Api. Kita semua sudah tahu, seperti apa api itu. Ketika saya bertanya pada anak saya yang masih kecil pun dengan cepat bisa menjawab. "Api itu panas. Jika bermain api, tangan adek bisa terbakar dan rasanya sakit".
 Demikian jawabannya ketika ditanya. Paling tidak, dengan pemahamannya sepert itu maka dia tidak akan bermain dengan api ketika memiliki kesempatan untuk menggunakan korek api.
Barangkali kita semua pernah membuat  api, baik dari geretan biasa maupun korek api gas. Para penikmat rokok sering kali mengantongi si pemantik api ini guna menyalakan rokoknya di saat ingin merokok. Di dapur pun pemantik api selalu tersedia di tempatnya.
Manfaat Api di Zaman Baheula
Api ternyata sangat bermanfaat sepanjang sejarah peradaban manusia. Â Api sudah ditemukan jauh sebelum manusia tinggal menetap dalam rumah alias masih bertahan hidup dengan cara berburu dan meramu.
 Mereka tinggal sementara di gua-gua, di sekitar sumber makanan yang ada. Baru akan berpindah tempat ketika sumber makanannya habis, atau terdesak karena kekuatan makhluk lain dalam memperebutkan daerah kekuasaan. Â
Dapatlah kita bayangkan kondisi saat itu, benar-benar berlaku hukum rimba. Siapa yang paling kuat, dialah yang menjadi pemenangnya dalam memperebutkan sumber makanan atau tempat tinggal.
Beruntunglah, manusia dikarunia akal budi yang melebihi makhluk ciptaan lainnya. Dengan otaknya, manusia berpikir untuk melindungi dirinya dari ancaman marabahaya di sekitarnya. Â Mulailah mereka menciptakan alat bantu, baik sebagai pelindung diri maupun pelancar kegiatan berburu dan mengumpulkan tumbuh-tumbuhan yang dapat dimakan.
Dengan batu dan kayu, mereka mampu berburu binatang. Sekali pun harus berkelahi dengan binatang buas, mereka pantang menyerah. Tidak jarang pula, mereka dikalahkan oleh binatang liar.
Api adalah salah satu penemuan penting dari manusia purba. Dalam kompas.com, disebutkan bahwa api adalah temuan manusia Homo erectus di zaman paleolitikum. Ciri utama kehidupan manusia zaman ini adalah menggunakan alat batu kasar, pola hidup nomaden, bertahan hidup dengan berburu dan meramu, dan sudah menjalin relasi sosial dengan membentuk kelompok kecil.Â
Api zaman itu, sudah digunakan untuk membakar beberapa hasil tangkapan atau galian umbian. Juga untuk menghangatkan diri saat dingin, menjadi penerang di kala malam, dan mengusir binatang buas yang takut terhadap api. Namun tidak diketahui dengan pasti, bagaimana awal mula mereka menciptakan api.
Segitiga Api
Api tidak terjadi begitu saja. Munculnya api karena adanya reaksi kimia dari beberapa zat. Hasil dari rekasi ini, akan terlihat nyala, asap, cahaya dan wujud lain seperti arang dan abu.
Agar terjadinya api, maka harus ada syarat atau kondisi yang mendukungnya sehingga muncul api. Dalam dunia pemadam kebakaran atau Damkar, syarat ini dinamakan segi tiga api.
Disebut segitiga api karena ada tiga unsur yang bekerja sama untuk menciptakan api. Ketiga unsur dimaksud adalah bahan bakar, sumber panas, dan oksigen. Apabila salah satu unsur tersebut tidak ada, maka api pun tidak akan ada (bisa baca kompas.com).
Bahan bakar tersedia dalam 3 wujud, yaitu bisa berupa gas, cair atau padat yang dapat terbakar. Agar terjadi reaksi, maka diperlukan oksigen. Sumber oksigen ini berada bebas di udara, termasuk yang kita hirup sepanjang hidup kita. Sedangkan sumber panas pembakaran cukup banyak. Di antaranya, matahari sebagai sumber panas utama, minyak bumi, gas, listrik, percikan api, atau gesekan benda.
Apabila salah satu unsur dari ketiga unsur tersebut tidak ada, maka api tidak akan muncul. Secara sederhana, kakek saya dulu masih membuat api dengan cara menggoreskan goloknya pada batu tertentu.
Akan terjadi percikan api dan di sekitarnya diletakkan serutan pohon enau. Ketika tersambar, maka api pun muncul. Yang tidak dipahami oleh kakek saya, kehadiran oksigen. Andai tak ada oksigen di sekitarnya, maka api buatannya tak akan berhasil.
Panik Saat Muncul Api Tak Membantu Kita
Bagaimana sikap dan tindakan kita ketika muncul api yang tidak kita kehendaki? Yang pertama, memikirkan pertolongan pertama saat munculnya api yang tak dikehendaki itu.
Banyak dari kita, masih menyepelekan alat dan bahan yang perlu disiapkan di lokasi dimana kita sering menyalakan api. Misalnya di dapur, tidak ada karung basah untuk mengantisipasi api yang sewaktu-waktu bisa menyambar apa saja yang mudah terbakar.
Fire Extinguisher, atau yang dikenal dengan nama APAR (Alat Pemadam Api Ringan) yang dipsang di beberapa tempat di kantor pun jarang dicek. Apakah masih berfungsi dengan baik, sudah lewat mas daluarsanya atau belum.
Yang kedua,tentu saja tidak boleh panik saat ada api. Di lingkungan sekitar kita, biasanya api muncul dari titik tertentu yang tidak langsung berada dalam kondisi yang mengerikan. Â Kecuali reaksi-reaksi dasyat seperti ledakan akibat bahan-bahan kimia di pabrik dan sebagainya.
Yang ketiga, jika tidak bisa mengatasi api maka sebaiknya pergi meninggalkan api tersebut dan meminta pertolongan. Tentu saja berusaha untuk memperingatkan orang-orang di sekitar untuk ikut menyelamatkan diri.
Jika di kantor, maka alarm kebakaran pun hendaknya diperhatikan dan karyawan sudah terbiasa untuk mengenal beberapa jenis bahaya lewat sirene tersebut.
Dan, nenek bilang: Bermain air basah, bermain API HANGUS. Secara harafiah, mari kita berhati-hati dengan api.Â
Referensi:
1. https://www.kompas.com; Apa Itu Teori Segitiga Api?; 06/07/2021, 20:46 WIB
2. https://www.kompas.com; Kapan Manusia Purba Mulai Mengenal Api?; 04/08/2021, 10:00 WIB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H