“Ya tanya sendiri kepada beliaunya itu, Yu ....,” jawab orang tua itu sambil menyeruput wedang kopinya yang sudah dingin di ketinggian Gunung Lawu itu.
“Iya, Embak ? ....,” tanya Ibu Pemilik Warung kepada Rengganis.
Rengganis hanya mengangguk perlahan.
“Teruuuus ....? ....,” tanya Ibu Pemilik Warung itu kepada Rengganis.
“Telah diambil TUHAN lagi semuanya, Buk ....,” jawab Rengganis lirih sambil menunduk kelu.
“Oooooh .....,” desah Ibu Pemilik Warung itu menunjukkan simpatinya kepada Rengganis.
“Sekarang jalanmu sudah sedikit bersih, mBak ....,” kata orang tua itu kepada Rengganis, “ karena harta kekayaanmu yang engkau kumpulkan dengan nuansa “NAKAL” dan “JAHAT” sudah dibersihkan TUHAN .......,” kata orang tua itu dengan tenang sabar dan penuh KASIH kepada Rengganis.
Kembali Rengganis hanya mengangguk perlahan dan menunduk kelu.
“Embak tinggal menata EGO Embak saja .....,” lanjut orang tua itu setelah menyeruput wedang kopi dinginnya, “ jangan manjakan EGO Embak seperti waktu-waktu yang telah lalu ..... dan janganlah dengan alasan menolong orang lain lalu melakukan yang jahat kepada orang lainnya lagi seperti di waktu-waktu yang telah lalu ..... Semakin kurangilah EGO Embak dan semakin tambahlah IMAN Embak kepada TUHAN .....,” kata orang tua itu sambil berdiri dan beranjak keluar dari Warung di Pos 1 Pendakian Puncak Lawu Jalur Cemara Sewu itu.
“Terima kasih, Embah Kakung .....,” kata Rengganis sambil menghantarkan orang tua itu sampai di luar warung itu.
Setelah itu Rengganis pamit kepada Ibu Pemilik Warung itu sambil membayar makan dan minumnya.
“Nanti kalau pulang tidur di sini juga boleh, Embak .....,” kata Ibu Pemilik Warung itu, “ Ini saya bawai kuncinya. Silakan mau masak apa saja silakan. Ini ada beras, ada Mie Instant, ada telur, ada magicom, ada kompor, ada wajan, ada bumbu-bumbu, ada gula, ada teh, ada kopi. Silakan, silakan, Embak ...... Saya ikhlas ....,” kata Ibu Pemilik Warung itu kepada Rengganis dengan penuh KASIH.
“Terima kasih sekali, Buk ..... Terima kasih sekali .... Saya mungkin terus turun sehabis menerima petunjuk lagi .....,” jawab Rengganis tersenyum riang sambil memegang tangan Ibu Pemilik Warung itu lama.
Kembali Rengganis menapaki jalan bebatuan yang menanjak tajam ke arah Pucak Lawu.
Hawa semakin dingin. Kaki Rengganis yang tidak bisa ditekuk semakin terasa sakit.
Setelah melewati Pos Perhentian 2 dan sampai di Pos Perhentian 3, Rengganis segera masuk ke Tempat Istirahat dan menyalakan api unggun di tempat yang telah tersedia. Rengganis memanaskan tubuhnya, tangannya, kakinya di pinggir api yang mau berkobar besar.
Dengan beralaskan kain-kain Rengganis merebahkan dirinya yang lelah di samping api unggun yang menyala besar.
Sekejab Rengganis sudah terlelap di dalam tidur yang dalam.
Di dalam tidurnya Rengganis bermimpi.
Di dalam mimpinya itu Rengganis didatangi seorang yang berpakaian Raja, bermahkotakan mahkota dari emas yang berkilauan dipenuhi batu ratna manikam yang sangat indah sekali. Di dalam mimpinya itu Rengganis diberi buah bulat sebesar buah kelapa berwarna hijau. Rengganis belum pernah melihat buah seperti itu. Rengganis tidak tahu buah apa itu.
Sekejap ..... dan Rengganis pun terbangun dari tidurnya ........
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H