Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Saatnya Berbenah Serius Pasca Tragedi Kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan

3 Oktober 2022   09:24 Diperbarui: 3 Oktober 2022   10:37 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang (1 Oktober 2022) adalah tragedi kemanusiaan terbesar di Indonesia dalam dunia sepak bola. 

Dalam urutan 10 besar, tragedi ini menduduki peringkat kedua setelah kejadian di Kota Lima, Peru.  Hingga kini (dan mungkin akan bertambah), tragedi Kanjuruhan sudah memakan 130 nyawa. Tragedi ini menambah total korban nyawa dalam sepak bola dunia, 1.126 jiwa dalam kurun waktu 1964-2022.

Pitch Invasion Versus Tear Gas

Tiga tragedi kemanusiaan teratas dalam perhelatan sepak bola (Peru, Indonesia, Ghana) diawali dengan pitch invasion. Penonton menyerbu masuk ke lapangan karena kecewa dan marah. Dalam jumlah yang sangat banyak dan tak terduga. 

Di pihak lain, aparat keamanan yang bertugas untuk mengamankan jalannya pertandingan tak mampu mengendalikan suasana. Pasukan mereka terlalu kecil untuk menghadapi amukan penonton. 

Dalam suasana yang panik, pilihan paling akhir dan dianggap efektif pun dilakukan. Menyemprotkan gas air mata ke arah penonton.  Dengan maksud penonton tidak melakukan keonaran.

Namun di luar dugaan. Suasana semakin kacau. Banyak yang berlarian menyelamatkan diri karena tak tahan terhadap tear gas nya para penjaga keamanan. Asap berputar-putar di dalam stadion.

Penonton berlarian kocar-kacir sambil menutup mata. Mencari pintu keluar, mencari jalan agar perihnya mata dan sesaknya nafas dapat diatasi. Dan tabrak-menabrak pun tak terhindarkan. Yang kalah tenaga, jatuh dan terinjak-injak. Tak mampu bangkit lagi lalu meregang nyawa.

10 tragedi kemanusiaan terbesar dalam dunia sepak bola, 1964-2022 (Dokumentasi diadaptasi dari bola.com)
10 tragedi kemanusiaan terbesar dalam dunia sepak bola, 1964-2022 (Dokumentasi diadaptasi dari bola.com)

Dalam catatan bola.com, tragedi stadion Estacio Nacional Disaster di Kota Lima, Peru (24 Mei 1964) adalah yang terbanyak menelan korban. Sebanyak 328 orang tewas. Saat itu, berlangsung pertandingan antara Peru dan Argentina.. 

Diawali dengan keputusan wasit yang dianggap kontroversial. Penonton Peru tak puas, melakukan pitch invasion. Bisa dibayangkan, berapa banyak penonton sepak bola antarnegara. Sementara, security sangat sedikit dan tak mampu menghalau penonton. Jadilah, gas air mata menjadi pilihannya. 

Kasus yang sama juga pernah terjadi di Accra Sports Stadium Disaster, Ghana pada tanggal 9 Mei 2001. Namun ini bukan antarnegara melainkan pertandingan antarklub.

 Liputan6.com pada 9 Mei 2015 menuliskan, tragedi ini diawali dengan ulah suporter Kumasi Asante Kotoko yang tak mau menerima keunggulan klub Hearts 2-1. Goal ke-2 Hearts dianggap offside namun disahkan oleh wasit. Jadilah, mereka membakar bangku, melempar bola dan memanjat pagar. 

Pasukan penjaga keamanan mencoba untuk menyemprotkan gas air mata ke penonton. Tujuannya, agar suasana bisa dikendalikan. Namun di luar dugaan, penonton panik. Sebanyak 126 nyawa pun melayang sia-sia.

