Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Miris, Buah Duku dan Rambutan Petani Tak Berharga Saat Panen Raya

11 April 2024   10:54 Diperbarui: 17 April 2024   10:00 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Satu karung buah duku dan sekantong buah rambutan ini diberi secara gratis oleh sahabat tani di kampung, tak mau dibayar (dokpri Greg Nafanu)

Itulah sekelumit gambaran mengenai buah duku dan buah rambutan yang berkualitas namun hampir tak ada hampir tak ada harganya. Kondisi ini sedang terjadi di beberapa kampung yang ada di Kecamatan Baradatu, Kabupaten Way Kanan, Lampung.

Rambutan ini manis dan mlotok, cuma dihargai Rp 500 per kg (dokpri Greg Nafanu)
Rambutan ini manis dan mlotok, cuma dihargai Rp 500 per kg (dokpri Greg Nafanu)

Karakteristik Produk Pertanian

Hasil-hasil pertanian memang banyak memiliki persoalan. Masalah ini yang kemudian membuat para petani memilih untuk menjual hasilnya langsung di tempatnya.

Pemborong yang datang ke lokasi, negosiasi dengan petani dan kalau cook harga langsung diambil oleh si pemborong tadi. Kemudian dibawa dan dijual di tempat lain.

Ada beberapa faktor yang membuat petani enggan untuk mencari pasar tetapi melakukan praktik jual di tempat, sekalipun harganya sangat rendah.

1. Kurang informasi soal pasar

Meskipun ada petani yang berjiwa pedagang, kebanyakan petani memang bukan pedagang. Bahkan ada yang sama sekali tidak memiliki insting bisnis.

Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di lahan pertanian ketimbang mencari informasi mengenai pemasaran hasil-hasil produksi.

Padahal, jika petani mampu mencari dan mendapatkan pasar yang lebih baik maka penghasil berupa uang pun bisa meningkat. Tentu saja, harus mampu juga menghitung biaya, pesaing, dan juga permainan-permainan di dalam sistem pemasaran itu sendiri.

Nah, daripada memikirkan banyak hal seperti transportasi, perlakuan selama pengangkutan, seleksi dan permintaan lain dari pembeli ya lebih baik dijual langsung pada pemborong. 

Butuh proses memang. Misalnya membangun koordinasi antarpetani untuk melakukan pemasaran bersama. Namun praktik memang seringkali tak semudah teori. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun