Salah satu fokus negara dalam pembangunan ekonomi kreatif adalah bagaimana setiap kota di Indonesia diarahkan pada Konsep Kota Kreatif.
Konsep ini diutarakan Presiden Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepala Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) se-Indonesia Tahun 2023, di Sentul International Convention Centre (SICC), Sentul, Jawa Barat, 17 Januari 2023.
Secara mendasar, konsep yang telah dikenal di dunia sejak tahun 1995 dalam buku “The Creative City” oleh Charles Landry dan Franco Bianchini ini memiliki inti dimana kota didorong untuk mampu menghasilkan pendapatan sendiri berdasarkan kreativitas yang dimiliki kota tersebut dan tidak hanya bergantung bantuan ekonomi dari pusat.
Adanya konsep kota kreatif ini mengisyaratkan adanya tata kelola dan penguatan rantai pasok industri yang kuat pada sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
UNESCO sendiri memiliki banyak daftar tentang kota kreatif di seluruh dunia, seperti Lyon (Perancis) yang terkenal di dunia karena budaya makanannya yang kaya, koki inovatif, dan kompetisi Bocuse d'Or yang bergengsi, Kanazawa (Jepang) yang terkenal karena budaya geisha yang indah, produksi porselen, dan pengerjaan gold leaf yang cermat, hingga Salvador (Brazil) yang terkenal dengan musiknya khususnya capoeira dan samba.
Saat ini, dapat dikatakan kreativitas merupakan magnet yang kuat, menarik wisatawan untuk mencari pengalaman yang unik. Namun terdapat satu pertanyaan menggelitik, apakah industri kreatif dan pariwisata harus selalu saling terkait?
Meskipun tidak saling terkait, bidang kreatif seperti film, fashion, atau animasi dapat menjadi landasan daya tarik wisata suatu kota seperti yang telah dijelaskan di atas.
Kita dapat membayangkan adanya sebuah kota yang terkenal dengan studio animasinya - hingga pada akhirnya kota ini berubah menjadi tempat yang wajib dikunjungi bagi para penggemar animasi.
Adanya keterkaitan ini tentunya dapat mendorong ekonomi lokal dengan menyediakan tema menarik yang sesuai dengan khalayak tertentu di sebuah kawasan atau kota dengan basis sinergi dunia kreatif dan pariwisata.
Sinergi tersebut pada dasarnya secara positif telah melahirkan “pariwisata kreatif”, sebuah tren di mana pengunjung secara aktif terlibat dengan dunia kreatif suatu kota.
Dalam prakteknya, ini dapat mencakup bentuk praktek wisata seperti lokakarya yang dipimpin oleh para seniman lokal, adanya tur studio desain, atau bahkan menghadiri festival film.
Manfaatnya sendiri ada dua sisi: wisatawan mendapatkan pengalaman yang mendalam, sementara industri kreatif mendapatkan eksposur pengembangan bisnis sekaligus adanya potensi pelanggan.
Seberapa besar potensi kota-kota yang dibangun dengan tema inti kreatif menjadi tujuan wisata utama? Tentunya dengan menilik contoh-contoh di atas, adanya "kota kuliner", "kota musik", hingga "kota seni", dapat dilihat peluang yang ada sangat tinggi dan setiap kota berpeluang akan menumbuhkan identitas unik, menarik wisatawan yang tertarik pada bidang-bidang tersebut.
Selain itu, hal ini juga akan dapat menumbuhkan suasana kreatif yang dinamis, memperkuat posisi kota ini sebagai pusat industri.
Jika kita bertanya-tanya, sebenarnya adakah resiko tersendiri dari "Kota Kreatif" ini? Pada dasarnya setiap pilihan untuk menjalankan sesuatu memiliki resikonya.
Ketergantungan berlebihan pada satu tema kreatif tetap bisa berisiko. Secara teoritis, sebuah kota yang hanya berfokus pada, katakanlah, budaya game saja, mungkin akan kehilangan daya tarik wisatawan dengan minat yang lebih luas ketika terdapat demand yang berkurang pada game.
Adanya kondisi ini dalam dunia ekonomi dikenal dengan "Ekonomi Mono-kultural". Kondisi ini dapat beresiko menyebabkan kemacetan ekonomi, seperti yang dialami Nigeria dalam ekspor minyaknya.
Untuk dapat mengatasinya, pada akhirnya kuncinya dibutuhkan pada pendekatan yang menyeluruh dalam membangun sebuah tata kota. Dengan mengintegrasikan industri kreatif dengan daya tarik lain, seperti situs bersejarah, keajaiban alam atau industri lain, ini akan lebih dapat menciptakan destinasi yang lebih berkelanjutan dan tetap menarik.
Ilustrasinya, sebuah kota yang terkenal hanya karena studio animasinya pada satu titik mungkin akan mengalami kesulitan untuk menarik para penggemar sejarah atau kuliner.
Namun dengan menggabungkan dengan adanya tur jalan kaki ke tempat-tempat bersejarah atau menampilkan masakan lokal, tempat ini tentunya dapat melayani lebih banyak pengunjung.
Pada akhirnya, industri kreatif dan pariwisata mempunyai hubungan simbiosis terutama dalam visi akan kota kreatif seperti yang dicanangkan negara kita.
Ketika kedua bidang tersebut bekerja sama, keduanya berpotensi dapat menciptakan sebuah destinasi yang cukup semarak dan mampu memikat dengan tempat-tempat atau suasana yang disukai beragam wisatawan.
Dengan menerapkan pendekatan yang lebih holistik dan multidisiplin, sebuah kota dapat memanfaatkan kekuatan kreativitas untuk menarik pengunjung dan memastikan industri pariwisata berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H