Sinergi tersebut pada dasarnya secara positif telah melahirkan “pariwisata kreatif”, sebuah tren di mana pengunjung secara aktif terlibat dengan dunia kreatif suatu kota.
Dalam prakteknya, ini dapat mencakup bentuk praktek wisata seperti lokakarya yang dipimpin oleh para seniman lokal, adanya tur studio desain, atau bahkan menghadiri festival film.
Manfaatnya sendiri ada dua sisi: wisatawan mendapatkan pengalaman yang mendalam, sementara industri kreatif mendapatkan eksposur pengembangan bisnis sekaligus adanya potensi pelanggan.
Seberapa besar potensi kota-kota yang dibangun dengan tema inti kreatif menjadi tujuan wisata utama? Tentunya dengan menilik contoh-contoh di atas, adanya "kota kuliner", "kota musik", hingga "kota seni", dapat dilihat peluang yang ada sangat tinggi dan setiap kota berpeluang akan menumbuhkan identitas unik, menarik wisatawan yang tertarik pada bidang-bidang tersebut.
Selain itu, hal ini juga akan dapat menumbuhkan suasana kreatif yang dinamis, memperkuat posisi kota ini sebagai pusat industri.
Jika kita bertanya-tanya, sebenarnya adakah resiko tersendiri dari "Kota Kreatif" ini? Pada dasarnya setiap pilihan untuk menjalankan sesuatu memiliki resikonya.
Ketergantungan berlebihan pada satu tema kreatif tetap bisa berisiko. Secara teoritis, sebuah kota yang hanya berfokus pada, katakanlah, budaya game saja, mungkin akan kehilangan daya tarik wisatawan dengan minat yang lebih luas ketika terdapat demand yang berkurang pada game.
Adanya kondisi ini dalam dunia ekonomi dikenal dengan "Ekonomi Mono-kultural". Kondisi ini dapat beresiko menyebabkan kemacetan ekonomi, seperti yang dialami Nigeria dalam ekspor minyaknya.
Untuk dapat mengatasinya, pada akhirnya kuncinya dibutuhkan pada pendekatan yang menyeluruh dalam membangun sebuah tata kota. Dengan mengintegrasikan industri kreatif dengan daya tarik lain, seperti situs bersejarah, keajaiban alam atau industri lain, ini akan lebih dapat menciptakan destinasi yang lebih berkelanjutan dan tetap menarik.