Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Mengembalikan Kejayaan Nilam Aceh

25 Mei 2022   16:17 Diperbarui: 26 Mei 2022   07:22 1956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sugianto, petani Nilam di Gampong Paroi yang menanam cabai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dok pribadi

Dalam kunjungan ke petani Nilam di Gampong Paroi dan Gampong Geunteut, Kecamatan Lhoong, Aceh Besar pada 20-23 Mei 2022 ini, dapat diketahui ada beberapa faktor penyebabnya.

Pertama, petani kurang fokus untuk mengembangkan usahatani Nilam. Sugianto, seorang petani Gampong Paroi yang sudah 40 tahun bertanam Nilam, menyampaikan bahwa kurang fokusnya mereka bukan tanpa alasan.

Yang pasti, petani harus menempuh strategi agar dapur keluarga tetap mengepul. Selain bertanam Nilam, ia juga harus bertanam komoditas pertanian lainnya. Diantaranya, durian, pinang, katuk dan cabai.

Jagung dan tanaman lain yang disukai monyet tidak dapat ditanam di areal Gunung Paroi sebab hanya akan dinikmati oleh pasukan monyet yang populasinya tinggi sekali sepanjang kawasan Paroi. Karena tidak fokus, maka lahan yang ditanami Nilam pun tak seberapa luas.

Sugianto, petani Nilam di Gampong Paroi yang menanam cabai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dok pribadi
Sugianto, petani Nilam di Gampong Paroi yang menanam cabai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dok pribadi

Kedua, perawatan Nilam ala kadarnya. Saat berkunjung ke kebun Sugianto, tanaman Nilamnya dibiarkan tanpa perawatan. Jarak tanam, pemberian pupuk, dan penyiangan gulma tidak dilakukan.

Bahkan rumpun tanaman Nilam yang tumbuh di bawah rerimbunan pohon tinggi mengalami pertumbuhan yang kerdil. Mereka menamakannya sakit Budok.

Ketiga, naik turunnya harga minyak Nilam di tingkat petani. Menurut Sugianto, harga minyak Nilam selalu naik turun. Harga minyak Nilam pernah naik sampai jutaan rupiah per kilogram, namun turun hingga Rp 90.000 per kilogram. Demikian kendala petani di sektor pemasaran. 

Keempat, pendampingan yang tidak kontinu. Beberapa kali, Sugianto dan petani Paro mendapatkan bantuan. Yang masih diingat, bantuan dari lembaga bernama Genesis. Sekalipun sudah lupa, beliau masih bertutur, kala itu mereka didampingi sendiri oleh seseorang bernama Alex berkebangsaan Perancis.

Pedagang pengumpul rempah di Banda Aceh, termasuk minyak nilam untuk dikirim ke Medan, Sumut. BTW ini minyak gratis untuk kami. Dok pribadi.
Pedagang pengumpul rempah di Banda Aceh, termasuk minyak nilam untuk dikirim ke Medan, Sumut. BTW ini minyak gratis untuk kami. Dok pribadi.

Petani dilatih untuk bertanam dan merawat Nilam dengan baik, menjalankan kegiatan processing sendiri lalu memasarkan minyaknya ke Medan, Sumatera Utara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun