Lingkungan sekitar tempat manusia menetap, membentuk manusia untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungannya. Dari aspek mata pencaharian, hingga sarana transportasi yang mendukung mobilitas mereka dari suatu tempat, ke tempat lainnya.
Penduduk yang menetap di areal pegunungan dan pedalaman, akan memiliki mata pencaharian mayoritas sebagai petani dan peternak. Mereka menanam pangan utama seperti padi, jagung, dan singkong. Juga mengusahakan tanaman perkebunan semisal pisang, kopi, karet, kelapa, jeruk dengan maksud untuk dijual dan sebagian lagi dikonsumsi sendiri.
Sementara, penduduk yang tinggal di pantai akan lebih banyak menghabiskan kegiatan pencarian nafkah sebagai nelayan. Laut dan tepi pantai, menjadi lahan utama mereka. Mencari ikan di laut. Atau berusaha di tepi pantai seperti memelihara rumput laut, membuat tambak ikan, tambak udang, tambak garam, dsb.Â
Penggunaan sarana transportasi pun berbeda pada masyarakat tradisional di pegunungan dan di pantai. Jika beberapa generasi di atas kita menggunakan kuda dan kerbau sebagai alat transportasi di pegunungan dan pedalaman, maka penduduk di pantai mengandalkan perahu untuk beroperasi di laut, atau bepergian.
Masyarakat tradisional di pedalaman, melihat laut sebagai sesuatu yang menakutkan. Ya, sebab mereka jarang sekali melihat laut yang maha luas. Jangankan masuk ke dalam laut. Mendengar pecahan ombak di tepi pantai saja sudah ciut nyalinya.
Berbeda dengan penduduk di pantai. Laut yang luas, menjadi lahan mereka. Mencari ikan, untuk dijual lalu membeli kebutuhan pokok sehari-hari. Bahkan, kadang mereka membawa hasil ikannya untuk ditukar dengan hasil pertanian di pasar-pasar pekan.
Di Nusa Tenggara Timur dan Maluku, banyak sekali pulau-pulau kecil yang hanya bisa diakses dengan menggunakan kapal motor, kapal layar bahkan sampan.Â
Kondisi demikian, membuat penduduk harus terbiasa untuk bepergian dengan menggunakan alat transportasi laut. saking terbiasanya, mereka terlihat seperti manusia-manusia perahu. Bergerak dengan gesit, sekali pun perahu mereka diombang-ambingkan oleh arus dan gelombang laut.Â
Di Pulau Alor, Adonara, Rote, Sabu, Pantai Utara Pulau Timor, NTT atau kepulauan sekitar Maluku Barat Daya, sering terlihat bahwa banyak orang yang mampu membawa perahu.Â
Tak hanya kaum pria dewasa. Perempuan pun sangat lincah. Mereka sudah terbiasa memancing ikan di laut. Juga mengangkut kayu, memuat barang keperluan lain, menyeberang laut. Tak ada rasa was-was atau takut. Sebab mereka sudah sangat mengetahui lingkungan laut di sekitar. Juga tanda-tanda saat laut tidak bersahabat, karena cuaca atau badai.
Anak-anak pun berani membawa perahu hingga ke tengah laut. Bahkan mereka sudah mampu untuk memancing dengan menggunakan layangan. Atau menyelam dan menombak ikan-ikan yang bermain di balik terumbu-terumbu karang.
Mereka adalah manusia perahu pemberani yang jarang mengeluh dengan kondisi. Semangat mereka, adalah semangat hidup. Menaklukkan gelombang lautan adalah tantangan kehidupan mereka.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H