Volume sopi dalam gelas takar, maksimal diisi seperempat. Tujuan dari kehadiran sopi dalam perjamuan adat, adalah sebagai penghormatan. Karenanya, tidak boleh diberikan dalam jumlah yang banyak.
Lalu peserta perjamuan adat yang tidak terbiasa minum sopi atau jenis alkohol lainnya, dapat melewatkan jatahnya pada orang lain. Tidak ada unsur paksaan dalam hal ini.
Uniknya, sopi biasa diedarkan di tengah perjamuan adat. Salah seorang anak muda, bertugas untuk mengedarkannya. Gelas pertama dan terakhir harus menjadi bagian dari petugas pengedar sopi tersebut.
Dalam bahasa daerah setempat kami, gelas pertama dinamakan mapuat atau diterjemahkan secarar bebas sebagai kotoran yang harus dibersihkan. Sementara gelas terakhir disebut dengan haena atau dasar botol yang tidak boleh disajikan. Namun diminum oleh orang yang bertugas sebagai pengedar.
Jika sudah tidak ada lagi edaran sopi, maka pengedar akan menyampaikannya dalam tutur adat setempat. Dan semua orang yang ikut serta dalam perjamuan adat pun tidak akan mengerti.
Overdosis Sopi
Lantas, mengapa ada saja orang yang mabuk dan tidak dapat mengendalikan diri? Sebab, setelah minum adat mereka mencari sopi yang lebih banyak lagi. Duduk melingkar, lalu minum dan minum tanpa terkontrol lagi. Overdosis alias OD.
Akibatnya, muncul persoalan. Alkohol mulai bereaksi. Teman menjadi lawan. Kawan berubah menjadi musuh. Cecok mulut sampai adu fisik. Bahkan ada yang sampai muntah-muntah dan tak sadarkan diri.
Jika sudah demikian maka tentunya banyak yang dirugikan. Selain diri sendiri, keluarga, saudara, dan orang lain ikut dirugikan. Tak hanya berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan peminum. Tetapi telah mengganggu kamtibmas.Â
Karenanya, konsumsi sopi sebaiknya dikurangi bahkan ditiadakan. Semoga banyak orang  tidak akan mengkonsumsi sopi dan jenis alkohol lain di malam tahun baru ini hingga teler.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H