Mohon tunggu...
Viride
Viride Mohon Tunggu... Buruh - penulis

Penulis tidak dapat menulis secepat pemerintah membuat perang; karena menulis membutuhkan pemikiran. - Bertolt Brecht (Penulis dari Jerman-Australia)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Berwarna Hitam (Part - 4)

4 April 2019   10:16 Diperbarui: 4 April 2019   10:26 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku menelisik maksud senyumannya. Menatap dengan saksama, apakah ada rasa kecemburuan di sana. Terbata, khawatir membuat perempuan itu benar-benar memenuhi kepalanya dengan prasangka yang tidak-tidak, aku memberikan jawaban logis.

"Um, kurasa, perempuan mana pun selalu terlihat cantik, karena mereka perempuan. Lain halnya kalau mereka laki-laki, tidak mungkin disebut cantik. Benar, kan?" tanyaku membuat kalimat terasa lucu. Apa menurut kalian begitu?

Vanita melemparkan pandangannya ke sekeliling ruangan. "Tapi sepertinya, dia menyukaimu." Pada kata terakhir mata perempuan itu langsung menghujamku.

Dahiku berkerut. Benar saja, ia cemburu. "Aku tak tahu apa dia menyukaiku atau tidak. Yang jelas kami tidak ada hubungan apa-apa."

"Oh ya. Hemm ... entahlah. Mungkin saja yang terjadi, sebelum aku datang, kau tidak sedang membantunya berdiri, tapi melakukan sesuatu yang aku tak tahu."

"Maksudmu?" tanyaku dengan kening berkerut.

Oh, Tuhan. Ini benar-benar hanya hal sepele yang tidak perlu diperdebatkan, karena memang tidak ada yang terjadi, tapi Vanita seolah menginginkan kecurigaannya dibenarkan.

"Vani, jangan berprasangka buruk padaku. Harus bagaimana lagi menjelaskannya kalau aku hanya menyayangimu?" Aku kesal.

"Cuma merasa aneh. Ini sudah malam dan perempuan itu ada di rumahmu. Tiba-tiba saat melihatku datang, kau mengatakan dia terpeleset di kamar mandi."

"Itulah yang terjadi. Memangnya kau mengharapkan apa?" Aku menatapnya dengan emosi yang mulai menggebu.

Merasa ditantang, Vanita membalas tatapanku. Sorot matanya nanar dan tajam. "Tidak ada, tapi aku tidak tahu apa yang sudah terjadi sebelum aku datang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun