Tuan bersurai kuning itu lantas menampar Maya di pipinya, membuatnya merah.
"Gausah macem-macem sama cewe gue! Nyogok dosen kan' lu biar bisa jadi juara kemaren?! JAWAB!"
"CUKUP! Yang bener aja lo gila, BISA KULIAH AJA MAYA BERSYUKUR! Persetan cewek lo, YANG DIA KEJAR IDUP BAHAGIA, BUKAN JUARANYA!" bela temanmu.
"Udah. Dio, lo cuma butuh itu dari gue? Iya, katain gue nyogok semau lo. Seenak yang lo mau. Silahkan,"
Pria itu---yang disebut sebut sebagai Dio---lantas diam seribu bahasa. Menarik dirinya keluar dari ruangan.
Maya, engkau terlalu mulia untuk dunia ini. Maka tidak akan kubiarkan seorang pun merusakmu yang begitu indah, termasuk orang aneh yang memanggil-manggil namamu barusan--- hingga beraninya Ia kucilkan dirimu di depan orang banyak. Dia pikir siapa dia? Mencoreng namamu seenaknya. Memang baiknya kuberi pelajaran. Itu inginmu, kan? Setiap orang yang menghalangi jalanmu, aku bisa tumpas hingga tidak lagi terlihat di muka bumi. Aku sanggup dan aku akan. Menjadi pembela kebenaranmu, Maya, aku bisa.
"L-lo  D-Dio, kan...?"
"Ha?"
Dengan seluruh beraniku, biadab itu kuhampiri; bersenjatakan tongkat bisbol. Badannya begitu perkasa dengan guratan tato di sekujur tubuhnya, tetapi tidak ada gunanya jika sekadar menghargaimu tidak bisa.
"Lo, lo D-Dio kan?"
"Siapa lo? Ngapain kesini?"