Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Transformasi Diri, Kado dari Sang Maestro

20 November 2022   11:46 Diperbarui: 20 November 2022   13:17 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku transformasi diri (dok pribadi)

Kemarin (Sabtu, 19 November 2022), sekira pukul 13.00 Wita, datang sebuah paket untuk saya. Tak disangka, buku tersebut adalah bingkisan dari Bapak Tjiptadinata Effendi. Saya lebih suka menyapanya dengan sebutan Pak Tjip.

Jadinya lumayan terhibur setelah gagal bertemu Pak Tjip dan Bu Roselina dalam kunjungan ke Kota Kupang, NTT beberapa waktu lalu. Dengan penuh haru bercampur gembira, kubuka sampul berwarna coklat tersebut.

Halaman depan tertulis, 'Transformasi DIRI dalam Mengarungi Samudra Kehidupan'. Pada baris terakhir tertulis nama Tjiptadinata Effendi. Pada pojok kiri atas, tercetak pula logo penerbitnya Elex Media Komputindo, salah satu grup KKG yang sudah tidak asing lagi di Nusantara.

Kubalik sampul belakangnya. Berisi ringkasan tentang apa yang melatarbelakangi munculnya buku berjudul Transformasi Diri. Ya, ternyata dorongan untuk melakukan sesuatu yang positif dan kuat itu bisa terjadi dimana saja. Di tempat publik, di ruangan privat. Saat ramai, pun ketika sepi melanda.

Transformasi Diri ala Sang Maestro, didapatkan ketika bersama sama kekasih Ibu Roselina terbang menuju Benua Kangguru, Australia. BTW, tentu saja terbang dengan pesawat, sebab manusia tak bersayap (hehehe). Ya, terbang menembus awan, mengarungi langit nan biru.

Pak Tjip bersama Ibu Roselina, adalah pasangan yang aktif memberi motivasi kepada saya sejak kembali aktif menulis di Kompasiana. Hampir semua Kompasianer selalu disapa beliau berdua.

 Ada dua pesan yang saya peroleh selama berinteraksi dengan beliau melalui kolom komentar yang disediakan. Pesan pertama, Sang Maestro memiliki tips sederhana saja. Tulislah apa yang Anda alami dalam kehidupan sehari-hari. Banyak hal baik yang dapat dibagikan kepada orang lain, dari pengalaman kita yang sederhana sekalipun.

Pesan kedua, menulis bisa membantu membuat pikiran kita terpola dengan baik. Menghindari kepikunan dini, dan tentu saja karena terbiasa menulis dengan pilihan kata yang teratur, maka cara menyampaikan pendapat secara lisan pun akan teratur.

Lembaran yang ingin kuisi transformasi diriku, hehehe (dok pribadi)
Lembaran yang ingin kuisi transformasi diriku, hehehe (dok pribadi)

Kubuka halaman pertama buku Sang Maestro. Hanya ada dua kata tertulis di situ, Transformasi Diri. Kuambil pena, meletakkannya di situ. Ingin rasanya aku segera menulis bagaimana akan mentransformasi diri, membuat goresan-goresan itu pada lembaran kosong tersebut.

Tapi suara hati menegur, sabar. Transformasi diri tak bisa Anda lakukan dalam hitungan menit. Reaktif pula. Tetapi itu adalah pergumulan hidup Anda. Lakukan refleksi terlebih dahulu. Endapkan dulu dalam bathinmu, semua pergumulan hidup yang telah Anda lewati. Ada sedih dan gembira. Ada kegagalan dan keberhasilan.

Lalu, apakah yang membuatmu bertahan hingga kini? Terdengar lagi suara hatiku. Ah aku tak tahu, bathinku. Berikanlah aku waktu. Aku akan menjawab semuanya. Yang pasti, saat ini aku hanya ingin hidup bahagia. Bersama keluarga kecilku, isteri dan anak-anak. Juga berguna bagi sesama, terutama dalam lingkup keluarga besar dan lingkungan sekitar.

Tak sadar, kubuka lembaran kedua. Tulisannya suda lebih ramai. Selain kata Transformasi Diri, ada tambahan satu baris di bawahnya, Dalam Mengarungi Samudra Kehidupan.

Kucari lembaran motto hidup Sang Maestro. Ternyata ada di halaman viii. "Sebuah Perahu Aman Bila di Darmaga, Akan tetapi Pasti Bukan untuk Itulah Perahu Dibuat". Lengkap dengan latar belakang perahu tertambat di darmaga.

Setiap pribadi punya motto yang menjadi spriti hidupnya (dok pribadi)
Setiap pribadi punya motto yang menjadi spriti hidupnya (dok pribadi)

Pagi ini, baru berani menuliskan ungkapan hati kepada Sang Maestro, Tjiptadinata Effendi. Yang pasti, bukan bagian dari memuja berlebihan. Hanya mengucapkan terima kasih, bisa menjadi bagian yang sedikit mengetahui perjalanan hidup Sang Maestro. Baik melalui Kompasiana, maupun lewat buku ini.

Tentunya, termotivasi agar dapat meningkat kualitas hidup secara terus-menerus. Umur, hanyalah deretan pertambahan angka. Sementara semangat, tidak akan pernah pudar, tetap tinggal bersama pribadi yang selalu bersemangat. Ketika gagal, bangkit lagi. Saat jatuh, bangun kembali.

Luar biasa. Usia 79 tahun rasa 39 tahun ya Pak Tjip. Salut untuk pengalaman hidupnya, dan terima kasih telah membaginya secara cuma-cuma. Mengirimkannya hingga rumah. Sekali lagi, Terima kasih Pak Tjip.

Teriring doa untuk Pak Tjip dan Ibu Roselina. Panjang umur, sehat selalu dan semoga karya-karyanya tetap berjalan dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun