“Nanti kalau pulang tidur di sini juga boleh, Embak .....,” kata Ibu Pemilik Warung itu, “ Ini saya bawai kuncinya. Silakan mau masak apa saja silakan. Ini ada beras, ada Mie Instant, ada telur, ada magicom, ada kompor, ada wajan, ada bumbu-bumbu, ada gula, ada teh, ada kopi. Silakan, silakan, Embak ...... Saya ikhlas ....,” kata Ibu Pemilik Warung itu kepada Rengganis dengan penuh KASIH.
“Terima kasih sekali, Buk ..... Terima kasih sekali .... Saya mungkin terus turun sehabis menerima petunjuk lagi .....,” jawab Rengganis tersenyum riang sambil memegang tangan Ibu Pemilik Warung itu lama.
Kembali Rengganis menapaki jalan bebatuan yang menanjak tajam ke arah Pucak Lawu.
Hawa semakin dingin. Kaki Rengganis yang tidak bisa ditekuk semakin terasa sakit.
Setelah melewati Pos Perhentian 2 dan sampai di Pos Perhentian 3, Rengganis segera masuk ke Tempat Istirahat dan menyalakan api unggun di tempat yang telah tersedia. Rengganis memanaskan tubuhnya, tangannya, kakinya di pinggir api yang mau berkobar besar.
Dengan beralaskan kain-kain Rengganis merebahkan dirinya yang lelah di samping api unggun yang menyala besar.
Sekejab Rengganis sudah terlelap di dalam tidur yang dalam.
Di dalam tidurnya Rengganis bermimpi.
Di dalam mimpinya itu Rengganis didatangi seorang yang berpakaian Raja, bermahkotakan mahkota dari emas yang berkilauan dipenuhi batu ratna manikam yang sangat indah sekali. Di dalam mimpinya itu Rengganis diberi buah bulat sebesar buah kelapa berwarna hijau. Rengganis belum pernah melihat buah seperti itu. Rengganis tidak tahu buah apa itu.
Sekejap ..... dan Rengganis pun terbangun dari tidurnya ........