Menteri Keuangan Kabinet Merah Putih, Dr. Sri Mulyani Indrawati (SMI) resmi mengumumkan kenaikan Pajak Pertambauan Nilai (PPN).
Kenaikan dari 11 persen menjadi 12 persen tersebut resmi diumumkan  usai Raker dengan Komisi XI DPR per Rabu, 13 November 2024.Â
SMI menyampaikan bahwasanya kenaikan PPN 12 persen tersebut tidak membabi buta. Menurutnya, semua demi APBN.
APBN Â yang digunakan untuk membiayai negara. Kenaikan PPN 12%Â tersebut, akan berlaku resmi mulai 1 Januari 2025.
Sebagai salah satu warga negara kelas menengah bawah, kenaikan PPN tersebut tentu saja menimbulkan perasaan was-was akan kemampuan daya beli.Â
PPN naik, sudah tentu akan diikuti dengan kenaikan harga barang dan jasa. Sementara, kenaikan gaji pekerja per tahun tidaklah signifikan bahkan tidak naik-naik.
Tak hanya itu, bisa jadi implikasi lainnya adalah perusahaan mengetatkan biaya dengan mengurangi sejumlah karyawannya.Â
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pun membayangi penantian tanggal pemberlakuan kenaikan PPN tersebut.
Dampak bagi kelas menengah
Seperti biasa, pengumuman kenaikan pajak atau harga barang yang digunakan oleh seluruh masyarakat seperti listrik dan BBM biasanya diikuti dengan bantuan.
Banyak rasanya berbagai bantuan kini digelontorkan kepada masyarakat yang terkena dampak suatu kebijakan, atau dinilai layak mendapatkan bantuan berupa uang tunai dan non tunai.
Sayangnya, bantuan-bantuan tersebut jarang menyasar masyarakat kelas menengah bawah yang dinilai mandiri sehingga tidak termasuk dalam kelompok sasaran.
Padahal, kelompok kelas menengah bawah ini bergaji kecil hingga sedang-sedang saja.Â
Tidak jarang, mereka harus mencari tambahan pekerjaan di luar kerja utamanya untuk membiayai kehidupan rumah tangga yang semakin meningkat.
Kita berhitung mulai dari biaya yang harus dikeluarkan untuk kebutuhan dasar. Keperluan pokok berupa pangan, sandang, dan papan.Â
Barang-barang ini pasti akan naik. sekalipun sebutannya dihaluskan dengan istilah sebagai "penyesuaian harga" yang sulit untuk diajak kompromi.
Harga kebutuhan pangan pokok tentunya bakal naik. Bahkan boleh jadi naiknya lebih awal daripada pemberlakukan PPN 12 persen.Â
Setali tiga uang,  harga sandang juga bakal  ikutan naik. Apalagi menghadapi momentum Natal dan Tahun Baru 2025.Â
Bahan bangunan, tentunya ikut-ikutan naik. Pemilik rumah kontrak  dan kos-kosan juga mulai berhitung untuk menaikkan angka sewanya.
Belum lagi biaya untuk kesehatan dan pendidikan anak-anak. Â Tak semua orang di-cover biayanya dengan BPJS kesehatan atau Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk pendidikan.
Semua kenaikan harga ini bakal dibebankan kepada konsumen. Â Merekalah yang akan mendapatkan kesulitan untuk membagi financial rumah tangganya.
Kesulitan untuk mengalokasikan biaya untuk kebutuhan hidup ini menjadikan  masyarakat kelas menemgah bawah terpaksa membatasi belanjanya.
Daya beli melemah. Tadinya bisa makan lauk setiap hari, dikurangi menjadi 2 atau 3 hari saja.
Inilah salah satu implikasi dari kenaikan PPN 12 persen yang saling berkaitan ibarat mata rantai.
Kenaikan PPN 12 persen menyebabkan harga barang dan jasa naik. Sementara, pendapatan relatif tetap.
Akibatnya, daya beli masyarakat menjadi rendah. Persentase penduduk miskin bisa saja semakin bertambah banyak.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI