Dalam acara ini, pihak pria harus melunasi semua utang-utang pada keluarga perempuan. Termasuk air susu ibu (fenu oemanas), sebagai penghargaan terhadap ibu dari pihak perempuan yang telah membesarkan anaknya.
Peran Sekaf dalam Keluarga Ibu
Sekaf biasanya adalah anak yang di tengah-tengah. Jika hanya dua anak, maka dapat dinegosiasikan, apakah anak pertama atau anak kedua yang bakal tinggal. Sekaf itu biasanya anak laki-laki dengan pertimbangan, kelak ketika yang bersangkutan nikah, maka ia tetap menurunkan fam ibunya.
Tetapi jika tidak, sekaf bisa anak perempuan. Kalau tidak ada sekaf, karena hanya punya anak tunggal atau tidak ada yang bisa ditinggalkan, maka harus diganti dengan uang atau dikonversi ke sejumlah ternak.
Sekaf yang ditinggalkan dalam keluarga ibu memiliki makna sebagai pengganti ibunya, karena sang ibu pergi bersama anak-anak yang lain ke fam ayah. Sekaf di zaman dahulu, benar-benar dilaksanakan. Ini berkaitan dengan relasi dengan fam ibu, ketika rombongan ibu dan anak-anak diboyong pergi oleh sang ayah.
Hingga kini, saya masih ingat betul tutur kata beliau terkait dengan kata-kata dari juru bicara keluarga perempuan kepada keluarga laki-laki:
 Woe, in usi nok in aina sin. Ainfa balna nait nakaisa milumba. He nait nek napian ke paku ma napian ke ai.Â
Wahai, bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian. Tempat ibunya jangan sampai dikosongkan. Agar kelak ia bisa menyalakan lampu dan api untuk kalian.
Menyalakan lampu dan menghidupkan api, merupakan arti kiasan saja. Ini bermakna bahwa ketika ada acara di keluarga ibu, maka anak sekaf ini yang akan menunggu rombongan dari saudara-saudarinya dari marga ayahnya. Tak hanya menunggu, tetapi melayani mereka selama berlangsungnya acara.
Di Biboki, tamu atau undangan yang datang dalam suatu acara akan mengikuti relasi tertentu. Biasanya, menurut hubungan perkawinan. Setiap anggota keluarga pengundang akan bertanggung jawab terhadap undangannya. Tamu undangan ini akan ditempatkan di tenda-tenda yang dinamakan La'at.
Pengaturan undangan seperti ini, biasanya hanya berlaku untuk pesta-pesta besar yang mengundang banyak marga karena relasi perkawinan. Pesta berkala besar diantaranya, pesta rumah adat dan kenduri (aftao nitu) bagi arwah-arwah nenek moyang dan keluarga yang telah meninggal dunia.