Menang jadi arang, kalah jadi abu. Pepatah kuno ini melukiskan bahwa dalam perkelahian, kedua belah pihak yang bertikai sama-sama menderita kerugian.Â
Jangankan dalam perkelahian bebas. Dua belah pihak yang terlibat dalam perkelahian terpimpin pun sama-sama menderita. Contohnya olahraga tinju di atas ring. Pihak  yang menang atau yang kalah, sama-sama kena jotos dari lawan. Sama-sama kena hook kiri dan hook kanan lawan tanding yang berakibat pada sakit dan cederanya anggota tubuh tertentu.
Perkelahian yang semakin tidak terpimpin dan melibatkan banyak orang, tentunya akan menimbulkan kerugian yang sangat besar. Apalagi cakupannya lebih besar lagi: PERANG.Â
Ya perang saudara di dalam negeri, perang antar dua negara hingga perang yang melibatkan beberapa negara sekaligus sangatlah merugikan. Bahkan, begitu dasyat  hingga dikenang sepanjang manusia masih menghuni planet bumi ini.
PERANG adalah neraka. Ketika terjadi perang, maka yang dipikirkan untuk diselamatkan adalah nyawa. Bagi warga sipil, mengungsi, berlari atau mencari tempat berlindung dalam tanah, adalah naluri atau instinct untuk tetap menjaga nyawa.Â
Sekalipun mencari perlindungan, warga sipil tetaplah menjadi korban. Beberapa perang di dunia, nyatanya telah menghilangkan begitu banyak nyawa orang-orang tak berdosa.Â
Memang, data korban  tidak diketahui dengan pasti karena situasi perang tak seperti kehidupan normal dimana petugas bisa melakukan sensus dengan baik. Bisa jadi, korban yang hilang lebih banyak daripada yang diketahui dan dilaporkan.
Data yang dilansir oleh liputan6.com, paling tidak 7 juta warga sipil dari 18 juta orang kehilangan nyawa selama Perang Dunia I. Korban pada PD II lebih melonjak lagi. Dilaporkan,lebih dari 70 juta orang meninggal yang mana 50 juta korban adalah warga sipil.
Data korban tersebut, barulah terkait PD I dan PD II. Belum lagi perang saudara yang berkepanjangan seperti di China, invasi suatu negara negara lain, atau konflik berkepanjangan di kawasan timur tengah.
Lalu bagaimana dengan perang Rusia-Ukraina yang sementara berlangsung? Akankah korban yang sudah berjumlah ratusan jiwa akan bertambah lagi di hari-hari yang menegangkan ini? Ataukah korban tidak bertambah lagi karena itikad baik kedua negara untuk melakukan gencatan senjata dan memulai perundingan damai?
Jika perang selalu membawa korban, mengapa semua pemimpin dan penggerak konflik tetap memilih untuk mengakhiri pertikaian dengan perang?Â
Beberapa hal di antaranya adalah egoisme, perasaan superior suatu bangsa terhadap bangsa lain hingga munculnya tuduhan-tuduhan. Menjadi semakin meluas ketika bangsa dan negara lain mulai mendukung kedua belah pihak yang sedang bertikai.Â
Kita menunggu jiwa besar kedua presiden ini untuk memulai jalan damai. Kita menanti runtuhnya egoisme Rusia untuk menghentikan invasi ke Ukraina sehingga korban tidak semakin berjatuhan, baik di pihak sipil maupun tentara sebagai pelaku perang.
Pemimpin yang bertanggung jawab, adalah pemimpin yang tidak mau mengorbankan rakyatnya. Cintailah rakyatmu, wahai Om Putin dan Om Zelensky. Stop perang, hiduplah dengan damai.
PEACE!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H