Menemukan keseimbangan di antara kedua hal ini dapat menjadi sebuah tantangan tersendiri terutama dalam sebuah proyek bersama diantara keduanya.Â
Ini akhirnya berkaitan dengan faktor nilai ketiga, yakni toleransi risiko. Secara toleransi risiko, seorang seniman akan merasa nyaman ketika ia akan mengambil risiko dalam karya mereka, menjelajahi area-area yang belum terpetakan, dan berpotensi menghadapi ketidakpastian finansial.Â
Sebaliknya, sebuah bisnis biasanya bertujuan untuk dapat meminimalkan risiko dan fokus pada strategi dengan hasil yang terbukti serta lebih terukur.
Lantas, dengan tiga hal tersebut yang mana secara praktik dapat terlihat bertolak belakang, masih adakah hal-hal yang dapat dipelajari satu sama lain? Secara realistis, terdapat empat hal dimana keduanya dapat saling belajar.
1. Keterampilan Bisnis bagi Para Seniman
Mempelajari keterampilan bisnis seperti pemasaran, penganggaran, dan cara bernegosiasi dapat membantu para seniman mengelola karier mereka, mendapatkan eksposur atas pekerjaan mereka, dan menjamin stabilitas keuangan.Â
Ini sangat membantu mengurangi hal-hal yang tidak diinginkan yang bersumber dari ketidaksiapan diri pribadi atas sebuah keadaan yang membutuhkan pengambilan keputusan yang tepat maupun ketidakpastian keadaan dari sisi eksternal.
2. Pendekatan Berbasis Kreativitas untuk Bisnis
Dengan menghadirkan pendekatan artistik dalam pemecahan masalah, pengembangan produk, dan pemasaran, seorang pebisnis dapat mendiferensiasikan bisnisnya dari pesaing lain dan mendorong inovasi perusahaan.Â
Pendekatan ini dapat berupa sebuah program unik yang belum pernah dicoba, hingga konten promosi kejutan yang telah dipikirkan matang untuk dijalankan. Tanpa adanya kebaruan dari sebuah brand perusahaan, tentunya akan sangat sulit untuk lebih bersaing, mengelola budaya kerja yang baik, mempertahankan retensi pelanggan dalam dinamika tren bisnis yang amat dinamis.