Mohon tunggu...
GRECIA HARIANTI
GRECIA HARIANTI Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar Sekolah

Basket

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senyum di Balik Kesibukan

20 November 2024   10:15 Diperbarui: 20 November 2024   10:16 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

" Sibuk menjadi prioritas ku di keluarga setiap hari aku tidak pernah yang merasakan dekat dengan keluarga berkumpul dengan keluarga "

" Orang lain yang lihat keluarga ku terlihat damai dan terlihat seperti cemara namun pada saat itu..."

Bunga Cintya Anindita, seorang anak tunggal yang haus akan kasih sayang orang tua. Dia tak pernah merasakan bagaimana rasanya diberi kasih sayang oleh kedua orang tuanya. Meskipun semua kebutuhannya terpenuhi namun Bunga tidak membutuh- kan harta orang tuanya yang dia butuhkan adalah keberadaan orang tuanya di sisinya.

Suatu hari di sebuah rumah mewah terdapat seorang anak kecil yang menangis sesenggukan di tempat tidurnya, dia dikurung oleh pengasuhnya. Memang sedari bayi Bunga diasuh oleh orang yang di- pekerjakan orang tuanya. Pengasuhnya selalu melakukan kekerasan terhadap Bunga,meskipun begitu pengasuhnya tidak dipecat oleh orang tuanya karena orang tuanya tidak tahu dan tidak akan pernah mau tahu, orang tuanya selalu sibuk dengan pekerjaannya masing masing. Setelah Bunga menangis Bunga tertidur, lalu dia dibangunkan dengan suara gebrakan pitu yang sangat keras.

"Bunga ayo bangun jangan malas-malasan," ucap sang pengasuh. "Iya Bi saya bangun," ucap Bunga dan buru-buru dia bangun dari tidurnya.

"Ya udah sana mandi dan pergi sekolah," bentak si pengasuh. Bunga pun berjalan dengan tertatih-tatih menuju kamar mandi.

Di dalam kamar mandi Bunga merasa dadanya sangat sesak dia ke- habisan pasokan udara, dengan segara Bunga menuju rak yang be rada di dalam kamar mandi dan mengambil inhailernya. Bunga mengidap riwayat penyakit asma, dia menyembunyikan penyakitnya dari semua orang, tidak ada yang tahu kecuali Bunga sendiri. Lagi pula untuk apa ia memberi tahu orang lain tentang penyakitnya toh juga tidak ada yang peduli dangannya.

Setelah selesai mandi Bunga sarapan di meja makan sendiri. Hanya dia sendiri, hanya ada Bunga kecil dan kesunyian. Ya ituah yang terjadi setiap harinya hanya kesunyian yang menemaninya. Bunga telah menghabiskan sarapannya, dia segera berangkat pergi sekolah dengan angkutan umum. Walaupun ada supir di rumahnya namun sang pengasuh selalu melarang sang supir untuk mengantarkannya atau menjemputnya ke sekolah. Uang jajan Bunga juga sering diambil oleh pengasuh dan Bunga hanya diberi sedikit namun untung saja Bunga selalu membawa bekal.

Bunga telah sampai di sekolahnya, di sekolah dia selalu dia bully oleh teman-temannya karena Bunga dianggap miskin oleh teman-temannya dan juga orang tuanya yang tidak pernah menghadiri acara sekolah. Dari itu terciptanya rumor bahwa Bunga adalah anak haram. Saat sampai di kelas Bunga mendengarnya.

"Hei lihat ada anak yang tidak diinginkan."

"Hahaha anak haram."

"Dasar miskin sekolah aja naik angkot."

"Dia kan miskin kok bisa ya dia sekolah di sekolah elit kayak gini." Dan masih banyak lagi hinaan yang tertuju untuk Bunga. Bunga kecil segera berlari menuju toilet dan menangis, menumpahkan semua rasa sakit yang ada dihatinya. Merasa lebih lega Bunga menuju ke kelasnya karena jam pelajaran sebentar lagi akan dimulai.

Semua hinaan Bunga rasakan hingga dia remaja. Sekarang Bunga sudah menginjak Sekolah Menengah Atas. Namun Bunga yang sekarang terkesan lebih dingin dan cuek dari pada Bunga yang dulu. Jika dulu Bung akan menangis saat mendapatkan hinaan maka berbeda dengan Bunga yang sekarang yang tidak peduli dengan sekitar. Orang tua Bunga sudah berpisah mereka sudah mempunyai pasangan masing-masing, dan Bunga memilih tinggal bersama papanya.

Saat berada di dalam kelas Bunga memengangi dadanya, mera- sakan sesak nafas dan nyeri di dada. Sudah beberapa kali Bunga mengalami hal seperti ini dan hal ini terjadi saat dia memasuki bangku Sekolah Mengengah Pertama. Bunga segera mengambil obat pereda nyeri di tasnya dan meminum obat tersebut. Setelah pulang sekolah Bunga bergegas pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan penyakitnya. Bunga pun melakukan beberapa pemeriksaan.

"Ini penyakit yang cukup serius, anda mengidap kanker paru- paru stadium awal."

Bunga pun mematung mendengar ucapan sang dokter. Bunga tidak bisa berkata apa-apa lagi, kenapa nasibnya selalu buruk.

"Penyakit yang diderita Nak Bunga bisa disembuhkan melalui operasi atau dengan kemotrapi sementara, itu saya berikan obat dahulu."

"Baik dok terima kasih kalau begitu saya permisi,"
Bunga pun keluar dari ruang dokter tersebut.

Bunga berjalan di trotoar sambil merenungi apa yang diucap- kan oleh dokter tadi. Dia bingung, haruskah dia memberi tahu orang tuanya atau tidak. Jika pun Bunga memberi tahu orang tuanya, apakah mereka akan peduli dengannya? Toh sekarang juga orang tuanya hidup bahagia dengan keluarganya masing-
masing

mana peduli mereka dengannya. Dengan itu Bunga memilih diam dan hanya dia dan dokter saja yang tahu.

Bunga sampai di rumahnya hampir tengah malam karena tadi Bunga berjalan jalan terlebih dahulu untuk menenangkan pikirannya. Dia memasuki rumah melihat sekeliling yang gelap dan kesunyian yang menyapanya. Namun Bunga dikejutkan oleh lampu yang tiba-tiba menyala diikuti dengan suara laki-laki yang saat Bunga lihat adalah papanya yaitu Rayan.

"Dari mana saja kamu? Jam segini baru pulang."

"Anda tidak perlu tahu. Toh selama ini anda juga tidak pernah peduli terhadap saya." Bunga pun pergi menuju tangga untuk ke kamarnya yang ada di lantai atas.

"Kamu tidak ada sopan sopannya terhadap saya, saya ini papa kamu Bunga!!" teriak Bunga yang tidak dipedulikan oleh Bunga.

Setelah beberapa bulan kejadian di mana ayahnya membentaknya mereka tidak pernah bertemu lagi karena sang ayah yang selalu dinas keluar negeri dan sang anak yang jarang pulang. Jika kalian bertanya di mana pengasuh Bunga jawabannya adalah pengasuh Bunga sudah mengundurkan diri karena ingin menikah dengan saudagar kaya. Semakin lama penyakit yang Bunga derita semakin parah karena Bunga hanya meminum obat tanpa mau operasi ataupun kemoterapi. Bunga berfikir untuk apa ia melakukan hal itu toh ujung-ujungnya ia akan mati, jikapun ia hidup juga tidak ada yang peduli terhadapnya.

Sekarang Bunga berada di sebuah pantai, Bunga berada di sini karena ingin menikmati sisa hidupnya. Bunga melihat sekeliling banyak keluarga yang sedang bercanda gurau. Bunga merenung dia tidak pernah merasakan bagaimana bahagianya disayang oleh orang tuanya. Kenapa harus dia yang mengalami ini semua, Bunga merasa Tuhan tidak adil.

Tuhan aku ingin seperti mereka, kenapa mama sama papa tidak pernah bisa sayang sama aku?"

"Tolong Tuhan, sekali saja aku ingin merasakan kebahagiaan."

"Aku juga ingin seperti anak-anak itu yang bisa bermain bersama

orang tuanya, mereka bisa merasakan bagaimana bahagianya diberi

kasih sayang dan perhatian dari orang tua mereka, namun kenapa aku tidak bisa, kenapa Tuhan kenapa?!!...hiks kenapa harus aku Tuhan?
"Bunga menangis menumpahkan semua unek-unek yang mengganjal di hatinya.

Hari sudah mulai gelap, namun Bunga enggan pergi dari pantai, dia ingin menikmati indahnya sang surya sang tenggelam. Matahari sudah menghilang digantikan dengan sinar rembulan yang menyinari bumi. Bunga pun pergi dari pantai dan menuju halte bus yang menuju rumahnya, namun tiba-tiba ia merasakan sakit yang luar biasa menyerang dadanya, pandangan Bunga mulai kabur, dan Bunga pun pingsan di atas trotoar.

Bunga membuka matanya dan melihat sekeliling ada mama dan papanya yang tengah menangis. Bunga terheran mengapa ada orang tuanya di sini.

"Aku di mana?" tanya Bunga.

"Kamu ada di rumah sakit Nak, tadi kamu pingsan di jalan dan tadi mama dan papamu di telpon oleh pihak rumah sakit bahwa kau ada di sini," jawab Zela ibu dari Bunga.

"Bunga kenapa tidak pernah cerita sama kita tentang penyakit yang Bunga derita?"

"Bercerita?? Kalian saja tidak pernah ada untuk saya. Ke mana kalian saat saya membutuhkan pelukan? Ke mana kalian saat saya membutuhkan kasih sayang? Dan ke mana kalian saat saya membu- tuhkan membutuhkan perlindungan dari dunia yang kejam ini?"

"Saya sedari kecil hidup sendiri tanpa kasih sayang kalian, saya iri terhadap teman-teman saya yang diantar jemut oleh orang tuanya, saya iri karena mereka bisa merasakan kasih sayang orang tua mereka. Kenapa mereka bisa sedangkan saya tidak? Saya merasa tidak mem- punyai orang tua, padahal kalian masih ada didunia ini. Kenapa kalian melakukan ini terhadap saya? Saya tidak membutuhkan uang kalian, yang saya butuhkan adalah kasih sayang kalian. Tapi kalian malah berpisah dan hidup bahagia bersama keluarga kalian masing-masing, lalu kalian melupakan aku. Apakah kalian tidak pernah memikirkan bagaimana penderita dan rasa sakit yang saya rasakan? Apakah kalian masih pantas disebut orang tua?"teriak Bunga dengan menangis pilu dia menceritakan semua keluh kesahnya terhadap orang tuanya itu.

Kedua orang tua Bunga yang mendengar itu pun ikut menangis. Mereka merasa tidak becus menjadi orang tua bagi Bunga. Bagaimana bisa mereka tidak tahu kalau anak mereka merasakan penderitaan yang begitu berat.

"Bunga maafkan kesalahan kami, maafkan kami yang tidak pernah memikirkan perasaanmu. Maafkan kami yang terlalu egois," maaf Zela.

"Kami akan memperbaiki semuanya. Walaupun kami sudah berpisah kami akan membahagiakanmu. Kau akan memiliki keluarga bahagia. Maukah kamu membuka lembaran baru?"tanya Rayan. "Kalian terlambat waktuku tidak sebanyak itu untuk menghabiskan masa indah bersama kalian," jawab Bunga

"Tidak papa kami berusaha untuk menyembuhkanmu, papa akan mencari dokter terbaik di dunia ini untuk menyembuhkanmu, papa yakin kamu anak kuat," ucap Rayan dengan nafas tersenggal-senggal akibat menangis.

Mendengar penuturan dari sang papa Bunga tertawa hambar.

 "Maaf saya tidak sekuat yang anda bayangkan. Saya sudah lelah menghadapi kejamnya dunia dan maaf karena saya telah menjadi beban untuk kalian."

"Tidak, kami yang salah. Kami mohon bertahanlah, mohon Rayan. "Saya tidak bisa bertahan lagi, saya tidak kuat menahan rasa sakit ini terlalu lama. Mama, Papa, hahaha... itu pertama kalinya kan kalian mendengar saya memanggil dengan sebutan itu. Ini juga akan men- jadi terakhir kalinya saya memanggil kalian dengan sebutan itu, terima kasih kalian sudah ada di saat saat terakhir saya. Saya pamit," ucap Bunga dengan suara lirih dan perlahan lahan menutup matanya. Ya Bunga telah meninggal dunia.

"Enggak...Enggak Bunga ngak boleh ninggalin Mama. Bunga anak kuat, mama yakin itu. Ayo bangun Bunga...ayo bangun!!" teriak Zela lalu menanggis dengan keras.

"Katanya Bunga mau hidup bahagia sama Mama dan Papa kan? Tapi kenapa Bunga malah pergi ninggalin Mama dan Papa?" ucap Rayan dengan menangis tersendu-sendu.

Mama Bunga menangis dipelukan Papa, Bunga Kenapa Tuhan mengambil Bunga dari mereka padahal Bunga belum pernah merasakan kebahagiaan. Kenapa mereka baru sadar bahwa anak mereka membutuhkan kasih sayang mereka.

Hari ini adalah hari pemakaman Bunga, sudah banyak warga dan rekan bisnis Papa Bunga, datang kepemakaman Bunga tidak lupa kedua orang tua Bunga dan keluarganya masing masing. Bunga telah dimakamkan. Mama Bunga duduk sambil memeluk batu nisan Bunga.

"Bunga kenapa kamu pergi, kita belum jalan-jalan bareng, ketawa-ketawa bareng, bercanda bareng. Kamu mau semua itu kan? Tapi kenapa kamu pergi?" ucap mama Bunga terisak.

"Zela kamu harus ikhlas melepaskan kepergian Bunga kalau, kamu seperti ini Bunga juga ikut sedih melihat mamanya menangis. Nanti kita harus sering berdoa umtuk Bunga supaya dia tenang di sana. Kalau kamu bahagia pasti Bunga juga merasakan bahagianya," Rayan berusaha menanangkan Zela.

"Baik, aku akan berusaha untuk ikhlas."

"Yaudah kalau begitu mari kita pulang, hari sudah mulai sore." ajak Rayan

"Bye anak mama, semoga kamu tenang ya di sana. Pasti kamu udah ngak ngerasain sakit lagi. Mama janji akan sering berkunjung."

Dalam hati Rayan berkata. "Papa sebenarnya juga belum ikhlas atas kepergian kamu Nak. Tapi papa akan berusaha ikhlas supaya kamu bahagia di sana."

Mereka pun meninggalkan area pemakaman dengan perasaan sedih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun