Penggunaan ponsel pintar dan gawai dewasa ini, dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat Gen-Z. Bahkan orang tua dewasa ini membiarkan putra - putrinya yang masih dibawah umur untuk mengakses gawai dengan mudah (CLSD.Psikologi, 2023). Dengan cukup mudahnya akses gawai bagi masyarakat Indonesia, dapat dipastikan di masa depan Indonesia akan menjadi salah satu raksasa teknologi digital di Asia (Rahmayani, 2015).Â
Mungkin dengan adanya statement di atas, dapat membuat saudara - saudari sekalian cukup lega dan tidak khawatir atas perilaku Gen-Z yang sudah dipengaruhi oleh digitalisasi. Namun akses mudah gawai yang mudah bagi masyarakat Gen-Z, merupakan "pisau bermata dua" terhadap tumbuh kembang masyarakat Gen-Z itu sendiri.Â
Perlu diingat bahwa masyarakat Gen-Z adalah masyarakat yang hidup beririsan dengan perkembangan teknologi yang dinamis. Di mana masyarakat Gen-Z memiliki akses yang sangat mudah dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.Â
Perlu diingat bahwa pada masa kejayaan ponsel Blackberry sepuluh tahun lalu di Indonesia kurang lebihnya dipengaruhi oleh keberadaan masyarakat Gen-Z, di mana mayoritas penggunanya menggunakan ponsel pintar tersebut untuk melakukan kegiatan bermedia sosial melalui layanan Blackberry Messenger (BBM) (Azlen, 2024).Â
Penulis berusaha mengasumsikan bahwa pengguna ponsel Blackberry pada masa itu adalah anak - anak hingga remaja (mungkin rentang usia 9 hingga 15 tahun). Maka daripada itu, pengguna ponsel Blackberry pada masanya cukup banyak diakses oleh masyarakat Gen-Z yang masih di bawah umur.Â
Secara pemahaman dan literasi digital, agaknya masyarakat Gen-Z mungkin akan lebih cakap daripada masyarakat pada generasi - generasi sebelumnya.Â
Wajar saja, masyarakat Gen-Z memiliki privilege dalam mengakses teknologi informasi dan komunikasi lebih dulu daripada generasi sebelumnya. Namun ada beberapa hal yang perlu diketahui, bahwa tidak sedikit efek buruk penggunaan gawai pada usia muda (anak - anak hingga remaja) diantaranya;Â
(1) kecanduan akan gawai, (2) tidak dapat fokus belajar, terutama dalam hal membaca, (3) sosial dan emosi yang tidak stabil, serta (4) buruknya kondisi tubuh karena kurangnya aktivitas gerak (CLSD.Psikologi, 2023).Â
Tidak heran apabila saudara - saudari melihat fenomena di mana teman - teman Gen-Z lebih "melek" teknologi. Karena pada dasarnya digitalisasi dapat dikatakan sebagai "makhluk hidup lain" yang tinggal berdampingan dengan masyarakat Gen-Z, di mana setiap evolusi dan revolusinya dirasakan secara langsung oleh masyarakat Gen-Z.Â
Dengan begitu timbul sebuah pertanyaan besar, "Apakah masyarakat Gen-Z merupakan rekan yang baik dalam pekerjaan ? Atau malah menjadi penghambat bagi organisasi pekerjaan?".Â
Sebelum menilai lebih jauh lagi terkait masyarakat Gen-Z, penulis perlu meluruskan bahwa dalam tulisan ini tidak menilai angkatan kerja yang baik ataupun buruk.Â