Beberapa pria dan wanita, juga menjadi buruh dengan menderes karet milik orang lain dengan sistem paruhan. Hasil getah karet, dibagi dua. Satu bagian untuk tuan kebun dan satu bagian lainnya untuk upah penderes.
Sekalipun sudah terbiasa melakukan penderesan, ada beberapa persoalan klasik yang dihadapi oleh para petani. Tentu saja, berpengaruh terhadap kualitas dan harga getah karet. Dari hasil diskusi dengan sahabat petani karet Bukit Jambi, ada 4 hal pokok yang menjadi persoalan petani karet di sana.
1. Getah karetnya kotor
Pengalaman berkunjung ke beberapa kebun karet petani, ternyata kulit-kulit karet yang disadap banyak yang masuk ke mangkok penampungan getah dan dibiarkan saja. Ada pula getah karet yang tidak jatuh ke tanah.
Pada waktu petani mengambil cairan getah karet yang ada di tanah, terambil pula debu, kerikil, daun dan ranting yang melekat. Akibatnya, kualitas getah karet yang dibawa ke penimbangan atau pengepul menjadi menurun. Dan pengepul pasti akan memotong berat getah karet dalam keadaan demikian.
Jika tidak mau dipotong, berarti petani harus membawanya kembali ke rumah, atau pergi menjualnya di tempat lain. Sementara, mereka sedang membutuhkan sejumlah uang kas untuk membiayai kebutuhan hidup keluarga. Karenanya, petani pasrah saja ketika bobot karetnya dipotong.
2. Memiliki kadar air tinggi
Selain kotor, kadar air juga berpengaruh terhadap harga. Di tingkat petani, getah karet yang baru diambil dan digumpalkan langsung dibawa dan ditimbang ke pengepul yang ada di sekitar kampung.
Datang dengan membawa karet yang airnya banyak. Bahkan masih mengalir di timbangan ketika melakukan proses penimbangan. Lagi-lagi, melihat kondisi ini maka pengepul mengambil kebijakan untuk memotong bobot getah milik petani.