Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Berpakaian Adat ke Sekolah Tak Perlu Lengkap Atributnya

21 Oktober 2022   06:52 Diperbarui: 21 Oktober 2022   06:54 1067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini, muncul Permen Dikbud Ristek Nomor 50 Tahun 2022 Tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan baru ini memasukkan pakaian adat untuk dipakai oleh siswa ke sekolah.

Dalam Permen baru tersebut, siswa dapat menggunakan pakaian adat pada perayaan adat tertentu. Atau sebagai pakaian yang digunakan pada hari tertentu. Bergantian dengan seragam nasional, pramuka atau batik bagi sebagian daerah.

Anak-anak pria menggunakan kain adat NTT (dok foto: keluyuran.com)
Anak-anak pria menggunakan kain adat NTT (dok foto: keluyuran.com)

Sebelum muncul Permen ini, Pemerintah Daerah termasuk  NTT sudah terlebih dahulu menetapkan peraturan tentang penggunaan pakaian adat ke kantor atau ke sekolah pada hari-hari tertentu. Aturan tersebut, tentu saja melekat pada para pegawai daerah. Swasta lebih bebas, tergantung pada keputusan kantornya.

Selasa dan Jumat ditetapkan oleh Gubernur NTT untuk sebagai hari dengan menggunakan pakaian adat ke kantor dan sekolah. Tentu saja dengan beberapa kelonggaran, tak selengkap pakaian adat yang benar-benar harus dipakai ketika mengikuti ritual adat atau tampil sebagai pengantin.

Plus Minus Memakai Pakaian Adat Lengkap 

Peraturan, pastinya ada pro dan kontra. Berbeda dengan orang yang secara suka dan rela untuk melakukannya. Termasuk peraturan penggunaan pakaian adat, apalagi lengkap dengan atribut-atributnya.

Anak-anak sekolah di Yogyakarta mengenakan baju adat setiap Kamis Pahing. Terlihat anggun (Dok foto: dlingo-bantul.desa.id)
Anak-anak sekolah di Yogyakarta mengenakan baju adat setiap Kamis Pahing. Terlihat anggun (Dok foto: dlingo-bantul.desa.id)

Dari aspek positifnya, para pemakai merasa bangga menampilkan pakaian adat asalnya. Di NTT, hampir semua daerah memiliki pakaian adat utamanya berupa kain tenun. Hanya berbeda motif dan cara pengerjaannya saja. Suku dawan NTT, memiliki dua jenis yaitu tenun ikat (futus) dan tenun songket yang biasa dinamakan Buna.

Aspek positif lainnya, bisa memotivasi para ibu yang biasa menenun atau memproduksi pakaian adat secara hand made, akan meningkatkan produktifitas mereka. Sebab ada peningkatan pembelian produk kain tenun.

Selain itu, para pengguna pakaian daerah juga dapat berkontribusi sebagai pelestari budaya. Mempertahankan dan menjaga warisan nenek moyang dari kepunahan akibat perubahan zaman dan trend penggunaan busana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun