Mohon tunggu...
Gloria Pitaloka
Gloria Pitaloka Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Rumah Tangga dan Penulis

Perempuan yang mencintai bumi seperti anak-anaknya sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

BISIKAN-BISIKAN YANG DIDENGAR MAHARANI

13 Juni 2023   11:32 Diperbarui: 14 Juni 2023   15:23 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak bisa menunda-nunda, kami---para mahasiswa---bersiap untuk mengungsi dan membantu warga.

Tepat pukul sepuluh malam, setelah berkeliling memberi tahu warga untuk mengungsi dengan alat seadanya seperti kuda dan sepeda, kami memastikan tidak ada warga jompo, orang sakit, atau anak-anak yang tertinggal. Namun, kepanikan warga tetap terjadi.

"Ayo, kita harus bergerak cepat!" teriak Pak Kuwu memimpin rombongan dan keluarganya. Kami berjalan cepat beriringan. Aku membantu memapah wanita hamil yang sedang meringis menahan mulas. Ketika perempuan itu tak lagi kuat berjalan, empat lelaki dewasa menggotongnya menggunakan tandu. Perjalanan mendadak malam ini terasa sangat berat. Jalan desa yang gelap dan terjal terasa sangat sulit dilalui. Kami harus memastikan seluruh rombongan bisa keluar desa dengan selamat. Pakaian, bahan makanan, selimut, obat-obatan, sedikit perhiasan atau uang dibawa, sementara hewan ternak dilepaskan.

Pergerakan rombongan melambat. Hujan deras mulai menyambut diselingi suara petir. Medan memang sangat berat, harus menaiki bukit yang terjal dan jalan setapak yang gelap dengan jurang terjal di kiri-kanan. Penerangan seadanya hanya beberapa obor dan petromaks. Kami mahasiswa dari kota beruntung memiliki senter, sedangkan warga desa yang memiliki senter dan petromaks bisa dihitung dengan jari.

Aku menoleh ke belakang, tampak gumpalan hitam menyeramkan di belakang kami. Hujan semakin deras, membuat jalanan terasa licin. Banyak yang berjatuhan dan terluka. Masih beruntung tidak terguling ke jurang. Gemuruh air sungai di tepi jurang terdengar jelas, sangat mengerikan.

Orang jompo, ibu hamil, dan warga yang sakit beristirahat dulu. Tiba-tiba terdengar suara salah satu ibu hamil merintih dan menangis kesakitan. Kemungkinan dia akan segera melahirkan. Lelah dan takut mulai menghinggapi warga. Bersama kepala desa, kami terus menyemangati warga yang berjalan beriringan seperti semut merayap.

Sebelum tengah malam, rombongan kami tiba di atas bukit. Jauh di bawah sana, warga desa yang tertinggal tampak berlarian panik sambil berteriak histeris.

"Tolooong! Ada air bah! Longsooor!"

Tidak ada yang bisa kami bantu. Kami yang sudah tiba di atas hanya memandang sedih dan berusaha melemparkan kayu atau tali untuk menggapai mereka.

Tepat pukul dua belas malam, terdengar suara air bergemuruh. Dalam kegelapan, terdengar jerit tangis pilu dan teriakan minta tolong.

Di atas bukit yang tinggi, kami menunggu datangnya tim evakuasi. Mendirikan tenda seadanya untuk anak dan orang tua. Wanita hamil ditangani peraji dibantu mahasiswi. Ketakutan dan kebingungan menyergap warga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun