Mohon tunggu...
Gradita meishanda natasyalwa
Gradita meishanda natasyalwa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Kepribadian saya suka menulis dan mengungkap kan semua isi hati saya kepada sebuah tulisan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Toleransi Antar Agama di Era Majapahit: Fondasi Keberagaman Nusantara Era Majapahi

29 November 2024   11:33 Diperbarui: 30 November 2024   21:41 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Toleransi Antar Agama di Era Majapahit

Judul : Sebuah Teladan dari Masa Lalu

            Kerajaan Majapahit, yang berdiri pada abad ke-13 hingga ke-15, adalah salah satu kerajaan terbesar di Nusantara. Selain dikenal dengan kekuatan politik dan ekonominya, Majapahit juga menjadi contoh bagaimana keberagaman agama dapat hidup harmonis. 

             Di tengah masyarakat multikultural yang mengadopsi Hindu, Buddha, dan kepercayaan lokal, toleransi menjadi landasan utama yang menjaga stabilitas sosial. Artikel ini membahas bagaimana toleransi antaragama di era Majapahit terbentuk, diterapkan, dan menjadi pelajaran bagi kehidupan masa kini.

1. KeberagamanAgama di Majapahit

         Pada masa Majapahit, agama Hindu dan Buddha menjadi kepercayaan dominan, terutama di kalangan bangsawan dan elite kerajaan. Di sisi lain, masyarakat biasa juga mempraktikkan kepercayaan lokal seperti animisme dan dinamisme. Kehadiran berbagai kepercayaan ini tidak menimbulkan konflik, melainkan memunculkan akulturasi yang harmonis.

        Bukti toleransi ini tercermin dalam Kakawin Sutasoma, karya Mpu Tantular, yang memperkenalkan konsep Bhinneka Tunggal Ika. Kalimat ini, yang berarti "Berbeda-beda tetapi tetap satu," menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan ajaran antara Hindu dan Buddha, kedua agama ini bisa hidup berdampingan dengan damai.

2. Praktik Toleransi di Majapahit

 Toleransi di Majapahit tidak hanya menjadi ide, tetapi juga terlihat dalam praktik nyata:

  •   Kebijakan Pemimpin: Raja Hayam Wuruk dan para pemimpin lainnya mendukung kebebasan beragama. Mereka melibatkan tokoh agama dari berbagai kepercayaan dalam pemerintahan dan upacara kerajaan.
  •  Interaksi Sosial: Masyarakat Majapahit menjalankan ritual keagamaan yang sering kali menggabungkan elemen-elemen dari Hindu, Buddha, dan kepercayaan lokal.
  • Arsitektur Candi: Banyak candi yang dibangun dengan perpaduan simbolisme Hindu dan Buddha, seperti Candi Jawi dan Candi Jago. Relief dan patung di candi-candi ini menggambarkan keberadaan dewa-dewa Hindu di samping Buddha.

3. Sinkretisme dalam Seni dan Budaya

Toleransi di Majapahit juga tercermin dalam seni dan budaya. Seni pahat, sastra, dan upacara keagamaan menjadi medium untuk menyebarkan pesan toleransi.

  • Karya Sastra: Kakawin Sutasoma mengajarkan pentingnya menghormati perbedaan dan menciptakan harmoni.
  • Seni Pahat: Patung dan relief di candi Majapahit sering menggambarkan simbolisme dari berbagai kepercayaan, menunjukkan penghormatan terhadap semua agama yang ada.

4. Toleransi di Tengah Islamisasi

     Pada akhir era Majapahit, Islam mulai masuk dan berkembang di Nusantara, terutama di wilayah pesisir. Proses ini berlangsung damai pada awalnya, di mana pedagang Muslim diterima dengan baik oleh masyarakat lokal. 

     Akulturasi budaya terjadi, seperti pada seni pertunjukan wayang kulit yang menggabungkan unsur Hindu-Buddha dengan ajaran Islam.

    Namun, dinamika politik pada akhir era Majapahit, termasuk konflik internal dan pengaruh Kesultanan Demak, mulai memengaruhi stabilitas kerajaan. Meskipun demikian, semangat toleransi yang dibangun di era ini tetap menjadi warisan yang berharga.

Kesimpulan : 

      Era Majapahit adalah bukti nyata bahwa keberagaman agama dapat dikelola dengan harmoni melalui sikap saling menghormati. Konsep Bhinneka Tunggal Ika yang lahir di masa ini masih relevan sebagai fondasi untuk menjaga persatuan dalam keberagaman di Indonesia. 

      Dengan belajar dari sejarah, masyarakat modern dapat terus membangun kehidupan yang damai dan inklusif, menjadikan toleransi sebagai nilai yang menginspirasi masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun