Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melihat dari Dekat Penduduk Serambi Mekkah Aceh Nan Toleran

24 Mei 2022   12:03 Diperbarui: 24 Mei 2022   15:10 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Raya Baiturrahman Aceh (20-5-2022). Dok pribadi

Dari seni budaya, kita begitu terpesona dengan tarian Saman yang mempesona, tarian Seudati, Likok Pulo dan sebagainya. Sementara bangunan bersejarahnya yang menjadi kebanggaan bangsa kita, di antaranya Mesjid Raya Baiturrahman, Taman saari Gunongan, Masjid Tua Indrapuri, Makam Sultan Iskandar Muda, Uang Emas Kerajaan Aceh,Stempel Cap Sikureung,Pedang Aman Nyerang, dsb.

Penduduk Aceh Nan Ramah dan Toleran

Sekalipun saat masih ada DOM di Aceh, saya tetap yakin jika suatu waktu ada kesempatan maka dengan senang hati saya akan berkunjung ke sana. Dan ternyata kesempatan itu pun datang. Tidak hanya sekali tetapi tiga kali.

Pertama kali ke Aceh pada tahun 2006, dua tahun setelah gempa bumi-tsunami melanda Aceh dan Nias. Datang sebagai relawan, dengan basis pelayanan di Kecamatan Lhok Nga, Aceh Besar. Berbekal informasi seadanya, memberanikan diri untuk menunaikan bisikan hati untuk membantu sesama tanpa memandang perbedaan.

Kedai kopi menjadi tempat favorit penduduk Aceh untuk bertemu. Dok pribadi
Kedai kopi menjadi tempat favorit penduduk Aceh untuk bertemu. Dok pribadi

Masih ada dalam bayangan. Saat itu, kami tinggal di barak yang kamar-kamarnya hanya disekat dengan tripleks. Untuk penerangan, kami menghidupkan generator kecil. Alarm bahaya pun masih sering berbunyi di pantai-pantai. Penduduk masih dalam kondisi pilu dan muram. Pedih karena bencana nan dasyat itu memisahpaksa mereka dengan orang-orang terdekat yang mereka cintai.

Tiga tahun kemudian, kembali lagi di Aceh. Tepatnya di tahun 2009. Saat itu, pembangunan pasca tsunami masih tetap dilakukan. Ya, membangun dengan hati dan merawat luka hati untuk bangkit melanjutkan perjuangan hidup.

Saat itu, saya banyak belajar dari petani Aceh. Belajar teknik bertanam dan melakukan proses penyulingan minyak nilam secara sederhana. Tak hanya itu. Kegigihan hidup bangsa Aceh untuk keluar dari kepedihan masa lalu begitu luar biasa.

Yang paling mengagumkan, adalah toleransi mereka dengan orang yang berbeda latar belakangnya, baik berbeda agama, suku maupun entitas lainnya. Tak pernah mereka mempersoalkan perbedaan ini. Mereka dengan ramah akan berdiskusi di samping serambi yang ada di Meunasah-Meunasah atau Mushola.

Sebagai tamu yang baik, saya tentunya harus menghormati syariat yang telah ditetapkan untuk diberlakukan di sini. Mengikuti semua peraturan yang ada, sehingga hidup saya menjadi aman dan nyaman. Dan semua berjalan baik adanya. Beberapa teman yang saya kenal, menjadi saudara bagi saya.

Dan dari persahabatan itu, bulan Mei 2022 saya menginjakkan kaki lagi di Aceh. Wow, Aceh kini tak seperti tahun 2006 atau 2009 lalu. Semua sudah berubah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun