Musim tanam kini semakin bergeser. Bergesernya lumayan jauh, dari bulan Oktober dan November ke bulan Desember dan Januari. Bahkan hingga bulan Februari.
Itu pun hujan datangnya tak tentu. Jika tahun-tahun sebelumnya, musim hujan yang hampir selalu diprediksi dengan cukup baik kini sulit diprediksi. Katanya sih, kemungkinan perubahan iklim global, ditambah lagi dengan fenomena El Nino di tahun 2023 ini.
Perubahan ini, adalah faktor eksternal yang tak dapat kami kontrol. Fenomena ini berjalan dengan sendirinya. Entah dimulai darimana dan akan berakhir di mana.
Namun kami sebagai petani gurem ini tidak terlalu paham, kok bisa ya yang namanya perubahan iklim ditambah fenomena El Nino membuat musim tanam bergeser seperti saat ini.Â
Penjelasan yang dapat kami terima dari orang-orang pintar, bahwasanya saat ini memang terjadi perubahan iklim. Bahasa kerennya climate change.Â
Katanya sih, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim global. Sebagian besar diakibatkan oleh perbuatan manusia yang ingin mendapatkan keuntungan berganda.Â
Adanya gas-gas di dari rumah kaca menjadi penyebab perubahan iklim global. Ada beberapa gas di atmosfer bumi yang berfungsi seperti kaca di dalam rumah kaca.Â
Gas-gas ini membuat suatu perangkap panas matahari yang berbahaya bagi makhluk hidup di bumi. Panas ini dijaga dengan baik, dan tidak bocor. Lalu dipantulkan kembali ke angkasa.Â
Aktivitas manusia, disinyalir sebagai kontributor pada peningkatan konsentrasi gas-gas tersebut, seperti karbondioksida (CO2), gas metana, dinitrogen oksida, dan gas berfluorinasi. Peluang bocornya ozon ini kemudian memberi sumbangan bagi perubahan iklim global.Â
Global climate change juga diakibatkan karena peningkatan emisi. Pembakaran batu bara, gas, dan minyak bumi menimbulkan dikosida dan nitrogen dioksida. Belum lagi laju deforestasi yang tidak terkendali dan pemanfaatan pupuk nitrogen yang berlebihan di dunia pertanian.
Selain itu, penggunaan bahan bakar minyak (BBM) kendaraan bermotor pun memberi kontribusi pada perubahan iklim global. Bensin dan bahan bakar lainnya yang digunakan adalah bahan bakar fosil. Pembuangan gas kendaraan tersebut mengandung polusi berupa gas kimia.
Semakin banyaknya kendaraan yang menggunakan BBM fosil, memberi kontribusi pada peningkatan perubahan iklim di dunia. Penumpukan sampah juga menghasilkan gas metana yang ikut memberi dampak bagi terjadinya perubahan iklim.Â
Apa yang Harus Dilakukan Petani Menghadapi Perubahan Iklim Global?
Sebagai petani gurem yang hanya berjuang untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga, kami selalu berusaha untuk memastikan bahwa lahan, tanaman, dan ternak kami tetap dipertahankan. Tak hanya dinikmati oleh generasi sekarang, tetapi berlanjut hingga ke anak, cucu, dan cece kami.
Namun banyak persoalan yang tak mampu kami hadapi. Terutama berkaitan dengan faktor-faktor eksternal yang tak dapat dikontrol.Â
Karenanya, perlu berpikir ulang tentang konsep pertanian yang selama ini telah kami peroleh. Konsep menggenjot produksi dan produktivitas lahan, menyebabkan peningkatan penggunaan pupuk kimiawi dan pestisida.Â
Peningkatan penggunaan input pertanian yang cenderung meningkat, ternyata berkontribusi juga pada peningkatan emisi. Selain lahan meningkatkan ketergantungan lahan terhadap pemupukan bersumber dari pupuk kimiawi.
Berpikir cerdas dengan memetakan kembali perubahan-perubahan iklim yang tengah terjadi. Memetakan musim hujan yang sudah bergeser ke bulan lain. Juga memprediksi berapa lama kira-kira hujan turun dalam setahun.Â
Dengan mengetahui perkiraan tentang kapan hujan akan turun dan dalam berapa bulan hujan membasahi bumi dengan jumlah air yang cukup untuk bertanam, maka kami akan menentukan jenis tanaman yang cocok untuk ditanam saat itu.
Konservasi air, juga harus menjadi prioritas kami. Bagaimana menangkap air sebanyak mungkin dan masuk ke dalam tanah untuk membantu air tanah. Mencegah run off saat musim hujan dengan menanam tumbuhan cover crop yang cocok di sekitar kebun kami.Â
Cocok artinya tak hanya dapat berfungsi untuk menutup lahan, tetapi dapat dimanfaatkan pula sebagai sumber pangan manusia dan juga sebagai pakan ternak.Â
Banyak yang sebenarnya bisa kami lakukan di kebun kami. Sebab kami berkuasa penuh atas pengembangan lahan-lahan kami. Mengelola kebun dengan bijak. Bisa mengintegrasikan ternak dan tanaman dalam areal kebun kami.Â
Hanya saja kami masih sering terbawa oleh promosi-promosi yang sangat gencar dari perusahaan-perusahaan berskala nasional dan internasional.
Promosi tentang benih unggul yang diproduksi oleh perusahaan tertentu ternyata sudah menggeser, bahkan meniadakan benih-benih unggul yang selama ini kami pertahankan secara turun-temurun.
Sebagai petani, nenek moyang kami telah mengenal yang namanya pertanian organik. Memanfaatkan pupuk alami yang mana sisa-sisa tanaman dikembalikan kepada alam, mengalami pelapukan, penguraian dan dapat memperbaiki tanah. Pada akhirnya mengembalikan kesuburan tanah.
Itulah beberapa cara cerdas yang perlu dipersiapkan oleh seorang petani gurem menghadapi perubahan iklim global. Harus dimulai dari sekarang dengan mencoba berbagai cara untuk mampu beradaptasi menghadapi perubahan.Â
Evolusi di dunia mengajarkan kita bahwa perubahan akan selalu terjadi di bumi ini. Makhluk hidup harus beradaptasi atau punah ketika tidak mampu menyesuaikan diri.Â
Demikian catatan seorang petani gurem terkait pergeseran musim tanam akibat perubahan iklim global.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya