Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Miris, Buah Duku dan Rambutan Petani Tak Berharga Saat Panen Raya

11 April 2024   10:54 Diperbarui: 17 April 2024   10:00 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bajing loncat bsrpesta-pora menikmati buah duku yang sudah matang di atas pohon, adakah yang mau membeli? (Dokpri Greg Nafanu) 

Ada dua perasaan yang berkecamuk dalam hati setiap kali menikmati buah duku dan buah rambutan petani selama lebih kurang 2 minggu ini.

Perasaan pertama, senang sekali. Sebab buah yang segar dan matang pohon itu diperoleh secara gratis. Ambil sendiri pula di pohon. Dan itu diberikan secara tulus oleh pemilik. 

Namun bersamaan dengan itu, muncul perasaan lain. Miris, karena buah yang berkualitas itu kini seperti tak ada harganya di lokasi yang ada. 

Panen raya, malah membuat petani gigit jari. Sebagian besar buah jatuh dan membusuk di tanah. Tetangga yang berminat boleh mengambilnya sendiri. Dan beberapa ekor bajing loncat juga ikut berpesta pora di atas pohon. Menikmati manisnya rambutan dan duku.

Terbayang berapa lembar uang seratus rupiah yang bisa didapatkan oleh petani apabila buah duku dan rambutannya itu bisa dijual dengan harga yang cukup tinggi.

Saat ini, harga rambutan di tingkat petani Baradatu menurun hingga Rp 500 per kilogram. Harga duku pun demikian. Ada yang mencoba memasarkan lewat medsos, Rp 10.000 per 3 kiloggram. 

Di pasar, harga duku masih bertahan pada Rp 5.000 per kilogram. Namun banyak juga yang mulai membusuk karena tidak terbeli dan terpaksa dibuang oleh pemiliknya.

Sebelumnya, di akhir Maret 2024 harga rambutan di Kota Kupang NTT masih berkisar antara Rp 15.000 - Rp 20.000 per kilogram. Bahkan bisa naik hingga Rp 35.000 per kilogramnya. 

Namun tentunya tak segampang itu untuk mengirimkan buah-buahan yang memiliki beberapa persoalan ketika matang. Rempong banget kalau dikirim.

Sementara, serapan pasar lokal tak memadai. Banyak buah lainnya yang dijual di pasar terdekat, terutama di Pasar Baradatu. 

Tampak banyak sekali buah lokal yang dijual selain duku dan rambutan. Di samping itu, ada pula buah impor yang dijejer bersama buah lokal Nusantara. Termasuk di dalamnya pir, apel, dan jeruk.

Itulah sekelumit gambaran mengenai buah duku dan buah rambutan yang berkualitas namun hampir tak ada hampir tak ada harganya. Kondisi ini sedang terjadi di beberapa kampung yang ada di Kecamatan Baradatu, Kabupaten Way Kanan, Lampung.

Rambutan ini manis dan mlotok, cuma dihargai Rp 500 per kg (dokpri Greg Nafanu)
Rambutan ini manis dan mlotok, cuma dihargai Rp 500 per kg (dokpri Greg Nafanu)

Karakteristik Produk Pertanian

Hasil-hasil pertanian memang banyak memiliki persoalan. Masalah ini yang kemudian membuat para petani memilih untuk menjual hasilnya langsung di tempatnya.

Pemborong yang datang ke lokasi, negosiasi dengan petani dan kalau cook harga langsung diambil oleh si pemborong tadi. Kemudian dibawa dan dijual di tempat lain.

Ada beberapa faktor yang membuat petani enggan untuk mencari pasar tetapi melakukan praktik jual di tempat, sekalipun harganya sangat rendah.

1. Kurang informasi soal pasar

Meskipun ada petani yang berjiwa pedagang, kebanyakan petani memang bukan pedagang. Bahkan ada yang sama sekali tidak memiliki insting bisnis.

Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di lahan pertanian ketimbang mencari informasi mengenai pemasaran hasil-hasil produksi.

