Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Semau Seaweeds, Berpotensi tapi Tidak Ditekuni

9 November 2019   09:55 Diperbarui: 28 Oktober 2022   19:00 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu ibu anggota kelompok tani rumput laut asal Semau (dok pribadi)

Rumput Laut atau seaweeds merupakan alga yang dapat dimakan atau digunakan sebagai bahan pengolah makanan, farmasi dan industri lainnya. Indonesia menjadi salah satu negara yang kaya dengan aneka ragam spesies rumput laut. Sekitar 555 jenis rumput laut tumbuh dan telah diidentifikasi oleh ekspedisi laut Siboga antara tahun 1899 hingga tahun 1900-an (https://alamendah.org). 

Hasi rumput laut merupakan sumber pendapatan yang menjanjikan bagi sebagian besar penduduk Desa Letbaun, yang berada di Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang, NTT. Sebagian besar mereka melakukan kegiatan budidaya rumput laut di Pantai Medo, suatu pantai di bagian utara Semau yang berhadapan langsung dengan Laut Sawu. 

Menurut Agustinus Neno Holbala, salah satu petani rumput laut yang berada di Dusun Buhun Letbaun, terdapat 200 anggota petani rumput laut sejak tahun 2001, tetapi banyak yang tidak serius menekuni budidaya rumput laut ini.

Jika serius, maka petani dapat memanen rumput laut setiap bulan (30-45 hari). "Jika mau panen setiap bulan, maka petani juga harus rajin menanam rumput laut setiap bulan sehingga memiliki penghasilan bulanan". 

Anggota petani pada mulanya mendapatkan bibit rumput laut pada tahun 2001 dari Bapak Ibrahim Agustinus Medah, mantan Bupati Kabupaten Kupang. Selanjutnya, petani menanam bibit dari hasil sendiri atau meminta pada petani lainnya. 

Ada dua jenis Eucheuma yang dibudidayakan oleh penduduk di Pantai Medo, yaitu Eucheuma spinosum dan Eucheuma cottoni atau lebih dikenal dengan nama sakol. Menurut mama Fransina Bukan Pallo, penduduk Dusun Bahamsalit, jenis sakol lebih mahal dari jenis spinosum. Masing-masing harganya Rp 20.000/kg untuk sakol  kering dan Rp 7.000/kg untuk spinosum kering.

Terdapat tiga metode budidaya rumput laut yang sudah dikenal masyarakat dan dikembangkan secara luas, yaitu metode tanam dasar, rakit apung dan rawai. Pemilihan metode tersebut tergantung pada kondisi geografis lokasi (http://www.ipulmujib.blogpot.com).

Metode budidaya rumput laut yang dilakukan di pantai Medo, asuhan Bapak Yeheskial Fate, adalah metode Tanam Dasar karena cocok dengan areal  Pantai Medo yang memiliki substrat dasar pasir dengan pecahan karang dan terlindung dari hempasan gelombang. Daerah ini juga tidak berlumpur dan berarus cukup baik dengan kisaran kedalaman antara 0,5 m saat surut hingga 3 meter saat pasang. 

Mengapa petani rumput laut belum terlihat serius untuk mengembangkan rumput laut di Semau? Kendala utama yang dihadapi oleh petani rumput laut saat ini, adalah hama/penyakit. 

 Sementara dari aspek sosial kemasyarakatan, ternyata hasil rumput laut ini sering dicuri oleh orang lain. Jenis penyakit yang menyerang rumput laut ini biasanya berupa bintik-bintik putih yang menyerang kulit rumput laut dan menyebabkan seaweeds ini menjadi tidak sehat, mudah patah dan rusak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun