Mohon tunggu...
Gramedia Official
Gramedia Official Mohon Tunggu... Lainnya - Tempat kamu mencari buku 📚

📖 Halaman untuk pecinta buku. Dari trivia, review, hingga rekomendasi buku dari #SahabatTanpaBatas-mu. 🤗

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejarah Zakat bagi Umat Muslim dari Awal Diwajibkan di Zaman Nabi!

29 November 2022   15:10 Diperbarui: 29 November 2022   15:26 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kewajiban zakat adalah salah satu dari lima rukun Islam. Namun, zakat tidak dapat dipisahkan dari pendapatan dan individu. Begitu pula pada yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad SAW.

Hal inilah yang menunjukan sejarah zakat bagi umat muslim dari awal diwajibkannya. Terutama kita dapat merujuk pada sejarah zakat di zaman Nabi Muhammad SAW. Contohnya seperti doa zakat fitrah yang sekarang kita kenal, sejak kapan amalan itu berlaku?

Awal Sejarah Zakat Diwajibkan

Buku 125 Masalah Zakat karya Al-Furqon Hasbi menyebutkan bahwa zakat tidak dilakukan ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Saat itu, Nabi SAW, para sahabat dan seluruh Muhajirin (Muslim Quraisy yang hijrah dari Mekah ke Madinah) masih sibuk mengelola usaha untuk menghidupi diri dan keluarganya di tempat yang baru. 

Juga, tidak semuanya - kecuali Utsman bin Affan - memiliki dana yang cukup karena semua harta dan benda mereka tetap berada di Mekkah. 

Memang, kaum Anshar (penduduk Madinah yang menyambut dan membantu Nabi dan para sahabatnya yang hijrah dari Mekah) menerima mereka dengan bantuan dan keramahan yang luar biasa. Namun, mereka tidak ingin membebani orang lain. 

Jadi mereka bekerja keras untuk kehidupan yang baik. Mereka juga berpikir bahwa tangan ke atas lebih baik daripada tangan ke bawah. Dalam hal ini keahlian orang muhajir adalah berdagang hingga  suatu hari Sa'ad bin Ar-Rabi menawari Abdurrahman bin Auf kekayaannya tetapi Abdurrahman menolak. 

Dia hanya meminta untuk ditunjukkan jalan ke pasar. Di sana ia memulai bisnis mentega dan keju. Dalam waktu singkat ia menjadi kaya kembali berkat keterampilan bisnisnya. Bahkan sudah ada kafilah yang datang dan pergi dengan membawa barang-barangnya.

Selain Abdurrahman, banyak pendatang lain yang melakukan hal serupa. Keterampilan orang Mekah dalam berbisnis membuat orang di luar Mekah berkata: "Dengan perdagangan ini dia bisa mengubah pasir Sahara menjadi emas."

Perhatian orang Mekkah terhadap perdagangan ini diungkapkan dalam Al-Quran dalam ayat-ayat yang mengandung kata Tijarah:

"Orang-orang yang berdagang dan berjual beli tidak lalai mengingat Allah, mengerjakan shalat dan menunaikan zakat. Mereka takut pada hari di mana hati dan mata mereka diguncang (Hari Kiamat) (QS An-Nur:37).

Tidak semua migran mencari nafkah dari perdagangan. Beberapa dari mereka bekerja di tanah Ansar. Beberapa juga mengalami kesulitan dan kesulitan dalam hidup mereka. Namun, mereka berusaha mencari nafkah sendiri karena tidak ingin menjadi beban bagi orang lain. Contohnya Abu Hurairah.

Kemudian Rasulullah SAW menawarkan tempat tinggalnya kepada mereka yang merasa kesulitan untuk tinggal di shuffa (menutup sebagian masjid). Itulah mengapa mereka disebut Ahlush Shuffa (penghuni Shuffah). 

Pengeluaran (gaji) Ahlush Shuffa berasal dari kekayaan kaum Muslimin, dan Muhajirin dan Anshar, yang kaya. Setelah keadaan ekonomi umat Islam mulai stabil dan pemenuhan kewajiban agama terus berlanjut, maka hukum pelaksanaan zakat dimulai. 

Di Yatsrib (Madinah) Islam mulai menemukan kekuatannya.

Ayat-ayat Alquran yang mengingatkan orang-orang beriman untuk membelanjakan sebagian hartanya untuk orang miskin diturunkan kepada Nabi SAW ketika beliau masih tinggal di Mekkah. 

Perintah itu semula hanyalah anjuran sebagaimana diwahyukan oleh Allah SWT dalam Surat Ar-Rum ayat 39:

"Dan apa yang kamu berikan dalam bentuk zakat untuk mendapatkan ridha Allah, maka merekalah yang melipatgandakan (pahala)."

Namun menurut sebagian besar ulama, zakat disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Tahun ini, zakat fitrah wajib di bulan Ramadhan sedangkan zakat mal wajib di bulan Syawal berikutnya. Jadi wajib zakat fitrah dulu, baru kemudian zakat mal atau harta. Firman Allah SWT dalam surat Al-Mu'minun ayat 4:

"Dan orang-orang yang membayar zakat". Kebanyakan ahli tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan zakat pada ayat di atas adalah zakat harta atau kekayaan, meskipun ayat tersebut diturunkan di Makkah. Padahal, zakat itu wajib pada tahun kedua Hijriah di Madinah. 

Fakta ini menunjukkan bahwa kewajiban zakat pertama kali diturunkan ketika Nabi SAW menetap di Mekkah, sedangkan ketentuan nisab ditetapkan setelah hijrahnya ke Madinah. Setelah hijrah ke Madinah, Nabi SAW menerima wahyu sebagai berikut: 

"Dan mulailah shalat dan bayar zakat. Dan kebaikan apa pun yang Anda coba lakukan untuk diri sendiri, tentu Anda akan dibalas oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan" (QS Al-Baqarah:110). 

Berbeda dengan ayat sebelumnya, pada ayat ini kewajiban membayar zakat dinyatakan sebagai perintah, bukan sekedar anjuran. Mengenai kewajiban membayar zakat, ulama terkenal Ibnu Katsir mengatakan: 

"Zakat diperkenalkan di Madinah pada abad kedua Hijriyah. Ternyata zakat yang disyariatkan di Madinah adalah zakat dengan nilai dan jumlah tertentu yang harus dibayarkan, sedangkan Zakat yang ada sebelum itu dan dibicarakan di Mekkah adalah murni kewajiban individu". 

Sayid Sabiq menjelaskan bahwa pada awal Islam, zakat merupakan kewajiban yang mutlak. Kewajiban membayar zakat tidak terbatas pada harta yang akan dikumpulkan untuk zakat dan ketentuan zakat. Semuanya diserahkan kepada kesadaran dan kedermawanan kaum muslimin. 

Namun, sejak tahun kedua setelah pemindahan, menurut cerita rakyat, ukuran dan jumlah masing-masing properti ditentukan dan dijelaskan dengan tepat. 

Hingga tahun ke-2 Hijriah, Nabi SAW membatasi aturan-aturan pokok, bentuk-bentuk harta yang wajib dibayarkan zakatnya, siapa yang harus membayar zakat dan siapa yang berhak menerima zakat. 

Sejak itu, sejarah zakat telah berkembang dari praktik sukarela menjadi kewajiban sosial dan agama yang dilembagakan untuk dipenuhi oleh setiap Muslim yang kekayaannya telah mencapai nisab, jumlah minimum yang harus dikeluarkan zakatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun