Di tingkat SMA, tugas sudah dalam bentuk kelompok. Atau ringkas bab pelajaran, dengan panjang tulisan maksimum setengah halaman. Biasanya, guru rajin memeriksanya. Sementara untuk pelajaran seperti Matematika, Fisika dan Kimia, hampir tak ada PR.
Saya masih ingat cara guru Kimia SMA mengajar. Setiap siswa akan bergiliran mengerjakan soal di papan tulis setelah beliau menjelaskan.Â
Guru Kimia kami bernama Supriyadi, beliau tidak pernah menyalahkan setiap jawaban siswa di papan tulis. Tetapi akan dibantu hingga menyelesaikan soalnya dengan benar.
Pengalaman Membantu Siswa Mengerjakan PR
Materi pelajaran SD kelas 1 dan 2 kini semakin banyak dan bervariasi. Banyak kata di dalam buku pelajaran yang sulit dipahami oleh siswa seusia mereka. Belum lagi terkait dengan suruhan di dalam buku yang sering tidak dimengerti.
Siswa kelas dua SD misalnya. Telah belajar tentang penjumlahan dan pengurangan dengan angka 0 hingga 999. Setiap soal harus dikerjakan dengan dua cara, yaitu cara panjang dan cara pendek.Â
Jika siswa diberi tugas untuk mengerjakan 5 soal saja, yang akan dikerjakan berjumlah 10 soal karena setiap soal ada cara panjang dan cara pendeknya.
Karena terlalu banyak, siswa pun capek. Apalagi ada anak yang bermasalah dengan pergelangan tangannya sehingga tidak mampu menulis dengan cepat dan dalam jumlah yang begitu banyak.
PR lain yang sering membuat orang tua repot adalah terkait dengan kreativitas anak. Misalnya membuat mozaik dari biji-bijian, atau guntingan kertas.Â
Anak kesulitan untuk menyelesaikannya sesuai dengan ekspektasi guru. Jadinya, orang tua harus turun tangan. Tak sekedar membantu, tetapi malahan menjadi siswanya, menjadi pelaku utama pembuat mozaik.
Masih banyak contoh pemberian PR dari guru yang cukup menyulitkan siswa di rumah. Memang sih, ada guru yang memberikan PR yang mudah. Yang penting, siswa mengerjakannya di rumah dan dijadikan sebagai penyemangat untuk mengulang kembali pelajaran yang telah diperoleh di sekolah.