Agak susah memikirkan judul yang pas untuk goresan sederhana tentang perjalanan hidup dua tokoh teladan  ini, Bapak Tjiptadinata Effendi dan Ibu Roselina Tjiptadinata.
Bukan karena sedikitnya keteladanan yang akan diunggkapkan melainkan banyak sekali yang ingin diceritakan. Termasuk bagaimana memilih topik yang tepat untuk merepresentasi seluruh rangkaian cerita tersebut.
Namun setelah merenung beberapa kali, rasanya judul "Kasih Tak Kenal Batas, Meneladani Perjalanan Hidup Pak Tjip dan Bu Roselina" cocok untuk kado 60 tahun pernikahan beliau berdua. Semoga berkenan.
Sekalipun belum pernah bertatap muka secara langsung, atau bercakap-cakap rasanya beliau berdua selalu hadir lewat tulisan-tulisan sederhana berbasis pengalaman hidup pribadi yang berkualitas.Â
Saya mengenal Bu Roselina dan Pak Tjip karena kompasiana, rumah besar bagi ribuan anggota yang sama-sama suka menulis dan berbagi, mulai dari yang ringan-ringan saja hingga lumayan serius.Â
Rumah besar yang mana semua orang tak hanya menuangkan ide dan pengalaman hidupnya, tetapi menjadi sarana bertukar pikiran dan saling mengunjungi  lewat fasilitas dinding yang ada. Ya, bukan dinding pemisah, tetapi dinding silaturahim.
Prinsip hidup yang menjadi teladan
Sekalipun hanya mengenal dan berinteraksi dengan Pak Tjip dan Bu Roselina via kompasiana, rasanya seperti sudah lama mengenal dan dan menimba ilmu dan pengalaman dari kedua orang tua ini.Â
Hal yang paling menyenangkan adalah sapaan 'Ananda' yang selalu disematkan dalam kolom komentar  yang ada. Meskipun ada yang pernah merasa tidak nyaman kala disapa dengan panggilan kesayangan 'Ananda'.
Selama beriteraksi, ada beberapa prinsip dan pengalaman hidup yang saya petik dari bapak dan ibu asal Sumatera Barat ini yang rela hijrah ke Australia guna mengejar mimpi-mimpinya.
1.Senior duluan menyapa yunior
Di dalam adat orang timur (termasuk di daerah kami), biasanya yang yunior atau lebih muda-lah yang biasa menyapa yang senior atau lebih tua.Â