kami temani Mama di area  khusus kursi roda.

Tiba di halte tepat di depan tempat ibadah, bus berhenti. Uncle driver sekali lagi buka papan penyambung lagi. Hingga kursi roda keluar dari bus menuju trotoar dengan aman. Tanpa kelupaan tapping out sebelum keluar bus. Salut  buat masyarakat pengguna transportasi umum dan pengelolanya di negara ini. Tertib dan ramah banget bagi kaum difabel.

Mengenai lingkungan apartemen tempat kami menginap bisa dikatakan  strategis dan nyaman. Selain dekat dengan fasilitasi trnasportasi umum, macam MRT atau bus, lokasinya dekat dengan pusat perbelanjaan yang bisa ditempuh dengan jalan kaki. Kalau hujan? Jangan khawatir, sudah ada kanopi yang memastikan kami tidak kehujanan. Sejak dari apartemen, susuri pinggir taman, jembatan penyebrangan hingga mal tersambung.

Satu hal lagi selama di negeri ini. Jangan kaget jika lihat antrean. Orang Singapura suka antre. Sepanjang apa pun. Karena antrean itu bergerak, kok. Sabar dan tertib saja. Pasti giliran tiba. Sistem pendukung sangat memadai. Bahkan masyarakat inisiatif lapor jika menemui ketidaktertiban. Satu waktu, kami ditemani keponakan pergi ke Johor Baru. Kali ini Mama tidak ikut karena ada acara lain dengan adik ipar. Menuju MRT Kranji, stasiun sebelum perbatasan Singapura Malaysia,  semua berjalan lancar. Lalu tibalah kami di halte bus yang akan membawai kami ke imigrasi Singapura sebelum ke Malaysia. Alamak. Antrean Panjang banget. Kami sudah sempat pesimis. Nggak yakin,  perlu berapa lama nih kami bakal di sini. Ternyata praduga kami tak terbukti. Bus datang silih berganti dengan cepat. Dalam waktu singkat kami sudah masuk bus. Tujuannya adalah imigrasi Singapura sebelum menyebrang selat Johor.

Di imigrasi Singapura, kami scan passport. Cepat. Lalu kami menuju tempat bus yang akan membawa kami ke seberang. Antrean banyak orang namun  sebentar saja. Dalam waktu singkat bus sudah tiba di bandaraya Johor Bahru. Turun dari bus, kami para pengunjung diarahkan menuju tempat imigrasi. Prosesnya juga lancar. Kami siapkan paspor dan diminta tunjukkan tiket pp Jakarta-Singapura. Tuntas.

Dan mulailah kami bertualang kuliner  di Johor Bahru:  Dim sum, kopi, kudapan, makanan khas lokal rasanya ingin dicoba. Jelang sore kami kembali ke Singapura. Persis seperti alur pagi  tadi. Lancar. Dalam bus menuju rumah, keponakan sempat ngeledekin: Kira-kira begini katanya no worries lah. Orang Singapura suka antre. Namun tak perlu khawatir. Semua berjalan dan lancar kok. Kami pun senyam senyum sendiri.

Kalau ditanya kesan kami selama perjalanan ini? Hemat kami akses dan fasilitas bagi kaum difabel pengguna kursi roda di are publik bagus.  Toilet khusus difabel pun bersih dan terawat. Pendeknya untuk urusan ini selama trip kali ini kami tidak menemui masalah. Selama di Singapura ini tidak sedikit kami jumpai opa oma yang menggunakan kursi roda elektrik. Jadi, ke mana-mana bisa sendiri. Inilah yang menyemangati mereka. Bahwa mereka pun meski difabel tetap bisa aktif bergiat. Dan produktif.

 

Bersambung Bagian III (Terakhir): Kembali ke jakarta

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun