Mohon tunggu...
Gloria Pitaloka
Gloria Pitaloka Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Rumah Tangga dan Penulis

Perempuan yang mencintai bumi seperti anak-anaknya sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan Bumi

10 Juni 2023   12:15 Diperbarui: 10 Juni 2023   12:16 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sesekali kutengok ke belakang sudah sejauh mana aku mengerjakan. Nyaris tak percaya, saluran panjang itu aku buat seorang diri. Sedikit lagi, aku yakin, sedikit lagi akan tercapai mimpiku.

Namun, semua tak berjalan mulus. Hari ini hari yang teramat berat. Tenagaku nyaris habis. Akan tetapi, sakit badan dan jiwa tak kurasa. Demi mimpi sawah tergenang air yang jernih dan sejuk. Kupaksakan dengan ikhlas.

Dengan badan lemah, kuayunkan linggis perlahan. Trang! Trang! Aku pun limbung, lalu terjatuh. Saat tergeletak, mataku mengabur. Tekadku meluntur. Benarkah keyakinanku? Di balik dinding ini ada air? Aku mulai goyah. Ingin menyerah. Haruskah kuteruskan atau ditinggalkan? Akankah sia-sia pekerjaan ku jika tetap teruskan seperti ejekan-ejekan mereka?

Lagi dan berulang.
Aku limbung, jatuh, lemah. Termenung sesaat. Lalu bangkit kembali. Aku bisa, aku yakin itu!

Mataku kian mengabur. Suara linggis beradu batu seperti harmoni di telingaku. Samar-samar kudengar suara gemericik air. Entah itu halusinasi atau apa, saking keinginanku yang kuat ini.

Tiba-tiba ....

Air deras menyembur dari balik bukit bersama gumpalan tanah dan batu. Membuatku terperenyak dalam gelontoran air. Semakin lama air yang keluar semakin jernih dan deras. Sekelilingku di penuhi air.

"A-air ... Air ...." Aku terbata-bata. Sembari semakin gemetar aku mengayunkan linggis sekuat tenaga, penuh semangat seperti mendapatkan kekuatan dahsyat. Lubang itu pun semakin membesar. Tekanan air makin meningkat. Tubuhku sudah basah kuyup. Namun, terus ku lanjutkan membuat lubang yang besar hingga kemudian desakan air makin besar. Pada akhirnya, tubuhku yang rapuh ini terdesak air dan terdorong ke belakang. Tubuhku terseret keluar saluran yang kubuat sendiri.

"Air! Aiiir! Aiiiirrr!"

"Allahu Akbaaarrr!"

"Ini, iniii... mujijat!Ini Mujijat!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun