Mohon tunggu...
Binsar Antoni  Hutabarat
Binsar Antoni Hutabarat Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, penulis, editor

Doktor Penelitian dan Evaluasi pendidikan (PEP) dari UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA. Pemerhati Hak-hak Azasi manusia dan Pendidikan .Email gratias21@yahoo.com URL Profil https://www.kompasiana.com/gratias

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penolakan Pemakaman Korban Covid-19, Stigma dan Irasionalitas

4 April 2020   16:43 Diperbarui: 15 April 2020   19:36 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penolakan warga terhadap pemakaman korban virus corona ditempat pemakaman umum adalah tindakan irasional yang dapat melemahkan persatuan bangsa dalam memerangi covid-19. Secara bersamaan penolakan pemakaman korban  corona itu sama saja dengan memberi stigma pada keluarga korban corona yang sedang berjuang membebaskan diri dari cengkraman virus corona..

Korban meninggal karena corona jika pun bangkit kembali tidak akan marah ketika tahu bahwa pemakamannya dilakukan secara sederhana sesuai dengan protokol kesehatan. Karena pemakaman korban corona sesuai protokol kesehatan sejatinya untuk melindungi keluarga dan keturunan korban corona itu sendiri. Tapi, tidak berarti warga boleh seenaknya menolak pemakaman korban corona apalagi memberikan stigma terhadap keluarga korban.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto telah menjelaskan bahwa jenazah pasien positif virus corona tidak berbahaya bila dimakamkan di tempat pemakaman umum, asalkan telah dilakukan sesuai dengan prosedur pemakaman jenazah pasien positif Covid-19. Mengenai prosedur pemakaman korban corona secara resmi pemerintah telah merilis protokol pengurusan jenazah pasien terpapar Covid-19.

Ketentuan pemakaman korban covid-19 telah dimuat dalam situs resmi Kementerian Agama pada 19 Maret 2020. Pertama, lokasi penguburan harus berjarak setidaknya 50 meter dari sumber air tanah yang digunakan untuk minum dan berjarak setidaknya 500 meter dari permukiman warga. Kedua, jenazah harus dikubur pada kedalaman 1,5 meter, lalu ditutup dengan tanah setinggi satu meter. Ketiga, setelah semua prosedur jenazah itu dilaksanakan dengan baik, barulah keluarga dapat turut serta dalam penguburan jenazah.

Menanggapi banyaknya penolakan warga terkait pemakaman korban corona gubernur Ganjar Pranowo sempat meminta kepada para ahli, dokter untuk membantu menjelaskan apakah jenazah positif corona berbahaya jika dimakamkan di tempat pemakaman umum. Maksudnya sosialisasi terhadap warga yang termakan isu irasional itu juga diharapkan melibatkan para dokter atau ahli medis.

Korban meninggal karena corona jika dimakamkan sesuai protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah tidak akan menulari mereka yang masih hidup. Penolakan warga terhadap pemakam korban corona ditempat pemakaman umum tidak memiliki alasan yang dapat dipertanggungjawabkan jika tidak ingin dikatakan irasional, karena termakan dongeng isapan jempol dari mereka yang tak bertanggungjawab.

Penolakan pemakaman korban corona di pemakaaman umum secara bersamaan telah melukai perasaan keluarga korban corona yang masih berada dalam keadaan duka karena ditinggalkan seseorang yang dikasihi. Keluarga korban berduka karena tidak dapat melaksanakan penghormatan terakhir kepada keluarga yang meninggal sebagaimana selayaknya terjadi sebelum wabah corona.

Keluarga korban corona itu masih berduka, dan mungkin ada diantara mereka yang masih dalam perwatan. Warga sebaiknya tidak menambah kedukaan keluarga yang ditinggalkan dengan memberikan stigma pada korban corona, itu akan menyebabkan keluarga yang ditinggalkan sulit untuk bangkit dari keterpurukan mereka.

Tayangan televisi tentang kemarahan seorang anggota dewan yang dilarang mengikuti pemakaman anggota keluarganya sesuai protokol kesehatan mestinya juga menyadarkan kita betapa pilunya melepaskan orang yang kita kasihi dan hormati tanpa penghormatan sebagaimana biasa sebelum wabah corona.

Dalam kemarahannya, anggota dewan itu menantang polisi untuk memasukkan kemulutnya virus corona asal saja dia bisa memberikan penghormatan terakhir kepada keluarganya yang meninggal. Itu pun tindakan irasional, sama seperti warga yang menolak pemakaman korban corona ditempat pemakaman umum sesuai protokol kesehatan.

Sikap irasional anggota dewan itu sepatutnya menyadarkan kita, betapa berdukanya keluarga yang harus memakamkan anggota korban corona sesuai dengan protokol kesehatan. Betapa pilunya hati anggota keluarga yang tak dapat memberikan penghormatan terakhir kepada salah seorang anggota keluarga mereka yang meninggal. Padahal, hubungan yang dekat dengan korban meninggal corona membuat orang dekatnya rela melakukan segala sesuatu untuk memberikan penghormatan terakhirnya. Meskipun itu juga tindakan irasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun