Bayangkan apabila anda menjadi seorang pelayan sebuah restoran yang masih merupakan pemain baru di usaha kuliner dan hari itu seorang pelanggan terlihat di mata anda mengeluhkan pada rekan yang diajaknya bahwa menu yang dia pesan kurang terasa enak.Â
Dengan muka yang terlihat sedikit kecewa ia kemudian memanggil anda dan menyatakan keluhannya. Ia kemudian menyarankan pada anda beberapa hal dari segi rasa dari menu yang dapat restoran tempat anda bekerja dapat kembangkan.
Apa yang anda lakukan saat itu? Apakah anda hanya akan berdiri saja dan pasrah atas keluhan pelanggan tersebut lalu melupakannya karena menganggap mungkin itu hanya opini subyektif dari seorang pembeli saja? Tentunya apabila anda hendak berlaku sebagai karyawan yang baik, anda akan berinisiatif melaporkannya pada atasan anda apa adanya, apapun yang terjadi.
Adanya perkembangan zaman serta semakin luasnya pandangan kita akan dunia profesionalitas di masa modern akhirnya membuat setiap orang perlu secara kreatif, inisiatif dan mendorong adanya perubahan di segala aspek termasuk dalam pekerjaan. Hal semacam ini di mata beberapa orang dianggap sebagai kualitas yang hanya dimiliki oleh seorang pengusaha yang membuka bisnisnya sendiri.Â
Namun dari contoh di atas, rupanya hal tersebut dapat diterapkan hingga ke tingkat karyawan sekalipun. Sikap dan bahkan pola pikir semacam itu secara umum dirumuskan sebagai semangat kewirausahaan (enterpreneurship spirit). Semangat ini sendiri dapat berkembang dalam organisasi mana pun, apa pun posisi atau jabatan kita.
Mendefinisikan "Enterpreneurship"
Enterpreneurship menurut Telkomuniversity adalah aktivitas bisnis yang mempunyai sifat kreatif, inovatif dan bisa bertahan di dalam tantangan segala jenis bisnis akan datang serta mampu melihat peluang yang tepat untuk kemudian mewujudkannya. Â
Sampoerna University mengutip KKBI dengan mendefinisikan enterpreneurship atau kewirausahaan sebagai perihal usaha. Sementara "wirausaha" dianggap adalah orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, baik menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya kemudian mengatur modal operasinya, mencari prospek, follow up customer dan lainnya.Â
Dari sini, enterpreneurship dapat dikatakan sebagai sebuah mindset dimana seseorang memiliki karakteristik tertentu yang dekat dengan kebaruan atau inovasi produk, inisiatif melakukan sebuah aksi, adaptif, risk-taker namun juga menerapkan problem-solving.
Mengapa Enterpreneurship Penting Bagi Siapapun?
Tanpa harus menjadi seorang pengusaha, kualitas-kualitas ini penting untuk keberhasilan individu dan organisasi dimana dia bekerja. Semangat ini dapat mendorong seseorang untuk dapat disegani dan memperoleh posisinya di tengah pasar dunia kerja yang cukup ketat.Â
Di sisi lain, sebuah perusahaan sendiri pun perlu membuka diri pada para enterpreneur yang dipekerjakannya dalam budaya enterpreneurship internal (intrapreneur) tanpa harus ada ketergantungan total terpusat akan inovasi pada pemilik usaha semata. Dengan menumbuhkan budaya intrapreneurial ini, perusahaan dapat:
1. Meningkatkan inovasi: Adanya karyawan dengan jiwa kewirausahaan tentunya lebih cenderung menghasilkan ide dan solusi baru.
2. Meningkatkan ketangkasan usaha: Para karyawan berjiwa kewirausahaan dapat beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan kondisi pasar yang sangat fluktuatif.
3. Meningkatkan keterlibatan karyawan:Â Para karyawan berjiwa kewirausahaan pun akan merasa diberdayakan untuk membuat perbedaan serta akan memberi kecenderungan penilaian perusahaan yang lebih puas dan produktif.
4. Meningkatkan pengalaman pelanggan: Para enterpeneur di kantor tentunya dengan adanya penanaman budaya enterpreneurship akan bersemangat untuk melampaui harapan pelanggan.
Membawa Semangat Enterpreneurship ke Kehidupan Kerja
Kehidupan kerja setiap orang tentunya berbeda-beda, meski begitu, ada beberapa hal yang dapat menjadi benang merah dalam membawa atau melatih semangat enterpreneurship ke kehidupan kerja masing-masing.Â
Pertama-tama, kita dapat berlatih untuk mengidentifikasi dan menyarankan perbaikan proses pada perusahaan tempat kita bekerja dimana kita bisa mencari cara untuk menyederhanakan tugas kita atau tugas tim kita. Kedua, kita bisa mempelajari keterampilan baru secara proaktif dimana kita memanfaatkan peluang pelatihan atau melakukan pembelajaran mandiri. Ketiga, kita bisa menjadi sukarelawan atau bergabung dalam proyek yang melibatkan diri kita sendiri sebagai latihan dimana kita belajar mengambil bentuk-bentuk tantangan baru bagi diri kita, dimana di dalamnya kita bisa mengembangkan asumsi, mempertanyakannya, membuktikannya, hingga mengusulkan solusi alternatif.
Selain itu, kita perlu membentuk diri kita sebagai "juara" bagi pelanggan dan orang-orang sekitar. Hal ini diungkapkan dengan berusaha lebih keras untuk memahami dan melampaui kebutuhan maupun ekspektasi pelanggan.Â
Untuk dapat ke sana, kita perlu melihat berbagai referensi dan juga studi kasus yang mampu terus menginspirasi kita. Hal itu dapat diperkuat pula dengan berjejaring dan berbagi ide dengan cara terhubung dengan berbagai rekan di berbagai departemen dan belajar dari pengalaman mereka.
Konklusi
Pada akhirnya, kita dapat melihat bahwa untuk memiliki semangat wirausaha, seseorang tidak harus selalu menjadi pemilik usaha. Semangat ini adalah sesuatu yang hidup dan dapat kita pupuk terus di dalam diri kita untuk dapat bertumbuh serta berkembang.Â
Dengan menerapkan kualitas-kualitas semacam ini, kita dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap organisasi, karier, dan pertumbuhan pribadi kita sendiri menghadapi dunia nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H