Mohon tunggu...
Grace Evanda
Grace Evanda Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Universitas Atmajaya Yogyakarta

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Mengulik Perbedaan Sudut Pandang dalam Film Posesif (2017) dan Orang Kaya Baru (2019)

14 Desember 2020   13:13 Diperbarui: 14 Desember 2020   13:18 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source : cnnindonesia.com

Sebagai penikmat film, yang bisa dilakukan bukan hanya sekedar menonton saja, tetapi kita juga dapat membedah makna dan mengkritisi pesan yang ingin disampaikan dari film tersebut dengan menggunakan berbagai sudut pandang. Sudut pandang inilah yang disebut sebagai paradigma.

Apa sih fungsi paradigma dalam suatu film? Fungsinya untuk melihat pesan yang disampaikan, untuk merumuskan fokus analisis sebuah film, dan untuk mengetahui aturan-aturan yang harus diikuti dalam menginterpretasikan sebuah film.

Pada kesempatan kali ini, saya akan membahas 2 film dengan menggunakan 2 sudut pandang yang berbeda, dan saya akan mencoba menggunakan metodologi analisis teks.

Paradigma Kritis

Menurut Lawrence Neuman, paradigma kritis adalah pendekatan yang melihat bahwa realitas sosial selalu berubah, dan perubahan tersebut dipengaruhi oleh berbagai ketegangan dan konflik dari relasi atau institusi sosial.

Paradigma kritis ini mengasumsikan adanya skenario besar terhadap perubahan, sehingga mampu membangkitkan perlawanan dari kelompok minoritas di masyarakat (Halik, 2018).

Paradigma ini berfokus pada suatu perubahan dan konflik yang berorientasi pada tindakan. Paradigma kritis memiliki tujuan untuk memberikan kritik, memperbaiki dan mengubah realitas sosial yang timpang, terdominasi, dan tidak seimbang yang akhirnya bertujuan untuk transformasi sosial. Hal ini berarti bahwa paradigma kritis dapat mengkaji realitas sosial untuk mengupayakan perubahan yang lebih positif.

ORANG KAYA BARU (2019)

Isu yang mau diangkat dari film ini ialah mengenai konsumerisme. Ada satu film yang menarik perhatian saya, yakni film yang dirilis pada tahun 2019 "Orang Kaya Baru". Kecintaan seseorang terhadap uang bisa saja membuat orang itu berubah menjadi 'jahat'-membuat mereka lupa diri, hingga rela meninggalkan keluarga dan sahabatnya sendiri.

Semakin banyak uang yang kita punya, kita akan semakin merasa tidak pernah cukup dan tidak pernah puas. Gagasan yang mengungkapkan bahwa jika mempunyai banyak uang, maka hidup akan semakin mudah dapat menyebabkan hilangnya batasan dalam diri kita.

source : cnnindonesia.com
source : cnnindonesia.com

Itulah sebabnya Lukman Sardi memilih untuk menghidupi keluarganya dan membesarkan anak-anaknya dalam kondisi prihatin, keuangan yang seadanya, dan serba pas-pasan dengan merahasiakan kekayaan yang ia miliki kepada keluarganya.

Ia ingin menumbuhkan rasa cinta dalam kehidupan keluarganya, terhadap kerabat mereka, bukan malah rasa cinta kepada uang.

"Duit kalau sedikit cukup, kalau banyak enggak cukup."

Kalimat yang disampaikan sang bapak memperlihatkan nilai kesederhanaan yang memang sudah ditanamkan dalam keluarganya.

Akan tetapi, kematian sang Bapak yang tiba-tiba meninggalkan warisan berupa uang milyaran. Hal ini mengubah kehidupan keluarga mereka menjadi milyarder kaya raya. Mulai dari sinilah, gaya hidup mereka berubah menjadi sangat konsumtif.

Sang Ibu yang dulunya terkejut melihat mahalnya harga teh di restoran mewah, kini bisa berbelanja barang-barang mewah tanpa harus melihat label harga. Ia bahkan membeli semua perabot yang sempat disentuh dan difoto oleh anak-anaknya.

"Semua yang anak saya foto, pegang, cium, saya bayar. Sempat kepegang sama anak saya? Beli."

Kalimat ini menunjukkan sifat dari sang ibu yang menjadi lebih arogan ketika sudah kaya raya dan  juga seakan mencerminkan keadaan di zaman sekarang, dimana segala sesuatu bisa dibeli dan diselesaikan dengan menggunakan uang.

Mereka juga membeli masing-masing satu mobil, padahal tidak ada satupun dari keluarga itu yang bisa menyetir. Jelas terlihat bahwa mereka melakukan hal itu bukan karena kebutuhan, tetapi untuk memenuhi gengsi dan agar terlihat semakin kaya.

Harta dan kekayaan yang diwariskan oleh sang bapak pada akhirnya pun menggelapkan mata anggota keluarga itu. Mereka melupakan nilai kekeluargaan dan kesederhanaan yang selalu ditanamkan oleh bapaknya.

Film Orang Kaya Baru ini dikemas dengan berbagai komedi ringan di dalamnya, Sang sutradara juga sepertinya ingin menyisipkan pesan bahwa menjadi pribadi yang konsumtif dan suka menghambur-hamburkan uang bukanlah hal yang baik.

Peran film sebagai komunikasi massa disini mau menyampaikan beberapa pesan dan berusaha memberikan pengaruh kepada penonton, bahwa gaya hidup hedonisme malah bisa menjerumuskan kita ke hal-hal yang merugikan.

Kita malah bisa merasa jauh dan akhirnya kehilangan orang-orang terdekat. Menjadi kaya dan memiliki banyak uang bukanlah kunci sebuah kebahagiaan dan tidak menjamin hidup akan lepas dari masalah.

Film ini juga mungkin ingin memberikan kritik terhadap fenomena yang terjadi, soal keluarga yang mendadak kaya, walaupun pada kenyataannya tidak semua orang kaya baru memilih gaya hidup seperti yang diceritakan.

Paradigma Fungsionalisme

Paradigma fungsionalisme dikembangkan oleh Robert Merton dan Talcott Parsons. Dalam paradigma fungsionalisme, masyarakat merupakan suatu sistem yang terdiri atas bagian dan saling berkaitan, yakni agama, pendidikan, struktur politik, hingga keluarga.

Konflik yang terjadi dalam masyarakat dilihat sebagai tidak berfungsinya integrasi sosial dan keseimbangan. Hal ini menyebabkan harmoni dan integrasi dipandang fungsional, bernilai tinggi, dan harus ditegakkan, sedangkan konflik harus dihindarkan. Paradigma fungsionalisme juga tidak menerima hal-hal yang dapat mengguncang status quo pada suatu peristiwa.

Paradigma ini melihat hal-hal yang teratur dan tidak teratur, atau bahkan sangat melihat keteraturan dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi.

POSESIF (2017)

Fenomena toxic relationship marak dibicarakan belakangan ini. Dilansir dari merdeka.com, toxic relationship ialah hubungan yang ditandai dengan perilaku buruk dan tidak sehat secara emosional yang dilakukan salah satu pihak kepada pasangannya, dan tidak jarang merusak secara fisik.

Orang yang terlibat atau terjebak dalam hubungan toxic relationship biasanya akan menguras banyak energi hingga merusak harga diri.

Hal ini kemudian dapat menjadi isu komunikasi antara pasangan tersebut, karena jika sudah terjebak dalam toxic relationship, konflik akan lebih rentan terjadi.

Peran film sebagai komunikasi massa dinilai dapat memberikan pengaruh terhadap khalayak, sehingga melalui setiap adegan dalam film tersebut diharapkan agar penonton lebih bisa menerima pesan yang ingin disampaikan, supaya bisa keluar dari hubungan yang tidak sehat agar dapat menjalani hidup dengan lebih positif.

source : liputan6.com
source : liputan6.com

Film Posesif (2017) menceritakan tentang kehidupan romansa sepasang remaja SMA, Lala dan Yudhis. Sosok Yudhis diperankan oleh Adipati Dolken dan Lala yang diperankan oleh Putri Marino.

