Penduduk dunia diproyeksikan mencapai 8 miliar. Demikian diumumkan oleh PBB  per 15 November 2022. Pemberitahuan ini sekaligus sebagai peringatan mengenai dampak dari ledakan penduduk di masa depan. Salah menanganinya maka  eksistensi manusia terancam.
Ledakan penduduk nampaknya tetap tidak bisa dikendalikan, sekalipun ada program-program pengendalian penduduk. Natality selalu lebih besar daripada mortality di tahun yang sama. Pengetahuan dan teknologi, utamanya di bidang kesehatan dan sektor terkait, mampu meningkatkan kesehatan penduduk dan meningkatkan harapan hidup manusia.
Lantas, akankah sumber-sumber pangan di dunia mampu memenuhi kebutuhan 8 miliar manusia? Apakah produksi dan produktivitas lahan pertanian kita juga ikut meningkat seiring pertambahan penduduk dunia?
Bagaimana pula dengan luas lahan pertanian dari tahun ke tahun. Meningkat atau malahan berkurang akibat dikonversi menjadi areal non pertanian? Persoalan menjadi beragam dan rumit. Kejadian yang satu, mempengaruhi kejadian lainnya, seperti efek bola salju yang menggelinding kemana-mana.
Krisis Pangan
Krisis pangan, tengah membayang-bayangi penduduk dunia. FAO selaku lembaga PBB yang mengurus pertanian dan pangan dunia telah membunyikan alarm krisis pangan per Oktober 2022 lalu.
Bertepatan dengan World Food Day 2022 (16 Oktober 2022), FAO merilis 5 negara yang terancam dan tengah mengalami bencana kelaparan. Sekira 970.000 orang berisiko mengalami kelaparan. Di Afghanistan, Ethiopia, Somalia, Sudan Selatan, dan Yordania.
Menurut prediksi FAO, potensi  jumlah orang yang kelaparan bakal meningkat apabila tidak ada tindakan yang berarti untuk mengatasi krisis ini.
Pertambahan penduduk, tidak diikuti pertambahan lahan. Sejak awal mula diciptakan, bumi kita tidaklah bertambah. Bagian daratan, telah dikapling-kapling untuk kepentingan manusia. Sebagai lahan untuk pemukiman, industri, tambang, peternakan, dan lahan tanaman  bagi kepentingan pangan manusia.
Lalu sebagai salah satu dari 8 M penduduk tersebut, tindakan apa yang bisa dilakukan untuk turut serta memberi kontribusi nyata dalam menanggulangi krisis pangan dunia?
Berpikir Global, Bertindak Lokal
Teman saya menyatakan demikian, ah bolehlah engkau memikirkan dunia, sampai ke Afrika atau Amerika sana. Namun kita memerlukan tindakan yang nyata dan bisa dilakukan.
Mulailah untuk melakukan sesuatu terhadap diri dan keluarga kecilmu dahulu. Lalu tetangga dan lingkungan di sekitarmu. Jika mereka semua sejahtera karena kontribusimu, maka engkau telah berperan juga terhadap kesejahteraan manusia di dunia.
Seorang dai kondang, Abdullah Gymnastiar pernah menyampaikan konsep 3M dalam program manajemen Qolbunya. Bagaimana berkontribusi nyata dalam membuat perubahan menuju ke arah yang lebih baik.
Saya pribadi suka dengan konsep 3M ala Aa Gym dimaksud. Tak muluk-muluk, tetapi sangat mendasar dan konsisten. Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal kecil, dan Mulai dari sekarang.
Kembali pada persoalan pangan untuk mencukupi kebutuhan makan 8 miliar penduduk di dunia. Rasanya memang, semakin terbebani dan akan terperangkap dalam posisi tidak mampu mencukupi pangan dunia.
Jika demikian, maka krisis pangan akan terjadi secara global. Bencana kelaparan akan makin meningkat. Sementara itu, banyak persoalan yang dihadapi oleh sektor pertanian sehingga tidak mampu memenuhi permintaan pangan manusia.
Karena itu diperlukan tindakan bersama, agar kebutuhan pangan 8M manusia  dapat tercukupi. Dua diantaranya, berhenti melakukan konversi lahan pertanian dan aktif mendukung usaha untuk mengantisipasi perubahan iklim.
Berhenti Melakukan Konversi Lahan Pertanian
Ketersediaan lahan, diartikan sebagai jumlah lahan yang ditempati oleh makhluk hidup, terutama oleh manusia untuk tinggal dan melakukan kegiatan. Lahan, ada yang produktif dan tidak produktif untuk diusahakan, utamanya di sektor pertanian sebagai penghasil pangan utama kita.
Dunia mengakui, sektor pertanian memiliki peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan pangan manusia. Namun semakin banyak lahan produktif dikonversi ke sektor non pertanian seperti pemukiman dan perkantoran, atau dikapling ke pertambangan.
Kajian KPK seperti yang dirilis dalam mongabay.co.id menyatakan, konversi lahan masih saja terjadi di beberapa tempat. Lahan pertanian yang subur, dialihfungsikan menjadi kebun sawit, tambang dan pemukiman.
Padahal, sudah ada regulasi yang mengatur tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang diatur dalam UU No 41 Tahun 2009. Bahkan sudah dilengkapi dengan PP No 25 Tahun 2012 yang mana menyebutkan alih kepemilikan lahan pertanian diperbolehkan, tetapi tidak bisa untuk alih fungsi.
Alih fungsi ini, bisa sampai kisaran 50.000-60.000 hektar per tahun. Setara dengan kehilangan pasokan 300.000 ribu ton beras per tahun. Â Itu baru berbicara dalam lingkup Indonesia. Bagaimana jika di negara lain pun berlaku hal yang sama, konversi lahan produktif untuk sektor lain akibat pertambahan penduduk? Saatnya berhenti melakukan konversi lahan pertanian ke sektor-sektor non produktif.
Aktif Mendukung Kegiatan Kampanye Perubahan IklimÂ
Perubahan iklim memang sudah, sedang, dan akan terjadi. Suhu yang semakin panas, kekeringan ekstrem dan banjir besar, akan berlangsung terus sebagai dampak dari perubahan iklim ini.
Sebagai salah satu penghuni bumi ini, tentunya dituntut tanggung jawabnya dalam upaya menghambat, bahkan mengatasi bencana besar akibat perubahan iklim itu sendiri.
Beberapa hal yang dapat dilakukan seperti tertulis dalam unep.org dan greenpeace.org adalah ikut meningkatkan kesadaran masyarakat. Dilakukan denagan cara berperan sebagai pelopor agar keluarga dan sahabat dapat mengurangi polusi karbon dalam aktifitas sehari-hari.
Mengubah pola makan dengan mengkonsumsi lebih banyak pangan nabati, termasuk salah satu tindakan yang mendukung program ini. Termasuk di dalamnya, berbelanjalah ke pasar lokal setempat. Kita dapat berkontribusi pada ekonomi rakyat kecil sekaligus mengurangi penggunaan emisi transportasi pengangkutan pangan antar lokasi, atau antar negara melalui kegiatan  impor.
Habiskanlah makanan kita. Ambillah sesuai porsi. Apabila ada sisa makanan, atau sampah-sampah berupa kulit buah, batang sayuran, dapat diberikan kepada ternak atau dibuat pupuk organik.
Dan mari kita menanam pohon. Deforestasi, kini sedang terjadi. Hutan-hutan semakin berkurang. Ditebang untuk kepentingan manusia. Tindakan kecil, namun berarti adalah menanam pohon di rumah kita. Jadikan rumah sebagai hutan mini.
Akhir kata, sekalipun bidang pangan tidak mampu mencukupi kebutuhan 8 miliar manusia, kita tak perlu takut dan tinggal diam. Berperilaku hemat dan efisien. Tidak jor-joran dalam mengksploitasi alam dan berdoa agar bencana besar tidak melanda bumi kita.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H