Tragedi sepak bola di Ghana, 126 orang meninggal dunia (Dokumentasi Foto: m.ghtrend.com/Liputan6.com)
Tragedi sepak bola di Ghana, 126 orang meninggal dunia (Dokumentasi Foto: m.ghtrend.com/Liputan6.com)

Lalu mengapa pasukan keamanan di stadion Kanjuruhan Malang memilih untuk menggunakan gas air mata saat menghadapi serbuan penonton ke dalam lapangan? Bukankah mereka belajar tentang tragedi Peru dan Ghana tersebut? Tidak adakah cara lain yang dapat dilakukan selain menyemprotkan gas air mata?

Koordinator Save Our Soccer, Akmar Marhali kepada Kompas.com (2/10/2022) telah menyatakan bahwa penggunaan gas air mata tidak boleh digunakan. Penanganan kasus yang dilakukan oleh pihak kepolisian, tidak sesuai dengan prosedur. Juga melanggar aturan pengamanan dan keamanan stadion FIFA.

Alasan sedikitnya pengaman perlu juga dievaluasi. Di Indonesia, sepak bola selalu identik dengan kerusuhan dan keonaran. Bisa antara pemain dengan pemain, atau penonton dengan pemain, penonton dengan penonton, atau penonton dengan aparat penjaga. Apalagi setiap klub punya penonton yang fanatik. 

Fanatik ketemu fanatik, jadilah fanatik pangkat dua. Sudah selayaknya, penyelenggara menambah personel dan menciptakan sistem yang tertib sehingga tidak ada kekacauan.

FIFA telah melarang penggunaan gas air mata namun masih dipakai di Kanjuruhan, Malang. Salah siapa? (Dokumentasi foto: M.Bagus Ibrahim/detik.Jatim)
FIFA telah melarang penggunaan gas air mata namun masih dipakai di Kanjuruhan, Malang. Salah siapa? (Dokumentasi foto: M.Bagus Ibrahim/detik.Jatim)

Saatnya Sepak Bola Indonesia Berbenah Diri Secara Serius

Tragedi kemanusiaan ini harus diusut secara tuntas, dan menjatuhkan sanksi dan hukuman berat bagi mereka yang lalai. Terlepas dari itu, apapun komplain kita terhadap tragedi Kanjuruhan, nyawa ratusan saudara kita tidak mungkin dikembalikan. 

Sambil mendokan para korban, sekaligus menghibur keluarga korban, maka saatnya tragedi ini menjadi momentum yang serius agar sepak bola Indonesia benar-benar diperbaiki. 

Kementerian Pemuda dan Olah Raga, PSSI, penyelenggara, para pemilik klub, dan pihak keamanan harus bertanggung jawab terhadap tragedi ini. Sambil menanti sanksi apa yang bakal dijatuhkan ke dunia persepakbolaan Indonesia dan kepada yang dinyatakan bersalah, mari kita jadikan peristiwa ini untuk berbenah diri:

(1) Para pemain, jangan mudah tersulut emosi, (2) Para penonton, jangan suka bikin onar, (3) Para pengelola klub, agar dapat membina mental pemain dan memperbaiki manajemen klub, (4) Para penyelenggara, pikirkan keamanan bukan hanya sekedar melakukan rutinitas, (5) Para penjaga keamanan, jangan serampangan menggunakan teknik menghalau massa yang berakibat fatal.

Pose pemain Arema-Persebaya. Diakhiri dengan tragedi yang menelan ratusan nyawa manusia (Dokumentasi foto: Twitter dalam Sindonews.com)
Pose pemain Arema-Persebaya. Diakhiri dengan tragedi yang menelan ratusan nyawa manusia (Dokumentasi foto: Twitter dalam Sindonews.com)

Dan semoga di masa mendatang, kita dapat menonton suguhan sepak bola Indonesia secara nyaman. Memberi dukungan kepada para pemain favorit kita dengan tertib. Tak menimbulkan keributan, baik di stadion maupun saat kembali pulang ke rumah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun