“Usia saya 37 tahun ... Bapak .... jauh lebih sepuh Bapak yang sudah 92 tahun ....,” kata Rengganis nampak terbengong-bengong tidak mengerti maksud Sang Juru Kunci.
“Itu ... Gusti sudah siniwaka, Ibu .... silakan matur beliau .....,” kata Sang Juru Kunci sambil mempersilakan Rengganis untuk berbicara langsung kepada Raden Bancolono.
Di hadapan Rengganis telah duduk bersila seorang ksatria Jawa dengan pakaian Surjan berbunga-bunga dan Blangkon Jogjakarta sebagai penutup kepala. Wajahnya berwibawa dengan kulitnya yang putih bersih.
“Raden .... Saya datang di sini untuk mandi bersih-bersih diri dan berdoa memohon kepada TUHAN supaya saya dibersihkan dari dosa-dosa saya yang telah saya lakukan di kehidupan-kehidupan saya sebelum kehidupan yang sekaran ini, dan juga dari dosa-dosa saya yang telah saya perbuat di kehidupan saya saat sekarang ini di waktu-waktu yang telah lalu ....,” kata Rengganis kepada Raden Bancolono. Setelah Rengganis berbicara dengan Raden Bancolono dan Raden Bancolono mengatakan pesan-pesannya yang tidak dapat didengar oleh Sang Juru Kunci, Rengganis kemudian dihantarkan oleh Sang Juru Kunci untuk mandi di Sendang Lanang dan Sendang Wadon yang ada di Lokasi Pesanggrahan Raden Bancolono itu.
Malam telah jatuh di Cemara Sewu itu. Udara dingin menggigilkan Rengganis.
Setelah selesai melakukan ritual doa dan mandi di Pesanggrahan Raden Bancolono itu, dan telah memberikan uang persembahan untuk Sang Juru Kunci, Rengganis kemudian mencari makan di warung terdekat di Cemara Sewu itu. Dengan lahap Rengganis makan bakso setelah berhari-hari lamanya Rengganis hanya makan seadanya saja. Minumnya segelas besar Teh Panas.
Tinggal mencermati apa makna sanepan-sanepan yang diberikan TUHAN kepadanya dengan Laku Lelana Brata ini.
Rengganis tersenyum. Serasa ada ublik kecil yang mulai berjaga di dalam kegelapan hatinya.
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H