Padahal, jika petani mampu mencari dan mendapatkan pasar yang lebih baik maka penghasil berupa uang pun bisa meningkat. Tentu saja, harus mampu juga menghitung biaya, pesaing, dan juga permainan-permainan di dalam sistem pemasaran itu sendiri.

Nah, daripada memikirkan banyak hal seperti transportasi, perlakuan selama pengangkutan, seleksi dan permintaan lain dari pembeli ya lebih baik dijual langsung pada pemborong. 

Butuh proses memang. Misalnya membangun koordinasi antarpetani untuk melakukan pemasaran bersama. Namun praktik memang seringkali tak semudah teori. 

2. Produk pertanian itu voluminous

Selain petani kurangg informasi mengenai pasar, hasil produk pertanian umumnya memiliki karakteristik voluminous. Membutuhkan ruangan yang besar untuk menampung atau menyimpan hasil-hasil ini. 

Karakteristik yang voluminous ini juga bermasalah dengan pengangkutan. Memerlukan alat angkut yang memiliki daya tampung besar untuk bisa mengangkut produk-produk pertanian ini ke daerah lain yang membutuhkannya.

Bajing loncat bsrpesta-pora menikmati buah duku yang sudah matang di atas pohon, adakah yang mau membeli? (Dokpri Greg Nafanu) 
Bajing loncat bsrpesta-pora menikmati buah duku yang sudah matang di atas pohon, adakah yang mau membeli? (Dokpri Greg Nafanu) 

3. Produk pertanian bersifat perishable

Perishable, mudah rusak. Seringkali buah sudah rusak di atas pohon. Ketika dipanen pun banyak yang mengalami kerusakan. Buah yang rusak, tak ada nilainya lagi.

Perlakuan pasca panen masih sulit dilakukan oleh petani. Apalagi hingga mencoba untuk membuat pengolahan makanan seperti manisan dan pengalengan buah. 

4. Kualitas produk non homogen

Produk pertanian adalah komoditas yang tidak seragam, non homogen. Contohlah buah duku. Di dalam satu pohon, ukuran buah bermacam-macam.

Ada yang berukuran kecil, sedang hingga besar. Seringkali kematangannya pun tidak serempak. Ketika sebagian sudah matang, ada yang belum saatnya untuk dipetik.

Agar bisa dijual dalam ukuran yang relatif sama, maka produk buah-buahan ini harus dipilah terlebih dahulu berdasarkan penampilan fisik atau ukuran.

Adakah Jalan untuk Mereka?

Seharusnya ada beberapa jalan untuk pemasaran produk pertanian, khususnya buah rambutan dan duku yang tahun ini hampir tak ada harganya sama sekali.

Beberapa alternatif diantaranya adalah pemasaran bersama, pengolahan pasca panen, dan pemerintah mengoptimalkan perannya sebagai fasilitator.

Pemasaran bersama perlu dilakukan agar petani dapat menemukan pasar yang bisa menerima hasil-hasil produk pertanian mereka. Dengan adanya pemasaran bersama, kendala transportasi pun bisa diatasi secara bersama-sama.

Petani juga bisa berada dalam posisi tawar yang agak kuat ketika ditawar produknya. Sebab semua petani di sekitar kompak dengan menentukan harga yang sama untuk komoditasnya.

Pengolahan buah pasca panen juga penting untuk dipikirkan. Perlu ada pemikiran mengenai pengolahan produk ini seperti pengalengan buah, atau dalam bentuk lain yang bisa bertahan.

Pemerintah perlu memainkan perannya sebagai fasilitator, baik menjadi jembatan untuk memasarkan produk pertanian atau berperan sebagai pembina pengolahan produk pertanian.

Dalam satu pohon pun ukuran buah duku tidal homogen, perlu disortasi (dokpri Greg Nafanu)
Dalam satu pohon pun ukuran buah duku tidal homogen, perlu disortasi (dokpri Greg Nafanu)

Dengan adanya intervensi ini, kiranya komoditas hasil pertanian seperti duku dan rambutan ini dapat dipasarkan dengan baik. 

Konsumen bisa menikmati buah yang ada, sementara petani juga dapat menikmati 'buah' dari produk yang ia miliki.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun