Waktu menunjukkan pukul 20.30 WIB ketika rapat panitia Masa Penerimaan Anggota Baru (MPAB) selesai. Sebagai salah satu anggota SC, saya menawarkan untuk mengantar pulang salah seorang anggota panitia pelaksana (OC) ke kosnya.
Jarak Baranang Siang dengan Dramaga terbilang jauh. Memang sih masih dalam kawasan Bogor. Tetapi Dramaga adanya di kampus pusat IPB. Dua kali naik angkot jika menggunakan kendaraan umum. Naik angkutan 03, turun di Merdeka lalu pindah angkutan.
Jarak tidaklah masalah. Hitung-hitung, pedekate. Apalagi hampir semua teman seangkatanku sudah pada punya pasangan. Bahkan adik-adik angkatan pun sudah pada pacaran. Sementara diriku masih jomblo.
Dek, ntar abang aja yang anterin ya?" tawarku pada Maria sambil melempar senyum tipis. Berharap tawaranku tak ditolak. Sebab, mereka selalu berangkat rombongan. Sesama ladies.
Belum sempat dijawab, temannya langsung menjawab, iya bang. Bisalah, karena kami yang lain masih singgah ke kost teman di Malabar. Kupandang wajahnya. Maria tertunduk malu-malu. Jantungku berdegup kencang, takut tawaran baikku ditolaknya.
Tak ada jawaban darinya. Namun kulihat Erni teman dekatnya tak lama pamit bersama teman-temannya. Dan Maria masih tinggal, duduk di aula bersama beberapa anggota panitia yang indekos di sekitar sekretariat.
Perlahan aku masuk ke ruang sekretariat, menyambar jaket yang kusimpan di atas kursi. Cepat-cepat keluar lagi, dalam kondisi siap antar calon pacar (pede ni yee...). Takut Maria berubah pikiran. Ah, nampaknya ia pun senang-senang saja menerima tawaranku. Bathinku, agak mulai besar kepala, pede.
Kuulurkan helm cadangan padanya sambil melemparkan senyum. Dibalasnya dengan senyuman pula. Serr...agak gugup, dan hati berdebar-debar. Jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya.
Perlahan kupacu motor keluar dari sekretariat, diiringi siulan iseng si Andre dan Sormin. Dua sahabatku ini, isengnya nggak ketulungan. Andre yang asli Blitar dan masih memiliki keturunan Tionghoa. Dan si Sormin bermarga Siregar.
Perjalanan kami diisi dengan obrolan ringan-ringan saja. Seputar kuliahnya, teman-temannya dan aktifitas lain selain organisasi yang kami ikuti bersama. O ya, aku semester 6 dan Maria semester 2.
Sepulang dari mengantar Maria ke Dramaga, berkumpullah teman-teman isengku itu. Biasalah, pada malam minggu kami biasa berkumpul di sekretariat. Bahkan sering tidur di situ sampai pagi.
Si Andre mulai memberi pancingan. Wuih, makan-makan kita ya. Ada yang mau jadian nih. Belum sempat kujawab, sudah disambar sama si tengil Sormin. Tenang saja kawan. Dia paribanku. Jadi bisalah, engkau memakai marga Siregar.
Mereka pun memasang strategi dan meminta aku untuk cepat jadian. Tembak cepatlah, biar tidak kesalib sama yang lain, kata mas Setyo yang asli Wonosobo itu. Jadi ente harus telpon si Maria, ajak masuk misa jam 5 sore saja, di Katedral (maksudnya Katedral Bogor).
Kuiyakan saja saran teman-teman itu. Sebab, aku sebenarnya naksir sama Maria, hehehe. Keesokan paginya, kukumpulkan beberapa keping koin logam dan berjalan menuju telpon umum koin di Terminal Baranang Siang.
Waktu itu, kami hanya mengandalkan telepon koin. Dan telepon kos pun dipasang satu saja. Jadi harus sebutkan nama yang jelas, dan mohon ditunggu karena harus dipanggil dulu.
Setelah berbasa-basi sedikit, kuutarakan maksudku. Misa bareng jam 5 sore di Katedral. Ia menerima ajakanku, tetapi tak perlu dijemput. Bertemu saja di pos Security jam 4.45 sore.
Ah, mudah-mudahan Maria pun punya 'hati' untukku. Gumamku sambil meletakkan gagang telepon pada tempatnya.
Sore itu, jam 4.30 sore aku sudah berdiri di depan pos security, sambil ngobrol dengan salah satu satpam di situ yang sudah saling kenal.
Jadilah, sore itu kami berdua misa bersama. Duduk berdampingan. Beberapa teman yang melihat kami, memamerkan senyum dan gigi-gigi mereka. Ah, masa bodohlah. Namanya juga pedekate.
Selesai misa. Kutawarkan untuk mengantarnya pulang. Namun sebelum berangkat ke Dramaga, kubelokkan motor menuju ke Taman Air Mancur terlebih dahulu. Lho kok lewat sini bang? Tanya Maria. Mampir sebentar, Abang ingin sekoteng di Air Mancur dulu.
Taman Air Mancur ada di bilangan Jalan Jenderal Sudirman, Bogor. Lumayan banyak Makanan Tradisional Nusantara yang dijajakan di sana. Selain sekoteng, ada beberapa makanan terkenal di sana. Diantaranya, sop buntut, sate padang  dan sate madura, bubur ayam, sup buah, martabak, dan kudapan dongkal.
Bang, sekotengnya dua. Aku belum berani untuk memesan semangkok sekoteng untuk berdua. Takutnya, over pede yang berujung penolakan.Â
Sekoteng sendiri, asal mulanya dari Jawa Tengah. Namun menyebar ke daerah lain termasuk Bogor. Bahan-bahan membuat sekoteng adalah gula merah, jahe, santan, butiran mutiara, santan, sedikit kacang hijau, sangrai kacang tanah dan irisan roti. Paling enak dan kerasa, apabila dinikmati saat hangat-hangatnya di tengah udara malam yang sejuk dan dingin. Karenanya, sekoteng mudah ditemukan di Kota Bogor.Â
Pukul 8 malam, kuantar kembali Maria ke kosnya di Dramaga. Sepanjang jalan, aku mulai menyusun rencana bagaimana akan mengungkapan rasa kepada Maria. Agak grogi, namun sebagai lelaki aku harus berani untuk memulai.
Memulai untuk mengutarakan rasa suka kepada perempuan dengan konsekuensi diterima atau ditolak. Aku tak mau lewat comblang. Ingin menyatakannya sendiri, dari mulut ini.
Sampailah kami di kos. Umumnya kos perempuan, ada ruang khusus untuk terima tamu, di antara rumah pemilik kos dan kamar-kamar kos. Dengan demikian, sang pemilik kos dapat memantau orang-orang yang bertamu ke kos.
Kami berbincang-bincang sekira 15 menit sambil ditemani secangkir teh hangat. Ah, lumayan juga tehnya. Bisa mengademkan debaran hati ini.
Setelah menarik nafas dua kali, aku pun menyampaikan kepada Maria bahwa ada suatu hal yang ingin kusampaikan padanya. Wah, informasi apa Bang, nampaknya penting. Sahut Maria sambil melirik malu-malu.
O,ya sebelum mengutarakan rasa padanya, aku sudah menanyakan kepada Erni perihal pacarnya Maria. Dan dari Ernilah aku tahu kalau Maria juga belum punya pacar. Masih jomblo dia, kata Erni.
Dek..., bolehkah Abang menjadi teman spesialnya mulai saat ini? Tanyaku sambil menatap wajahnya. Lalu disahut,maksudnya apa Bang? Ya, kita pacaran sahutku.
Seketika suasana menjadi sepi. Aku diam, Maria pun tak bersuara. Selang beberapa detik, ia pun bangkit berdiri, berjalan sedikit ke tembok ruang tunggu dan menjawab. Apakah Abang sudah siap dengan jawabanku, Maria mulai bertanya. Kudengar suaranya agak bergetar.
Siap. Â Apapun itu jawabannya aku kuterima, sahutku. Â Bang, sebenarnya aku sudah ada yang punya. Orangnya telah menyatakan hatinya padaku, yaitu....
Belum selesai perkataannya aku pun memotong. Siapa itu Maria? Dan dijawab...orangnya adalah...adalah...Abang yang ada di depanku ini. Ah, lega rasanya. Ternyata Maria pun memiliki rasa suka dengan ku. Kalau begitu, mulai sekarang kita resmi pacaran ya.Â
Ups belum...sahutnya. Besok saja, kita resmikan dengan semangkok sekoteng. Semangkok untuk kita berdua. Ah, tak sabar diriku untuk menikmati semangkok sekoteng bersamanya. Kali ini dengan status yang jelas, Pacarku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H