Kisah cinta mereka dalam film "Posesif" ini diawali ketika Yudhis dan Lala memakai sepatu yang warnanya melanggar peraturan sekolah, lalu dihukum untuk lari keliliing lapangan dengan tali sepatu yang saling terikat. Hukuman inilah yang membuat mereka jadi dekat dan kemudian berpacaran. Ya, kisah cinta mereka memang cepat sekali bersemi dan terjalin yaa..

Pada awalnya kisah cinta mereka memang semanis gulali, akan tetapi lama-kelamaan muncul berbagai konflik yang mengaduk-aduk perasaan penontonnya. Terjadi banyak ketidakteraturan dalam film ini.

Paradigma fungsionalisme yang terlihat di dalam film "Posesif" ialah adanya ketidakteraturan yang terjadi antara antara Lala dan Yudhis, antara Lala dengan ayahnya, bahkan antara Yudhis dengan ibunya.

Bahkan, di awal cerita juga sudah menunjukkan ketidakteraturan yang terjadi di dalam lingkungan sekolah, dimana mereka melanggar peraturan yang mengharuskan siswanya memakai sepatu berwarna hitam.

Dalam film ini, Yudhis terlalu posesif, sikap cemburu Yudhis sangat berlebihan, penuh dengan ancaman, dan aura Yudhis yang tadinya manis di awal juga berubah pahit. Yudhis terlihat sangat mengekang dan membatasi kebebasan Lala.

Yudhis memata-matai Lala di rumahnya, menggedor pintu rumah, hingga menerobos masuk ke kamar Lala. Kalau sedang tidak bersama dengan Lala, Yudhis akan stalk social medianya, menelfon Lala berkali-kali untuk menanyakan kabar, bahkan ada scene yang menunjukkan bahwa Yudhis missed call Lala lebih dari 30 kali dalam rentang waktu kurang dari satu jam.

Sikap Yudhis yang seperti itu tentunya menunjukkan ketidakteraturan dalam suatu hubungan, karena seharusnya mereka dapat saling menerima dan saling percaya agar hubungan mereka dapat berjalan dengan baik dan teratur, serta dapat meminimalisir terjadinya konflik.

Sikap posesif Yudhis yang menyeramkan ini juga berakibat pada ketidakteraturan yang terjadi dalam hubungan antara Lala dengan ayahnya. Lala berbohong pada ayahnya ketika pergi bersama Yudhis dengan berkata bahwa ia kerja kelompok.

Ayah Lala memiliki obsesi agar Lala dapat menjadi atlet renang loncat indah seperti ibunya yang sudah meninggal. Sebelum adanya kehadiran Yudhis, Lala selalu menuruti kemauan ayahnya untuk latihan, ikut perlombaan loncat indah, dan lain sebagainya.

Akan tetapi, Yudhis tidak menyukainya karena beranggapan bahwa Lala mengabaikannya, tidak ada waktu untuknya, dan bisa terlalu lelah karena lompat indah tersebut. Hal ini menyebabkan Lala mengabaikan ayahnya dan memilih berhenti dari segala kegiatan lompat indahnya dan membuat hubungan antara Lala dan ayahnya menjadi renggang.

Ternyata, ada sesuatu yang menyebabkan Yudhis bersikap seperti itu, yakni ketidakteraturan antara Yudhis dan ibunya. Ibunya bersikap sangat posesif kepada Yudhis. 

Hal ini disebabkan karena ibu Yudhis yang merupakan ibu tunggal dalam membesarkan Yudhis, ibunya bahkan suka melakukan kekerasan fisik kepada Yudhis apabila ia tidak mau mengikuti perintah atau keinginan ibunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun