Mohon tunggu...
Gracela Valencia
Gracela Valencia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pembangunan Jaya

Mahasiswa program studi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Mommy vs Daddy, Anak Lebih Dekat dengan Ibu atau Ayah?

3 Juni 2023   13:53 Diperbarui: 3 Juni 2023   13:57 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilusrasi: keluarga, sumber: https://www.freepik.com/free-vector/hand-drawn-homecoming-illustration_28203265.htm#from_view=detail_serie

"A mother's arms are more comforting than anyone else's." - Princess Diana

"A father doesn't tell you that he loves you. He shows you." - Dimitri the Stoneheart

Orang tua adalah hal yang terpenting dalam kehidupan seorang anak dan sudah sewajarnya bila seorang anak dekat dan bergantung pada kedua orang tuanya. Meski kedua orang tua memiliki peran masing-masing dalam mengasuh anak, biasanya anak akan mengembangkan kedekatan yang lebih pada salah satu orang tuanya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Andriyani & Endang, 2013), anak laki-laki cenderung akan lebih dekat dan lebih menyukai ibunya, sedangkan anak perempuan akan lebih dekat dan lebih menyukai ayahnya. Namun, apakah hal tersebut pasti terjadi?

Sebelum mencari tahu apakah benar anak laki-laki selalu lebih dekat dengan ibunya dan anak perempuan lebih dekat dengan ayahnya, perlu bagi kita untuk mengetahu bahwa pada dasarnya saat baru lahir, anak pasti akan lebih dekat dengan ibunya dibandingkan dengan ayahnya (Zimmermann et al., 2022). Hal ini dikarenakan ibulah yang memenuhi semua kebutuhan anak, mulai dari kebutuhan asupan makanan, kebutuhan rasa nyaman, dan lain-lain.

Sigmund Freud, seorang psikolog asal Austria berpendapat bahwa anak laki-laki akan mengembangkan rasa suka pada ibunya dan rasa permusuhan pada ayahnya, dan berkebalikan dari anak laki-laki, anak perempuan akan mengembangkan rasa suka pada ayahnya dan rasa permusuhan pada ibunya (Feist et al., 2021). Konsep Freud ini disebutnya sebagai oedipus complex yang terjadi pada usia 3-5 tahun.

Menurut Freud, anak akan mengalami tahap perkembangan psikoseksual yang terbagi ke dalam lima tahap:

1. Oral stage (0-1,5 tahun) 

Pada fase ini pusat libido anak ada pada mulutnya, contohnya adalah anak yang menghisap payudara ibu atau tangannya sendiri (Schultz & Schultz, 2017).

2. Anal stage (1,5-3 tahun)

Pada fase ini, pusat libido anak ada pada anal. Anak mulai belajar buang air kecil dan air besar di tempat yang benar (Schultz & Schultz, 2017).

3. Phallic stage (3-5 tahun)

Pada fase ini, pusat libido anak ada pada alat kelaminnya, pada fase ini jugalah timbul oedipus complex dan anak perempuan mulai lebih menyukai ayahnya (Schultz & Schultz, 2017).

4. Latency period (5-12 tahun)

Pada fase ini, pusat libido seakan hilang dan tidak muncul dan akan timbul lagi ketika pubertas tiba (Schultz & Schultz, 2017).

5. Genital stage (>12 tahun)

Pada fase ini, anak mulai mengembangkan minat seksual yang kuat pada lawan jenis (Schultz & Schultz, 2017).

Ilustrasi: ibu dan anak laki-laki, sumber: https://www.freepik.com/free-photo/young-mom-holding-her-baby-air-blank-space_13309070.htm#query=mom%20and%
Ilustrasi: ibu dan anak laki-laki, sumber: https://www.freepik.com/free-photo/young-mom-holding-her-baby-air-blank-space_13309070.htm#query=mom%20and%

Oedipus Complex pada Anak Laki-laki

Freud percaya pada fase phallic, anak laki-laki mulai membentuk identifikasi dengan ayahnya dan ingin menjadi seperti ayahnya. Kemudian anak laki-laki itu juga mengembangkan hasrat seksual dan menginginkan ibunya untuk dirinya sendiri (Feist et al., 2021). Kedua keinginan ini awalnya berjalan dengan berdampingan, tapi tak lama kemudian anak laki-laki akan menyerah dengan keinginannya untuk menjadi seperti ayahnya dan memunculkan keinginan yang lebih besar lagi untuk memiliki ibunya untuk dirnya sendiri. Pada tahap ini, anak laki-laki melihat ayahnya sebagai saingannya dalam mendapatkan cinta dari ibunya. Setelah oedipus complex anak laki-laki berhasil ditekan atau dileburkan, hasrat seksual anak laki-laki yang mengingini ibunya berubah menjadi perasaan cinta yang lembut dan anak laki-laki akan melihat ayahnya sebagai role model untuk menentukan apakah sebuah perilaku benar atau salah (Feist et al., 2021).

Ilustrasi: ayah dan anak perempuan, sumber: https://www.freepik.com/free-photo/young-father-with-beautiful-little-baby-his-arms_5604017.htm#query=dad%
Ilustrasi: ayah dan anak perempuan, sumber: https://www.freepik.com/free-photo/young-father-with-beautiful-little-baby-his-arms_5604017.htm#query=dad%

Oedipus Complex pada Anak Perempuan

Berbeda dengan oedipus complex pada anak laki-laki, pada awalnya anak perempuan mengira bahwa semua orang memiliki alat kelamin yang sama dengannya. Namun, lama kelamaan dia menyadari bahwa laki-laki memiliki penis dan ini membuat anak perempuan mengalami penis envy (Feist et al., 2021). Karena itu, anak perempuan secara tidak sadar mulai menyalahkan ibunya yang melahirkan dirinya ke dunia ini tanpa penis. Sehingga anak perempuan berpindah yang awalnya lebih dekat dengan ibunya menjadi lebih dekat dan menyukai ayahnya, serta anak perempuan juga mengembangkan rasa permusuhan kepada ibunya (Feist et al., 2021). Oedipus complex pada anak perempuan akan berangsur hilang ketika dia menyadari bahwa dia mungkin saja kehilangan cinta dari ibunya apabila dia terus-terusan memiliki rasa permusuhan pada ibunya.

Selain oedipus complex, terdapat beberapa alasan lain dibalik kedekatan anak pada ibu atau ayah. Anak dekat dengan ibu karena merasa bahwa sosok ibu dapat mengerti dirinya, dapat membimbing, mengajarinya banyak hal, dan merupakan sosok yang menyayanginya dengan sepenuh hati dan tidak dapat tergantikan (Andriyani & Endang, 2013). Sedangkan anak dekat dengan ayahnya karena merasa bahwa ayah merupakan sosok yang bijaksana, dapat memberikan arahan, nasehat, dan membantu dalam mengambil keputusan, selain itu seorang ayah juga rela berkorban demi anaknya, serta menjadi seseorang yang dapat diandalkan (Fatmasari & Sawitri, 2020). Meski begitu, seiring dengan tumbuh kembang anak, pada akhirnya anak akan jauh lebih dekat dengan ibunya. Hal ini dikarenakan dominasi peran ibu dalam pengasuhan anak dari usia dini hingga dewasa (Lutfatulatifah, 2020).

Selain itu, kedekatan dengan orang tua yang berlawanan jenis kelamin dengan anak akan menyebabkan anak cenderung mencari pasangan hidup yang mirip dengan orang tuanya (Havlicek et al., 2023). Survei yang dilakukan oleh website kencan eHarmony melaporkan bahwa sebanyak 64% pria mencari pasangan hidup yang memiliki sifat yang mirip dengan ibunya (Best, 2019). Studi lain yang dilakukan oleh (Havlicek et al., 2023) juga menunjukkan bahwa perempuan cenderung mencari pasangan hidup yang mencerminkan ayahnya.

Kedekatan dan kebergantungan anak dengan orang tua merupakan hal yang wajar, baik itu lebih dekat dengan ibu atau ayah, keduanya sama saja. Namun, perlu diperhatian jangan sampai anak menjadi terlalu bergantung dengan orang tua dan menjadi anak yang manja dan tidak mandiri, terutama saat anak sudah beranjak dewasa.

Referensi:

Andriyani, N., & Endang, S. I. (2013). Dasar hubungan kedekatan anak dengan orangtua pada mahasiswa Universitas Diponegoro Semarang. Jurnal Empati, 2(4), 296--304. https://doi.org/10.14710/empati.2013.7415

Best, S. (2019, March 26). Two-thirds of men choose partners like their mothers, study reveals. Mirror. https://www.mirror.co.uk/tech/two-thirds-men-choose-partners-14184512

Fatmasari, A. E., & Sawitri, D. R. (2020). Kedekatan ayah - anak di era digital: studi kualitatif pada emerging adults. http://ejurnal.mercubuana-yogya.ac.id/index.php/ProsidingPsikologi/article/view/1350

Feist, G. J., Roberts, T.-A., & Feist, J. (2021). Theories of personalities (10th ed.). McGrawHill.

Havlicek, J., Jelnkov, L., trbov, Z., Hanus, R., Kreisinger, J., Kyjakova, P., Schmiedov, L., Buovsk, R., Fialov, J. T., Schwambergov, D., & Roberts, C. (2023). Women choose romantic partners resembling their father in body odour. Research Square. https://doi.org/10.21203/rs.3.rs-2531352/v1

Lutfatulatifah. (2020). Dominasi peran ibu dalam peran pengasuhan anak di Benda Kerep Cirebon. Equalita, 2(1). https://syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/equalita/index

Schultz, D. P., & Schultz, S. E. (2017). Theories of personalities (11th ed.). Cengage Learning.

Zimmermann, P., Mhling, L. E., Lichtenstein, L., & Iwanski, A. (2022). Still mother after all these years: infants still prefer mothers over fathers (if they have the choice). Social Sciences, 11(2), 51. https://doi.org/10.3390/socsci11020051

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun