Berkunjung ke Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), atau lebih sering disebut secara singkat, ACEH bagi sebagian orang, mungkin masih diliputi rasa was-was. Berkaitan dengan keamanan diri yang bersangkutan. Sebab, saat Pemerintahan Orde Baru, Aceh merupakan salah satu Daerah Operasi Militer (DOM).
Berbicara tentang Aceh, tak akan pernah ada habisnya. Tentang sejarah julukan Serambi Mekkah. Atau jalur perdagangan jauh sebelum datangnya penjajah.
Letaknya yang strategis, membuat Aceh sudah terkenal sejak berabad-abad yang lalu. Menjadi tempat perdagangan rempah-rempah. Tak hanya menjadi jalur perdagangan yang menghubungkan timur dan barat. Tetapi juga menjadi tempat bertukarnya kebudayaan. Di sana, kita akan bertemu dengan turunan India, Arab, Iran, China, Eropa, Melayu dan etnis lainnya.
Aceh juga subur, dimana 'tongkat, kayu dan batu jadi tanaman' seperti yang dilukiskan oleh Koes Plus bersaudara dalam lagu Kolam Susu nan legendaris itu. Nilam Aceh, Kopi Aceh, Rambutan Aceh, Duren Aceh, Pala Aceh, dan komoditas pertanian lainnya memiliki kualitas dan cita rasa tersendiri.
Tak kalah menariknya, kisah kerajaan-kerajaan terkenal di Aceh, lengkap dengan perjuangan nan heroik dari para Teuku-Teungku dan Cut Nyak sepanjang perjalanan hidup mereka.
Kerajaan Samudera Pasai, tidak akan pernah dilupakan jika berbicara mengenai penyebaran agama Islam di Indonesia. Sebab dari sinilah Islam menyebar ke seantero Nusantara yang kemudian berkembang menjadi agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia.
Aceh menjadi negara berdaulat, ketika muncul kesultanan Aceh dimana mencapai puncak kejayaannya pada pemerintahan Sultan Iskandar Muda yang begitu masyur. Bahkan wilayah kekuasaannya mencakup hingga Malaysia.
Pahlawan-pahlawan nasionalnya pun banyak. Mulai dari sultannya sendiri, Iskandar Muda, Teuku Umar, Teungku Chik di Tiiro, Teuku Muhammad Hasan dan Teuku Nyak Arif.
Bahkan pejuang-pejuang wanita Aceh begitu ditakuti di jamannya seperti Tjut Nyak Dhien dan Tjut Nyak Meutiah. Juga laksamana perempuan yang gagah berani, Malahayati sering menginspirasi perjuangan bangsa Indonesia.
Dari seni budaya, kita begitu terpesona dengan tarian Saman yang mempesona, tarian Seudati, Likok Pulo dan sebagainya. Sementara bangunan bersejarahnya yang menjadi kebanggaan bangsa kita, di antaranya Mesjid Raya Baiturrahman, Taman saari Gunongan, Masjid Tua Indrapuri, Makam Sultan Iskandar Muda, Uang Emas Kerajaan Aceh,Stempel Cap Sikureung,Pedang Aman Nyerang, dsb.
Penduduk Aceh Nan Ramah dan Toleran
Sekalipun saat masih ada DOM di Aceh, saya tetap yakin jika suatu waktu ada kesempatan maka dengan senang hati saya akan berkunjung ke sana. Dan ternyata kesempatan itu pun datang. Tidak hanya sekali tetapi tiga kali.
Pertama kali ke Aceh pada tahun 2006, dua tahun setelah gempa bumi-tsunami melanda Aceh dan Nias. Datang sebagai relawan, dengan basis pelayanan di Kecamatan Lhok Nga, Aceh Besar. Berbekal informasi seadanya, memberanikan diri untuk menunaikan bisikan hati untuk membantu sesama tanpa memandang perbedaan.
Masih ada dalam bayangan. Saat itu, kami tinggal di barak yang kamar-kamarnya hanya disekat dengan tripleks. Untuk penerangan, kami menghidupkan generator kecil. Alarm bahaya pun masih sering berbunyi di pantai-pantai. Penduduk masih dalam kondisi pilu dan muram. Pedih karena bencana nan dasyat itu memisahpaksa mereka dengan orang-orang terdekat yang mereka cintai.
Tiga tahun kemudian, kembali lagi di Aceh. Tepatnya di tahun 2009. Saat itu, pembangunan pasca tsunami masih tetap dilakukan. Ya, membangun dengan hati dan merawat luka hati untuk bangkit melanjutkan perjuangan hidup.
Saat itu, saya banyak belajar dari petani Aceh. Belajar teknik bertanam dan melakukan proses penyulingan minyak nilam secara sederhana. Tak hanya itu. Kegigihan hidup bangsa Aceh untuk keluar dari kepedihan masa lalu begitu luar biasa.
Yang paling mengagumkan, adalah toleransi mereka dengan orang yang berbeda latar belakangnya, baik berbeda agama, suku maupun entitas lainnya. Tak pernah mereka mempersoalkan perbedaan ini. Mereka dengan ramah akan berdiskusi di samping serambi yang ada di Meunasah-Meunasah atau Mushola.
Sebagai tamu yang baik, saya tentunya harus menghormati syariat yang telah ditetapkan untuk diberlakukan di sini. Mengikuti semua peraturan yang ada, sehingga hidup saya menjadi aman dan nyaman. Dan semua berjalan baik adanya. Beberapa teman yang saya kenal, menjadi saudara bagi saya.
Dan dari persahabatan itu, bulan Mei 2022 saya menginjakkan kaki lagi di Aceh. Wow, Aceh kini tak seperti tahun 2006 atau 2009 lalu. Semua sudah berubah.
Mengapa Aceh Dijuluki Serambi Mekkah?
Seperti yang dilansir oleh Kompas.com  (19/01/2022), konon setiap orang yang akan berangkat naik Haji, singgah di Aceh untuk memperdalam ilmunya di sana.
Rumah-rumah tradisional di Aceh, memiliki Seuramoe. Masih di dalam Kompas.com, Seuramoe merupakan tempat singgah sementara sebelum sebelum masuk ke dalam rumah.
Dari sinilah Aceh dijuluki sebagai serambi Mekkah Indonesia. Dan di zaman dahulu, calon-calon haji bisa lama menunggu di Aceh hingga tahunan. Sebab perjalanan hanya dilakukan melalui jalur laut.
Peran Aceh di Awal Kemerdekaan Indonesia
Sumbangan masyarakat Aceh dalam perjalanan Negara Indonesia sangat banyak. Salah satu sumber kebudayaan.kemdikbud.go.id menyebutkan, sumbangan terbesar adalah pesawat diberi nama Pesawat Dakota RI-001 Seulawah.
Pesawat tersebut dibeli dengan hasil pengumpulan emas dan uang dari masyarat Aceh waktu itu. Rakyat Aceh juga mengumpulkan senjata, makanan dan pakaian untuk membantu perjuangan Indonesia waktu itu. Termasuk pemberian Radio Rimba Raya yang ditempatkan di Kutaraja (sekarng Banda Aceh).
Dan masih banyak sumbangan rakyat Aceh di awal-awal kemerdekaan. Semua dilakukan secara ikhlas dan tulus.
Geliat Aceh Baru
Aceh terus berbenah. Bagi orang yang belum sempat berkunjung ke sana pasca tsunami, tidak akan tahu bagaimana kondisi Aceh sesungguhnya pasca tsunami.
Aceh kini ditata dengan begitu bagus. Fasilitas-fasilitas publik ditata dengan bersih dan rapi. Lengkap dengan sarana ibadah.
Geliat ekonomi cukup terasa. Mulai dari pedagang kecil hingga pedagang besar, ada di sana terutama di Banda Aceh.
Hal yang sangat menarik bagi saya, adalah kedai-kedai kopi. Berbagai hidangan kopi bisa kita nikmati di sini. Dan kedai kopi dijadikan sebagai tempat bertemu. Baik sekedar minum sambil ngobrol, maupun melakukan perbincangan bisnis.
Semoga Aceh semakin jaya. Tetap menjadi serambi Mekkah bagi Indonesia. Religius, ramah, dan toleran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H