Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara Pemilihan Umum di Indonesia, berupaya untuk mengurangi berbagai beban dalam pelaksanaan pesta demokrasi akbar di Indonesia ini.Â
Selain melakukan sosialisasi kepada para konstituen tentang cara mencoblos kertas suara yang benar agar dinyatakan sebagai suara sah, KPU juga melakukan penyederhanaan terhadap surat suara.
Dalam power point presentation bertajuk "Penyederhanaan Surat Suara Pemilu Serentak 2024", ibu Evi Novida Ginting Manik selaku anggota KPU RI yang bertugas untuk ini, menyampaikan empat alasan dibalik penyederhanaan surat suara dimaksud.
Pertama, mengurangi beban kerja Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Menurut KPU, beban kerja badan ad hoc terutama KPPS selama ini sangat tinggi. Akibatnya, mereka kelelahan. Bahkan ada yang sampai meninggal dunia.
Kedua, merujuk pada hasil survey LIPI tahun 2019 yang mana Pemilih kesulitan dalam memberikan suara. Sebabnya adalah terlalu banyak surat suara yang harus dicoblos oleh konstituen. Kenyataan ini berkontribusi terhadap banyaknya suara yang tidak sah.
Ketiga, Pemilih kesulitan dan memerlukan waktu lama untuk membuka, mencoblos lalu melipat kembali surat suara tersebut dan memasukkannya ke dalam kotak suara. KPU menyebutkan, rata-rata setiap pemilih memerlukan waktu enam menit untuk menjalankan proses ini.
Keempat, terkait dengan efisiensi. Dengan adanya penyederhanaan surat suara ini maka jumlah surat suara dan kotak suara akan berkurang.
Ketua KPU, Ilham Saputra bahkan menyampaikan kepada Kompas (22 Maret 2022) bahwa penyederhaan surat suara ini berimplikasi pada penghematan logistik sebesar 50-60%. Sebab, penggunaan kertas akan menurun akibat efisiensi.
Enam Model Rancangan Penyederhanaan Surat Suara
Terdapat enam model rancangan penyederhanaan surat suara Pemilu Serentak 2024 yang telah disiapkan oleh KPU. Model rancangan ini memiliki perbedaan pada tata cara pemberian suara dan penempatan parpol, daftar pasangan capres-cawapres, Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Rancangan Model 1, Model 2 dan Model 4 berupa penggabungan 5 Jenis Pemilihan dalam 1 Surat Suara. Artinya Pasangan capres-cawapres, DCT anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota digabung dalam satu kertas.
Panjang kertas surat suara ini adalah 59,4 cm dan lebarnya 42 cm.
Untuk Rancangan Model 3, 5, dan 6 ada Pemisahan Surat Suara DPD dengan Surat Suara Presiden, DPR dan DPRD.
Panjang kertas surat suara ini adalah 59,4 cm dan lebarnya 42 cm untuk surat suara Capres-Cawapres, DCT anggota DPR dan DPD. Sedangkan untuk surat suara DPD yang terpisah, memiliki panjang 29,7 cm dan lebar 21 cm.
Untuk tata cara pemberian suara pun berbeda. Pada rancangan model 1, 2 dan 3, pemilih perlu menuliskan nomor urut calon pada kolom yang disediakan.Â
Untuk rancangan model 4 dan 5, pemilih diminta mencoblos pada nomor urut, nama calon dan tanda gambar partai politik. Sedangkan pada rancangan model 6, pemilih diminta untuk mencontreng pada nomor urut dan tanda gambar partai politik.
Mencoblos dan Mencontreng, Â adalah dua cara yang sudah pernah dilakukan oleh para pemilih dalam dari bilik suara ketika mennentukan pilihan politiknya. Sedangkan tata cara dilakukan dengan menulis, baru kali ini dirancang untuk dilakukan.
Perlu Perbanyak Simulasi  Terhadap Konstituen
Menilik kertas suara yang  terbagi atas dua, yaitu penggabungan 5 jenis pemilihan dan pemisahan surat suara DPD dari 4 jenis pemilihan lainnya, maka paling tidak perlu ada simulasi terpisah seperti yang telah disimulasikan oleh KPU.
Persoalan lain yang bakal timbul adalah jika pilihan KPU jatuh pada model rancangan 1, rancangan 2 dan rancangan 3. Pemilih harus melakukan tata cara pemilihan dengan cara menulis. Bayangan kita, adalah berlaku pada semua konstituen di seluruh Indonesia. Kapasitas pemilih pun tidak sama. Ada yang tidak bisa menulis.
Sedangkan mencoblos atau mencontreng, bisa dilakukan terutama mencoblos. Masyarakat sudah familiar dengan kata mencoblos dengan paku. Juga mampu melakukannya dengan baik dan benar. Kalau pun ada yang tidak sah, kesalahannya tidak terlalu signifikan.
Mengingat baru kali ini akan diadakan Pemilu secara serentak, maka KPU hendaknya cepat memutuskan model rancangan yang telah dilakukan.Â
Selanjutnya, melakukan sosialisasi dan simulasi hingga pada tingkat kampung yang pemilihnya masih banyak mengalami kesulitan untuk menentukan pilihannya dengan benar sehingga sah. Apalagi jika harus menentukan pilihannya dengan cara menuliskan angka.Â
Kerja keras KPU, baik dilakukan secara berjenjang melalui para penyelenggaranya, maupun berkolaborasi dengan lembaga lain yang memiliki kepedulian untuk mengedukasi para pemilih, patut kita apresiasi.Â
Sesuatu yang dirasa sulit, jika disosialisasikan dengan baik akan menjadi lancar dan dilaksanakan dengan baik pada saat berlangsungnya perhelatan dimaksud.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H