Pada awal kemunculan Wabah Covid-19 (nama resmi SARS-Cov-2) banyak yang meremehkan dampaknya. Alasannya adalah mayoritas gejala SARS-Cov-2 ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya. Angka kematian akibat virus ini terbilang rendah  (+/-4%). Itulah sebabnya ketika negara-negara lain berjibaku sekuat tenaga menahan penyebarannya, Indonesia masih santai saja. Pemerintah seolah-olah hanya berusaha menenangkan masyarakat untuk tidak panik menghadapi covid-19.
Pemerintah, melalui kementerian kesehatan kerap hadir di televisi membesarkan hati masyarakat Indonesia dengan petuah-petuah yang jamak kita dengar, Covid-19 itu seperti Influenza biasa, penyakit itu bisa sembuh sendiri. Jaga kesehatan, makan buah-buahan, dan jangan lupa berolah raga. Kita semua akan aman dari covid-19.
Setelah kemunculan tiga orang yang terdeteksi positif terinfeksi Virus Corona di Depok, Pemerintah masih terus membesarkan hati masyarakat, apalagi ketika ketiga orang positif terinfeksi corona itu sembuh. Signal  meremehkan Covid-19 diinterpretasikan sekelompok masyarakat terlihat melalui  pemberian jamu pada korban yang disembuhkan dari corona.
Alasannya adalah untuk memperingati korban corona yang telah disembuhkan untuk tetap menjaga kesehatan dan tidak lagi terular virus corona, tampaknya pemerintah ingin memberikan pesan kepada masyarakat untuk juga menjaga kesehatan sebagai strategi jitu menghindari corona.
Berita tentang dampak covid-19 yang ringan dengan nama resmi SARS-COV-2 bertebaran di berbagai media, tampak seperti meremehkan dampak Covid-19 yang umumnya berdampak ringan pada penderita, apalagi pada banyak kasus mereka yang positif corona tidak meraskan sakit.
Propaganda meremehkan covid-19 terlihat pada paparan yang kerap tayang di media, Â korban yang mati karena Covid-19 dibawah 2%, masyarakat tidak perlu panik. Jaga kesehatan, makan buah-buahan, minum vitamin, dan berolah raga. Pada fase ini sudah mulai timbul perdebatan publik, juga tuduhan terkait transparansi penanganan covid 19 dari banyak tokoh politik, dan juga tokoh-tokoh masyarakat.
Himbauan agara tetap tenang dari pemerintah itu ternyata membuat sebagian masyarakat tidak tenang. Apalagi pemerintah belum punya  solusi jitu untuk menangkal penyebaran corona secara sistematis.
Pemerintah hanya menyarankan untuk mereka yang berada dalam kondisi sehat supaya tetap menjaga kesehatannya dengan baik, rajin-rajin cuci tangan dengan sabun, atau gunakan hand sanitizer setelah bersalaman dengan orang yang menunjukkan gejala influenza, atau menyentuh benda-benda yang mungkin menjadi media penyebaran virus corona.
Sedang untuk mereka yang mengalami gejala infuenza, batuk-batuk jika bepergian sebaiknya menggunakan masker, dan masker hanya untuk yang menderita sakit batu-batuk agar tidak menularkan kepada yang sehat, untuk mereka yang sehat tak perlu menggunakan masker.
Kepanikan sebagian masyarakat terlihat dengan raibnya benda-benda yang kerap disebutkan media dapat digunakan untuk pencegahan corona di pasaran, masker dan hand sanitizer menjadi barang langka, demikian juga dengan vitamin C, atau multi vitamin. Memang sebagian masyarakat yang tidak memiliki banyak uang masih tetap tenang, apalagi mereka yang percaya bahwa Covid-19 dampaknya pada korban hanya seperti orang yang terkena Influenza biasa.
Kita tentu tahu, di Indonesia jamak jika dokter kerap mengatakan, kalau influenza tak perlu minum obat, cukup jaga kesehatan yang baik, makan-makanan yang bervitamin, maka penyakit itu akan sembuh dengan sendirinya. Dalam diri kita ada antibodi yang dapat membunuh virus Influenza. Itulah sebabnya masyarakat yang tak beruang tak panik meski masker, hand sanitizer, serta berbagai macam jenis vitamin dan multi vitamin lenyap dari pasaran.
Pemerintah juga paham, sebagai besar pendapatan rakyat kecil habis untuk kebutuhan bahan pokok, utamanya beras. Operasi pasar dilakukan pemerintah untuk menjaga ketersediaan dan kestabilan harga beras. Strategi pemerintah itu untuk sementara ampuh, Indonesia tidak perlu Lock Down.
Selanjutnya melihat penyebaran Covid-19 yang makin tak terkendali  pemerintah sadar bahwa harus ada tindakan darurat untuk pencegahan penyebaran virus corona, apalagi korban positip terinfeksi corona sudah menembus angka ratusan orang, dan korban meninggal jauh dari perkiraan yang awalnya diperkirakan hanya dibawah 2%.Â
Kabar dari Italia menimbulkan kepanikan tersendiri, korban di Italia menembus angka 2 persen dari jumlah orang yang positif terinfeksi corona. Kepanikan terjadi di italia, negeri yang banyak dihuni penduduk dengan usia relatif tua itu dilanda kepanikan karena kekurangan tenaga medis untuk menangani korban corona, sedang korban meninggal hampir tiap hari terdengar. Italia  harus berteriak meminta bantuan dari negara-negara Eropa, juga negara-negara di benua lainnya untuk dapat menangani pandemi corona.
Tanggal 20 February 2020, Marion Koopmans, telah memperingatkan dunia tentang pandemi corona dalam tulisannya di Journal of Medicine, (https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NeJMp2000929)
Dia menjelaskan bahwa penyebaran virus yang berdampak lemah pada korban justru sangat berbahaya, karena penyebarannya akan tidak terkendali. Berbeda dengan penyebaran virus yang mengakibatkan kesakitan yang berat seperti Mers-Cov dengan angka kematian 34%. Orang yang terinfeksi Mers-Cov akan sadar dirinya sakit, dan meminta perawatan dokter, karena itu korban langsung dapat diisolasi untuk membatasi penyebaran virus itu kepada orang lain.
MERS-Cov tidak menjadi pandemi karena penyebarannya dapat dibatasi. Sebaliknya, Covid 19 menjadi pandemi karena penyebarannya tak terkendali, menerobos ke banyak negara di seluruh dunia. Pemerintah Indonesia mestinya jauh-jauh hari mendengar analisis Koopmans tentang bahaya Covid-19 meski penyakit ini pada banyak kasus tidak menyebabkan penyakit berat, tetapi penyebaran virus berdampak ringan itu justru menjadi tak terkendali, atau sulit dibatasi penyebarannya..
Beberapa pejabat di negeri ini dilaporkan positif terinfeksi virus Corona, seperti salah seorang menteri dalam jajaran kabinet Presiden jokowi, juga seorang kepala daerah di Bogor, mereka tidak menampakkan gejala-gejala sakit berat, bahkan bisa dikatakan mereka merasa sehat. Demikian juga kabar seorang aktor yang mengungkapkan dirinya positif terinfeksi corona melalui instagram, dia menjelaskan masih merasa sehat, Â juga tidak menunjukkan gejala-gejala sakit berat.
Social distancing, menjaga jarak sosial tidak akan efektif jika masyarakat masih menganggap enteng dampak covid-19. Pemerintah Indonesia harus mengingatkan masyarakat bahwa Covid-19 bisa berakibat fatal jika kita ceroboh menyikapinya.
Pemerintah Indonesia memang telah menggelontorkan dana yang besar untuk mengatasi darurat corona, dari mulai pembelian alat Rapid Test, sampai pada obat-obatan yang biasa digunakan pada negara-negara lain untuk menyembuhkan mereka yang menjadi korban Corona. Tapi, pemerintah juga harus berani menjelaskan dampak berbahaya dari covid-19 yang awalnya berdampak ringan, bahkan tidak menujukkan gejala-gejala sakit bagi mereka yang positif terinfeksi virus corona.
Benarlan apa yang dituliskan Koopmans, Virus covid-19 gejalanya ringan, orang tidak sadar ketika terinfeksi corona, sehingga tidak berkeinginan ke rumah sakit, dan tidak diisolasi. Apabila orang itu terus melakukan kontak dengan banyak orang, maka penyebaran virus itu jadi tidak terkendali. Itulash sebabnya covid-19 yang berdampak ringan ini penyebarannya tak terkendali dan korban pun menyasar jumlah yang sangat besar, serta merenggut nyawa manusia dalam jumlah besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H