Adanya kekuatan pemerintah yang mampu menggerakkan perekonomian ini sangat membantu dalam penyelenggaraan konser internasional yang sukses.
Ini berbeda dengan kondisi dimana negara Indonesia sampai sejauh ini belum ada antusiasme menyeluruh terhadap pendanaan seni dan bidang kreatif meskipun secara perundang-undangan telah ada celah tentang hal tersebut.
Hal semacam ini di lapangan untuk mencari pendanaan akhirnya bisa memakan waktu, berpotensi menyebabkan penundaan dan menghambat kelancaran pelaksanaan acara sehingga seorang promotor kegiatan dapat kehilangan timing meraih massa yang banyak.
2. Sistem Tiket dan Etika Penyelenggara Konser yang Berbeda antar Kedua Negara
Adalah sebuah rahasia umum bahwa terjadi banyak masalah soal ticketing jika kita bercermin dari konser Coldplay tahun 2023 lalu. Masalah tersebut meliputi tiket yang bisa dobel maupun calo yang mencari untung dari penjualan tiket yang bahkan ada dari orang dalam penyelenggara konser.
Kondisi ini bila dibandingkan dengan konser Taylor Swift di Singapura di mana meskipun banyak pihak mencoba menjual sebagai calo dan ada penipuan yang terjadi, masih terdapat kesadaran etis yang tinggi dan pencegahan dampak lebih jauh di sekitaran orang dalam konser dengan sistem tiket yang begitu ketat.
Kallang Alive Sport Management (KASM) sebagai pemilik Sport Hub tempat National Stadium Singapore, menyatakan kondisi secara terbuka dan resmi bahwa mereka mempunyai hak untuk “memeriksa identifikasi pemegang tiket saat masuk” dan menolak siapapun masuk ke lokasi atau mengeluarkan siapa pun dari lokasi jika tiket rusak, dirusak, dipalsukan atau disalin, atau tidak dibeli dari box office atau secara online dari operator tiket resmi.
Bahkan marketplace Carousell yang berbasis di Singapura menghentikan segala bentuk penjualan tiket Taylor Swift lewat online store mereka untuk mencegah adanya penipuan penjual.
Etika bahwa pembelian tiket secara legal tetap dijunjung tinggi ini merupakan suatu hal yang perlu dicontoh oleh masyarakat Indonesia.
Pembelajaran bagi Indonesia