Dan secara kebetulan pula, saya dan beberapa teman menginap di sana. Jadilah, sambil menyelam kita minum air. Sambil bekerja, kita incip-incip makanan yang menarik ini.
Membutuhkan banyak tenaga untuk melakukan acara bakar batu ini. Paling tidak, ada dua kelompok yang menyiapkannya.Â
Kelompok pertama mengurus bahan-bahan untuk perapian. Kelompok kedua, menyiapkan bahan-bahan untuk dibakar. Menyiapkan daging dalam potongan yang besar, sayuran dan tak ketinggalan bumbu-bumbu seperti jahe, lengkuas dan pala yang diambil di kebun sendiri. Juga garam dan penyedap rasa (dulu tanpa penyedap rasa).
Selanjutnya, potongan-potongan daging ini dibalur dengan bumbu-bumbu yang telah disiapkan biar meresap ke dalam potongan daging tersebut.
Bahan-bahan yang perlu disiapkan untuk perapian di antaranya kayu, batu dan rerumputan. Juga dibutuhkan tenaga untuk menggali lubang agar bisa menyusun kayu dan batu di dalamnya.
Setelah tanah digali sekira 40 cm, Bapak Panus menyusun rumput dan dedaunan hijau sebagai alasnya. Tidak sembarang daun dan rumput tetapi yang tidak berbau dan beracun. Juga tidak mempengaruhi rasa pada sayuran dan daging yang dibakar di dalamnya. Mereka sudah sangat paham tentang hal ini.Â
Kayu bakarnya tidak dimasukkan di dalam lubang. Tetapi kita harus membuat perapian di sekitar. Pada api tersebut, batu-batu akan dibakar hingga panas dan membara.Â
Saat panas dan membara itulah, baru dipindahkan ke dalam lubang yang sudah dialas dengan dedaunan dan rumput hijau. Cara menatanya pun harus cepat, namun perlu hati-hati agar tangan tidak terbakar.
Di atas susunan batu itu, Bapak Panus menata sayuran-sayuran seperti sawi, daun kacang panjang, potongan paria, terong, atau sayuran lokal yang ada di sekitar, termasuk rumput hijau pun disusun di atas batu-batu panas tersebut.
Barulah, daging-daging itu diletakkan di atas tatakan sayuran tersebut. Selesai meletakkan daging, maka diatasnya ditutupi lagi dengan sayuran. Bapak Panus kemudian menutupinya dengan daun pisang agar panas batu tetap terjaga.