Mohon tunggu...
Graciano KoreshSinaga
Graciano KoreshSinaga Mohon Tunggu... Aktor - cah seminari merto

hobi olahraga

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu 2024: Transaksi Kekuasaan di Langit Politik Indonesia

11 September 2022   21:22 Diperbarui: 11 September 2022   21:39 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua tahun menjelang diadakan pilpres, para pemimpin parpol telah menunjukkan gerakan politik. Untuk menggapai kekuasaan eksekutif itu, koalisi antar parpol dibangun sebegitu besar dengan tujuan menyatukan suara dan tingkat elektabilitas partai politik. Sistem pilpres yang diterapkan di Indonesia membujuk terjadinya kolisi dan menyebabkan sedikitnya capres dan cawapres yang maju. 

Rakyat seperti memilih yang sudah dipilihkan. Padahal, pilihan sosok capres-cawapres yang diajukan koalisi-koalisi belum pasti berkenan di hati masyarakat luas. Oleh sebab itu, masyarakat perlu tau koalisi-koalisi yang bertransaksi kekuasaan dan elektabilitias itu.

Menurut ikhwan Arif, pendiri Indonesia Political Power, jumlah koalisi yang muncul sampai saat ini diperkirakan tiga koalisi. Koalisi Indonesia Bersatu yang beranggotakan Golkar, PAN, PPP dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya beranggotakan Partai Gerindra serta PKB. PDIP yang akhir-akhir ini mendekati Gerindra berkemungkinan besar melebur ke KIR. 

Sementar itu untuk poros ketiga masih terlihat rumit untuk berkoalisi. Nasdem, demokrat, dan PKS terlalu rumit untuk berkoalisi. Nasdem mengusung tiga nama, Ganjar Pranowo, Andika perkasa dan Anies Baswedam. Sementara, Demokrat yang diketuai AHY begitu keras pendiriannya karena disokong oleh tokoh kuat SBY. 

Dari Koalisi ini, masyarakat bisa melihat calon-calon yang mungkin diberi kesempatan untuk maju untuk dicalonkan. Tetapi masyarakat perlu tahu dasar dari koalisi partai-partai besar ini. 

Lewat perolehan kursi di DPR dari pemilihan tahun 2019 kemarin, partai politk menunjukkan efek dan pengaruh nya sekaligus menyatakan elektabilitas calon yang diajukan. Dengan dasar itu berbagai parpol disatukan lewat koalisi-koalisi.

Puan Maharani, ketua DPP PDIP mendapat perhatian khusus masyarakat sejak kedatangannya ke kediaman prabowo di Hambalang, Jawa Barat. Perjumpaan ini menimbulkan kontroversi juga bagi para kader partai Golkar. Desmond J Mahessa dalam kesempatan wawancara pers mengatakan bahwa kader golkar tidak tega dan keberatan jika Pak Prabowo maju sebagai wakil. 

Kendati begitu, keputusan tetap ditangan pak prabowo, kata kader partai Golkar itu. Mungkin untuk maju yang ke tiga kalinya prabowo sudah membuktikan kurangnya elektabilitas. Tetapi seharusnya kesempatan ini diambil untuk maju mennjadi cawapres bersama dengan puan yang dengan PDIP mempunya banyak jatah kursi di DPR.

Pemilu serentak 2024 mendatang, menjadi momen istimewa karena rakyat memilih 5 tingkat pemimpin dari presiden, wakil presiden, DPR, DPRD, Gubernur, wakil gubernur, bupati dan wakil bupati. Bisa kita bayangkan, jika masyarakat tidak mengerti benar dampak dari pemilu dan pilkada tahun 2024 nanti kalau salah memilih. 

Selain itu, KPU sudah menyatakan rencana antisipasi penyelenggaraan pemilu. Melihat dari pemilu sebelumnya, honor bagi KPPS rencananya akan dinaikkan menjadi 1,5 juta. Hal ini menjadi salah satu faktor peningkatan anggaran dana yang signifikan untuk anggaran pemilu 2024 nanti yang diperkirakan sebesar 76,6 trilliun rupiah. Pemilu dan pilkada yang serentak dilakukan di tahun 2024 akan menambah beban kerja KPPS sehingga membutuhkan honor yang lebih.

Money Politic

Seringkali kita melihat transaksi yang terjadi selama masa pemilu. Demi kekuasaan yang besar, uang pun rela di korbankan untuk mendapat suara. 

Menindaklanjuti itu segala data dari survei yang telah diperoleh harus diolah memunculkan gerakan pencegahan. Lembaga survei indonesia (LSI), dengan surveinya pada pemilu 2019 mendapati  19,4% sampai  33,1% dari 1210 koseponden mendapat uang untuk memberikan suara saat pemilihan. Sangat disayangkan jika generasi ataupun tokoh yang lebih berkompeten dan revolusioner akan kalah dengan orang yang lebih bermateril.

Perihal merawat demokrasi harusnya menjadi tugas bagi masyarakat luas. tawaran atas uang seharusnya ditolak dengan alasan kesejahteraan bersama. Koalisi kekuasaan dan uang yang terbentuk menjadi pemicu, mungkin sumber terjadinya praktik yang salah dalam berdemokrasi. 

Sumber dana dan kekuasaan ataupun pengaruh menjadi pemantik pelanggaran dalam pemilu. Akan tidak adil bagi semua orang jika seorang calon menang hanya karena sokongan dari banyak uang berlimpah. Untuk mencegah ini sebagai warga yang mempunya hak memilih, harus memilih sesuai asas luberjurdil.

Untuk memcegah dan menangani hal itu, dapat diteliti sistem pemilihan yang terjadi di negara kita dengan membandingkannya. Di negara demokrasi (atau yang mengadakan pemilu) lainnya, pemilu dilakukan dengan sistem yang berbeda. Sistem distrik yang mencalonkan wakil dari setiap letak geografis juga diterapkan dibeberapa negri federal. 

Jadi, setiap daerah mempunyai kesempatan memilih dengan murni. Dan masih banyak lagi sistem pilpres yang unik juga memungkinkan untuk dikembangkan di negara yang plural ini. Kecelakaan dalam berdemokrasi disebabkan oleh kekuasaan yang sangat diharapkan dan kampanye-kampanye yang tak terealisasikan.

Money politic biasanya terjadi di lapisan bawah masyarakat, entah itu di tingkat desa ataupun dusun-dusun. Indonesia yang memiliki banyak desa yang masih terbelakang teknologi dan kemajuan berpikirnya menjadi keprihatinan juga untuk berdemokraqsi secara sehat. Petugas KPU dan Bawaslu setempat perlu mencari cara menangani hal yang mencacati demokrasi

Demokrasi dari dulu sampai sekarang

Selama masih banyak waktu, masyarakat juga harus dipersiapkan untuk menghadapi pemilu, apalagi generasi muda. Dalam menyongsong generasi muda dalam ranah politik, para pendahulu atau pun senior politik diharapkan bisa memebri contoh gerakan politik yang membangun. 

Sepanjang sejarah indoensaia kita melihat, Soeharto yang seringkali bergesekan dengan PDIP dibawah pimpinan Megawati Soekarno poetri. Gerakan politik yang terjadi dalm tegangan itu bisa menjadi inspirasi untuk menyiapkan bangsa kita untuk naik ke tangga selanjutnya

Sebagai sesama rakyat sipil, sudah seharusnya kita menghayati budaya gotong royong pada pesta demorasi 2024 nanti. Bawaslu daa KPU sebagai instansi terkait butuh lebih mengumumkan sistematika pilpres dan pilkada yang akan menjadi hak masyarakat dalam memilih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun