Menjelang akhir dan awal tahun, beberapa orang mulai mengubah penampilannya. Tak peduli, tinggal di kota atau desa. Tetapi harus tampil beda. Kebanyakan, dilakukan oleh kaum muda pria dan wanita. Juga anak-anak remaja, tak mau ketinggalan. Beberapa ibu yang sudah lumayan berumur pun tak mau kalah.Â
Ya,tampil beda dan baru. Selain pakaian, penampilan rambut pun selalu diperhatikan. Biasanya pada mengikuti trend yang sementara viral. Diviralkan oleh artis atau figur terkenal, lalu ditiru oleh followers-nya.
Para pria pun tak ketinggalan. Mengikuti style rambut artis-artis terkenal. Berlama-lama di salon atau minimal barbershop. Tak suka di tempat cukur rambut biasa. Tak ada pilihan model, katanya.Â
Ah, barangkali hanya diriku yang sulit mengikuti gaya rambut dari tahun ke tahun. Tentu saja ada alasan, mengapa tidak mengikuti gaya rambut yang lagi nge-trend. Rambut dipotong cepak dan tak dicat warna-warni. Apalagi umur sudah 40-an. Rasanya tak perlu, untuk saya.
Berikut 5 alasan mengapa saya selalu memotong rambut dengan format 1:1:1:2.
Alasan pertama, mengikuti gaya bapak. Sejak kecil rambut saya telah dipotong oleh almarhum ayah dengan format 1:1:1:2 yang mana belakang dan samping kiri-kanan ukurannya 1 cm. Bagian atasnya 2 cm. Tak ada tawar-menawar kalau sama bapak tua yang satu itu. Akhirnya saya menjadi terbiasa.Â
Ketika besar rambut saya tetaplah dicukur mengikuti format dari bapak. Model ini pun saya berlakukan pada anak cowok saya yang belum bisa menata rambutnya sendiri. Entah kalau besar nanti, apakah akan menata rambutnya seperti apa.Â
Alasan kedua, rambut saya keriting anti air. Dengan model rambut seperti  ini rasanya berat jika dibiarkan untuk tumbuh gondrong. Malah terlihat seperti bakul dan brekele. Sudah begitu, menyisirnya pun lama karena keras. Kudu menggunakan sisir besar. Huh, butuh waktu yang lumayan lama untuk menatanya.
Ketiga, rambut mudah ketombean. Apabila rambut mulai panjang sedikit, maka sekitar kepala akan muncul ketombe. Padahal, setiap kali mandi saya selalu membilas dan menggosok kepala dan rambut dengan shampoo. Entahlah, apakah karena banyak kelenjar minyak di akar rambut saya pun tak tahu. Yang pasti, saya pun tak suka menggunakan minyak rambut.
Keempat, biar rambut tak perlu disisir. Habis mandi, cukup diusap-usap rambut yang ada di kepala dengan jemari. Selesai sudah. Demikian juga, ketika menggunakan helm maka tak perlu menyisir lagu rambut saat membuka helm. Apa yang mau disisir, toh tata letak rambutnya tidak berubah.
Alasan kelima, biar menjadi contoh. Ketika mengajak anak, keponakan, atau anggota keluarga cowok yang rambutnya sudah panjang agar dicukur, maka saya bisa menggunakan rambut saya sebagai model.Â
Ya, satu-dua ponakan bisa mengikuti, tetapi yang lain ogah juga sih mengikuti potongan yang katanya jadul dan tak mengikuti trend. Tetap memilih style sendiri yang katanya lagi trend.
Itulah 5 alasan, mengapa saya tidak pernah ikutan mengubah tata rambut setiap tahun. Tetap cepak dengan format 1:1:1:2. Hehehe, selamat menata rambut menjadi indah dan menarik, namun buatlah itu menjadi tetap nyaman bagi diri sendiri dan tentunya bagi orang lain pula.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H